MATARAM, samawarea.com (12 Juni 2025) — Kasus memilukan menimpa anak berusia 13 tahun sebut saja Bunga (nama samaran). Dalam usia yang masih belia, korban hamil dan melahirkan. Setelah kasusnya ditangani terungkap hal yang mencengangkan. Ternyata korban hamil karena ‘dijual’ kakak kandungnya sendiri berinisial ES kepada seorang pria dewasa, MA yang belakangan diketahui seorang pengusaha.
Dalam transaksi itu, ES menerima uang sebesar Rp 8 juta dari MA. Untuk membujuk korban agar mau melayani MA, ES mengiming-imingi korban dengan handphone baru. Kini ES dan MA telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
“Modusnya cukup memilukan. Tersangka ES, kakak dari korban sendiri, menjanjikan sebuah hadiah berupa handphone. Iming-iming ini menjadi awal dari rangkaian pertemuan antara korban dan tersangka lainnya, inisial MAA,” ungkap Kasubdit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, dalam konferensi pers, Selasa kemarin.
Disebutkan, pertemuan terjadi di salah satu hotel berbintang di Kota Mataram. Dalam pertemuan tersebut, korban mengalami pelecehan seksual yang diduga terjadi berulang kali.
“Setelah korban dipertemukan, tersangka MA memberikan sejumlah uang, senilai total Rp 8 juta, kepada ES. Transaksi ini menunjukkan adanya eksploitasi seksual sekaligus ekonomi terhadap anak,” ungkap AKBP Pujawati.
Berdasarkan hasil penyidikan, pihak kepolisian menetapkan ES dan MA sebagai tersangka pada 10 Juni 2025. ES dijerat Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), sementara MA dikenakan Pasal 88 juncto Pasal 76i Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Pihak kepolisian masih mendalami kemungkinan adanya korban lain, mengingat modus pelaku terindikasi dilakukan secara berulang. Bahkan, menurut informasi yang berkembang, ES sendiri diduga pernah melakukan hal serupa dengan MA. Mengingat ES memiliki bayi berusia 2 bulan, pihak kepolisian mempertimbangkan penempatan khusus untuk proses hukum, meskipun tetap menjalankan upaya paksa sesuai prosedur.
“Kami tetap mengedepankan aspek kemanusiaan, namun tidak akan mengabaikan penegakan hukum. Jadi ES kami tahan di tempat penahanan khusus,” tegas AKBP Puja.
Pihak kepolisian juga telah melakukan penyitaan terhadap dokumen dan alat bukti digital, seperti ponsel, yang menguatkan dugaan keterlibatan para tersangka.
Sementara Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Universitas Mataram Joko Jumadi, SH., MH mengungkapkan hal yang mengejutkan, di hotel dimana terjadinya kasus, identitas resmi MA tidak terekam.
“Sempat sulit kami lacak, karena pelaku hanya dikenal dari nama panggilan. Tapi berkat kesaksian korban dan pemeriksaan jejak digital, kami bisa mengidentifikasi pelaku, yang ternyata adalah seorang pengusaha,” ujar Joko Jumadi, pegiat perlindungan anak yang turut memantau kasus ini. (SR)