SUMBAWA BESAR, samawarea.com (14 April 2025) – Menjelang mutasi perdana pemerintahan Jarot-Ansori, ramai menjadi pembicaraan publik terkait dinas/instansi yang masuk dalam gerbong. Tidak hanya mengisi kekosongan jabatan di sejumlah dinas, tapi ada beberapa instansi yang membutuhkan penyegaran. Salah satu yang menjadi sorotan adalah RSUD Sumbawa.
Sejumlah nama dimunculkan sebagai kandidat calon Direktur RSUD Sumbawa. Selain dr. Mega Harta yang merupakan incumbent, ada empat nama lainnya yang digadang. Yaitu dr. Nieta Ariyani (mantan Dirut RSUD dan kini menjabat Sekretaris DP2KBP3A), dr. Nafitri Rahman (Kabid Pelayanan RSUD Sumbawa), dr. Putu Purnama (Dokter Fungsional Puskesmas Unit I Seketeng) dan dr. Abadi Abdullah (Dokter Fungsional Puskesmas Unit II Brang Biji).
Kecuali nama dr. Safitri Rahman, keempat nama di atas pernah mengikuti fit and propertest Direktur RSUD Sumbawa pada masa Pemerintahan Mo—Novi. Saat itu terpilih dr Nieta Ariyani. Setelah cukup lama menjabat, dr Nieta dimutasi ke Dinas P2KBPP3A, lalu Bupati menunjuk dr. Mega Harta sebagai pengganti. Kini, banyak harapan muncul terkait figur yang pantas menduduki jabatan Dirut RSUD pada masa Jarot-Ansori.
Salah seorang petugas medis yang enggan disebutkan namanya, Senin (14/4/25), mengatakan, untuk posisi Direktur RSUD, dibutuhkan sosok yang tahan banting, mengingat tantangan besar yang harus dihadapi.
RSUD Sumbawa dikenal dengan berbagai permasalahan pelik dalam pelayanan kesehatan, menjadikannya sebagai unit yang penuh risiko dan membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan luar biasa untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Beberapa isu yang kerap menjadi sorotan. Di antaranya belum cairnya jasa pelayanan medic. Dalam Jaspel ini ada tiga komponen yaitu jasa BPJS, jasa umum dan jasa covid. “Untuk jasa covid tahun 2021-2022, dan jasa umum tahun 2022 belum terbayar,” ungkapnya.
Kemudian, antrian pasien di loket dan apotek RSUD yang semakin membludak dan panjang. Selain memunculkan keluhan, kondisi ini berpotensi menularkan penyakit antara pasien satu dengan lainnya. Meskipun sudah ada terobosan seperti pendaftaran online, implementasinya belum berjalan optimal.
Tak hanya itu, pelayanan pasien BPJS juga menjadi persoalan tersendiri. Dengan aturan lama yang lebih diperketat, banyak pasien BPJS yang merasa kecewa, karena hanya penyakit kategori gawat darurat yang dapat digratiskan. Pasien yang bisa mendapatkan tanggungan dari BPJS hanya yang sudah berada dalam kondisi kritis atau nyaris sekarat. Masalah klasik lainnya adalah hutang yang cukup besar ditanggung RSUD dan harus segera dibayar.
Dalam pengamatan publik, beberapa tahun terakhir setelah kepemimpinan dr. Dede Hasan Basri, penerusnya, baik dr. Nieta maupun dr. Mega Harta, lebih fokus pada tugas rutin dan menyelesaikan masalah yang menjadi warisan masa lalu. Inovasi yang diharapkan seolah tertahan di tengah permasalahan yang terus membebani.
Karena itu, sudah saatnya ada penyegaran dengan menempatkan sosok baru yang mungkin selama ini lebih sering berperan di belakang layar, namun memiliki pemikiran dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan di RSUD Sumbawa.
“Dengan adanya mutasi ini, publik berharap akan ada perubahan positif dan langkah-langkah inovatif yang mampu mengatasi permasalahan yang ada, serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di RSUD Sumbawa,” pungkasnya. (SR)