Kades Sekongkang Bawah Tertangkap Polisi, Nyonya Lusi Ungkap Kisahnya

oleh -1965 Dilihat
Nyonya Lusi saat berada di lahan miliknya wilayah Blok Tulu, pinggir jalan raya Sekongkang, Desa Sekongkang Bawah, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)

SUMBAWA BARAT, samawarea.com (21 Oktober 2023) – Nyonya Lusi sebelumnya sudah menduga Kades Sekongkang Bawah Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa, SD S.IP (43) bakal berurusan dengan hukum. Sebab kisah yang dialaminya saat berurusan dengan oknum kades tersebut sangat rumit.

Ternyata dugaan itu benar-benar terbukti. Tepat Kamis (12/10) malam lalu, oknum kades tersebut terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) Polres Sumbawa Barat. Dari tangannya diamankan uang tunai Rp 40 juta dari Rp 100 juta sebagai uang mahar pengurusan sporadik. Kini oknum Kades tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain mendekam di balik jeruji besi, jabatan kades yang disandangnya terancam dicopot.

“Saya sudah lama menduga, oknum kades ini bakal masuk penjara, karena selama ini saya selalu dipersulit dalam pengurusan sporadic tanah. Bahkan ada tanah saya yang diambil,” kata Nyonya Lusi.

Kepada samawarea.com, Sabtu (21/10), Nyonya Lusi membeberkan hal yang dialaminya saat berurusan dengan Kades SD. Di antaranya lahan seluas 4,3 hektar di Nanga Menga, Desa Sekongkang Bawah. Beberapa kali Nyonya Lusi mengajukan permohonan untuk dilakukan pengukuran lahan itu, selalu mendapat penolakan dari Kades setempat.

Bahkan terkadang kades memberikan syarat yang terkesan tidak masuk akal untuk dipenuhi Nyonya Lusi selaku pemohon. Kades memberikan sekitar 18 item syarat yang harus dipenuhi Nyonya Lusi agar lahan tersebut bisa dilakukan pengukuran. Salah satu dari belasan syarat itu adalah meminta foto copy surat pencabutan kuasa dari salah satu ahli waris Almarhum Toe terhadap Nyonya Lusi. Padahal bukan persyaratan yang harus dipenuhi untuk dilakukan pengukuran tanah.

Ternyata barulah terungkap, bahwa di dalam tanah 4,3 hektar ada 1 hektar diduga dikuasai dan dimiliki oknum Kades tersebut. Kades mengaku mendapatkan tanah itu dari jual beli dengan Ibu Yuni.

Ketika didesak agar memperlihatkan bukti jual beli, Kades kembali meralat pengakuannya jika tanah itu tidak dibeli tapi ditukar guling dengan Ibu Yuni. Sebaliknya Ibu Yuni yang dikonfrontir membantah pernah tukar guling dengan Kades. Bahkan Ibu Yuni menyatakan tidak mengetahui dan tidak pernah melihat tanah yang dikatakan tukar guling itu.

“Kami bisa simpulkan upaya kades yang terkesan menghalangi kami mengukur tanah kami sendiri karena ada tanah 1 hektar di dalam tanah itu yang diklaim sebagai milik kades. Inilah masalah sebenarnya. Hanya cara menghalangi Nyonya Lusi, kades mematok persyaratan yang terkesan dibuat-buat,” sesal Nyonya Lusi.

Untuk diketahui, lahan seluas 4,3 hektar di Nanga Menga adalah milik Almarhum Toe—adik kandung Nyonya Lusi, sebelumnya dibeli oleh Yansen Berri. Dalam transaksi tersebut Berri hanya mendepositkan uangnya Rp 500 juta dari harga tanah tersebut yang disepakati keduanya Rp 2,7 miliar.

Deposit ini untuk menunjukkan keseriusan Berry kepada almarhum terhadap pembelian tanah itu. Berry berjanji akan melunasi pembayaran tanah tersebut 13 Desember 2018 lalu sebagaimana perjanjian keduanya pada 13 November 2018. Dengan tidak dilunasinya pembayaran tanah yang masih tersisa Rp 2,2 miliar sampai saat ini, Nyonya Lusy menilai tidak ada transaksi jual beli.

Lahan di Blok Tulu

Kemudian lahan seluas 85.500 M2 (sekitar 8,6 hektar) di Blok Tulu, pinggir jalan raya Sekongkang, Desa Sekongkang Bawah, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Menurut Nyonya Lusi, lahan yang berada di samping Hotel Yoyo itu sebagian besar telah dikuasai orang lain dengan mengantongi beberapa sertifikat yang proses penerbitannya diduga karena campur tangan para mafia tanah. Terungkap ada 9 sertifikat yang muncul di atas lahan tersebut.

Berdasarkan Surat Keterangan Ganti Rugi yang dikantongi Nyonya Lusi, tanah tersebut dibeli dari Halidi Patawu seluas 10.000 m2 (1 hektar), Halidi Resat 26.000 m2 (2,6 hektar), H. Mukhtar HMS 25.000 m2 (2,5 hektar), dan Makawaru 24.500 m2 (2,5 hektar). Tanah-tanah ini berada dalam satu blok dan saling berbatasan satu sama lain.

Baca Juga  Jalan Prode 1--Prode 2 Putus, Lalulintas Lumpuh dan Ratusan KK Terisolir

Untuk memastikan batas-batas tanahnya, Nyonya Lusi mengaku sudah melakukan pengukuran sebanyak 3 kali di lahan tersebut. Saat dilakukan pengukuran hadir para pemilik lahan asal selaku pihak yang melakukan penunjukan batas. Para pemilik asal ini menegaskan bahwa tanah tersebut tidak pernah diperjualbelikan kepada siapapun kecuali kepada Almarhum Slamet Riyadi Kuantanaya (adik kandung Nyonya Lusi).

Dengan adanya penegasan ini, Nyonya Lusi menyimpulkan tanah itu dikuasai oleh pihak lain dengan cara-cara yang tidak benar. “Patut kami duga proses terbitnya sporadic atas nama orang lain di atas lahan itu penuh rekayasa,” tuding Nyonya Lusi.

Terlebih lagi sikap Kepala Desa Sekongkang Bawah, SD S.IP yang enggan memproses permohonan sporadic yang diajukan Nyonya Lusi berdasarkan Surat Keterangan Ganti Rugi yang dikantonginya. Tapi ketika kasus ini dilaporkan ke Polres KSB dan adanya upaya Nyonya Lusi untuk menggugat Hotel Yoyo dan Pelangi—selaku pihak yang menguasai sebagian lahan itu, tanpa diduga Kades Sekongkang datang untuk menawarkan pengembalian lahan seluas 3,5 hektar dari 8,6 hektar yang dicari Nyonya Lusi.

Kades Sudirman juga siap mengurus sporadic, tapi memberikan konsep sporadic versi Kades untuk ditandatangani Nyonya Lusi. Dalam blanko sporadic itu tertulis bahwa lahan seluas 3,5 hektar itu berasal dari Halidi Patawu dan Halidi Resat melalui proses jual beli dengan Slamet Riyadi (Toe) pada Tahun 1997.

Namun yang membuat Nyonya Lusi keberatan dan enggan menandatangani Sporadic itu karena terkait batas-batas lahan. Sebab batas-batas itu tertera nama orang lain. Sebelah utara dengan tanah milik Emilia dan Rismiyati, selatan dengan Rismiyati dan TB, barat dengan Jalan Pariwisata, dan timur dengan Tanah milik Wardatun K Salim.

Karena berdasarkan data yang dikantongi Nyonya Lusi, tanah seluas 3,5 hektar itu seharusnya berbatasan dengan tanahnya sendiri, bukan tanah orang lain. Nyonya Lusi juga menolak konsep sporadic itu karena dari hasil pengukuran dan penunjukan batas oleh pemilik lahan asal, ternyata dari 3,5 hektar ini sekitar 99 arenya berada di lahan yang dikuasai Pelangi.

Yang mencurigakan lagi, ungkap Nyonya Lusi, Kades mengatakan setelah menandatangani sporadic itu, Nyonya Lusi tidak boleh melakukan gugatan terhadap Hotel Yoyo dan Pelangi.

“Kalau saya tandatangani, berarti saya mengakui bahwa tanah saya itu adalah milik mereka. Dan kalau saya tidak gugat Hotel Yoyo dan Pelangi, berarti saya merelakan tanah saya diambil mereka, dan tertutup ruang saya untuk mengusut para mafia tanah. Ini yang saya tidak mau,” kenangnya.

Tanah Dikuasai Hotel Baha Baha 

Obyek tanah lain milik Nyonya Lusi adalah seluas 50 are yang berlokasi di Desa Sekongkang Bawah, Kecamatan Sekongkang, KSB. Tanah itu sekarang telah berdiri Hotel Baha Baha (hotel bintang lima) yang proses kepemilikannya tanpa sepengetahuan Nyonya Lusi.

Nyonya Lusi menuturkan, sebelumnya, lahan seluas 50 are ini dibeli adiknya (Toe) pada Tahun 1997 dari Talib, warga Sekongkang Bawah. Hal ini berdasarkan kwitansi dan dokumen lain sebagai bukti transaksi jual beli. Namun dalam perjalanan waktu dan Toe meninggal dunia, tanpa diduga lahan itu telah dikuasai orang lain yang kemudian berdiri di atasnya Hotel Baha Baha.

Usut punya usut, ternyata sebelum dikuasai Hotel Baha Baha, lahan itu diklaim oleh Baharuddin Ladong. Padahal Toe maupun Talib tidak pernah menjual lahan 50 are itu kepada siapapun termasuk Baharuddin Ladong. Nyonya Lusi sudah menemui Talib bahkan juga telah menggelar pertemuan di kantor desa yang difasilitasi Kades Sekongkang Bawah, SD S.IP.

Kemudian dipertegas kembali dengan pertemuan di Restoran Hotel Yoyo, Sekongkang Bawah, yang dihadiri Talib selaku pemilik asal tanah, ahli waris Toe, mantan Camat Sekongkang, Kapolsek Sekongkang, Kades Sekongkang Bawah dan para saksi.

Baca Juga  Nyabu, Belasan Orang Tertangkap Massal

Dalam pertemuan itu, Talib mengaku pernah menjual dua obyek tanah. Yaitu satu obyek seluas 50 are dalam bentuk tambak kepada Almarhum Toe pada Tahun 1997. Satu obyek lagi seluas 2 hektar berupa tanah kebun kepada Mustofa (eks karyawan PT NNT) pada Tahun 1993.

Setelah itu Talib tidak pernah menjual dua obyek itu kepada siapapun termasuk kepada Baharuddin Ladong selaku pihak yang mengklaim tanah tersebut. Pengakuan Talib diperkuat oleh Mustofa yang juga hadir dalam pertemuan tersebut. Mustofa yang kini tinggal di Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, mengaku pernah membeli tanah dari Talib. Tanah tersebut kemudian dijual kepada Baharuddin Ladong.

Mustofa mengaku cukup kaget jika belakangan Baharuddin Ladong justru menguasai lahan milik Toe, yang katanya lahan itu dibeli darinya. Tentu saja Mustofa dengan tegas membantahnya. Mustofa menegaskan tidak pernah menjual lahan orang lain apalagi lahan milik Toe kepada siapapun. Yang dia jual kepada Baharuddin Ladong adalah lahan miliknya sendiri.

Namun saat itu Kades SD meminta Nyonya Lusi untuk tidak lagi mempermasalahkan tanah yang telah dibangun Hotel Baha Baha. Kades akan memberikan Nyonya Lusi tanah pribadinya seluas 1 hektar yang berada di tengah perkampungan. Sikap Kades ini tentu saja menimbulkan kecurigaan. Sebab proses terbitnya sporadic atas nama Baharuddin Lodong di atas tanah milik Nyonya Lusi sudah pasti atas campur tangan pemerintah desa.

Nyonya Lusi menolak dengan tegas tawaran Kades dan tetap meminta haknya atas tanah itu. Karena prosesnya rumit, akhirnya Nyonya Lusi menghibahkan tanah 50 are seharga Rp 2 Milyar yang di atasnya berdiri Hotel Baha Baha itu kepada Kodim Sumbawa Barat. Hibah ini dilakukan agar dapat menyingkap adanya konspirasi terselubung dan siapa-siapa pihak yang terlibat.

Lahan Olat Mungut, Hingga OTT Kades 

Berikutnya, lahan milik Nyonya Lusi seluas 8 hektar lebih yang di lokasi Olat Mungut, jalan menuju Townsite PT Amman Mineral. Lahan itu dibeli dari 7 pemilik yaitu Samuden Kambo (10.000 M2), Sarapudin (5.000 M2), Ishak Master (15.000 M2), Sarapudin (16.000 M2), Ismail Master (23.000 M2), Mahdar (8.500 M2) dan A. Resat (8.000 M2).

Ketika hendak mengajukan pengurusan sporadic, oknum Kades, SD menyatakan bahwa tidak ada tanah milik Nyonya Lusi di lokasi tersebut. Menurut Kades, tanah itu sudah habis. Namun ketika Nyonya Lusi bertransaksi dengan seorang pengusaha yang hendak membeli sebagian lahan itu seluas 40 are, oknum Kades SD bersedia menjadi penghubung. Kades ini juga bersedia membuat sporadic atas lahan yang akan dibeli asalkan Nyonya Lusi memberikan tanah kepadanya sebagai imbalan seluas 2 are.

Proses transaksi pun terjadi, dan melalui oknum Kades ini pengusaha tersebut memberikan panjar sebesar Rp 50 juta kepada Nyonya Lusi. Tak hanya itu Nyonya Lusi juga menggunakan strategi lain untuk mengungkap akal bulus sang Kades. Nyonya Lusi pun meminta bantuan Sukardi untuk menguruskan sporadic lahan di Olat Mungut.

Sebagai imbalan Nyonya Lusi menjual tanah seluas 34 are kepada Sukardi dengan harga murah (Rp 185 juta). Sukardi dengan senang hati menerimanya karena lahan itu akan dijualnya kembali ke seorang pengusaha berinisial YN seharga Rp 400 juta. Dari transaksi dan pengurusan sporadic inilah oknum Kades SD meminta mahar sebesar Rp 100 juta, hingga akhirnya terjaring OTT Polres Sumbawa Barat.

“Semoga dengan tertangkapnya Kades Sekongkang Bawah ini, semakin menguak tabir praktek mafia tanah di Kabupaten Sumbawa Barat. Sebab aksi mereka sangat merugikan orang lain terutama investor,” harapnya. (SR)

 

 

 

rokok pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *