UU ASN Diyudicial Review
Sumbawa Besar, SR (05/06)
Kalangan birokrasi yang akan mencalonkan diri pada pemilihan kepala daerah bisa bernapas lega. Sebab ancaman terhadap mereka yang mencalonkan diri sebagai calon bupati/wakil bupati atau gubernur/wakil gubernur, harus mundur dari profesinya sebagai PNS, bakal tidak berlaku lagi. Hal ini menyusul dilakukannya yudicial review terhadap UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) belum lama ini.
Judicial review ini hanya mengharuskan kalangan PNS itu mundur dari jabatannya. Dengan adanya judicial review ini kalangan birokrasi yang nyaris ‘buang handuk’ terutama di Kabupaten Sumbawa untuk Pilkada 2015 mendatang, mulai bersemangat.
Dr Rahmat Hollyson, salah seorang inisiator yudicial review yang dihubungi Gaung NTB, Rabu (4/6) mengaku bersama 7 rekan PNS lainnya telah melakukan pengusulan yudicial review (uji materi) terhadap UU ASN tersebut terutama atas beberapa pasal, karena merasa didiskriminasi.
Perkara tersebut sudah terdaftar di MK dengan registrasi perkara No. 41/PUU-XII/2014, pokok perkara permohonan pengujian UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN pasal 119 dan 123 ayat (3).
Pasal yang dimohonkan untuk diuji-materilkan sebut Dr Rahmad yakni pasal 119 dan 123 ayat (3) yang intinya jika PNS mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan negara (presiden dan wakil presiden, ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota, mereka diwajibkan menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.
Menurut pegawai yang bekerja di Sekretariat DPD RI ini, akibat pemberlakuan UU ASN pasal 119 dan 123 ayat (3) tersebut, menimbulkan konsekuensi diskriminasi terhadap persamaan hak di depan hukum dan pemerintahan bagi PNS. Jika PNS mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan negara, mereka diwajibkan menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.
“Inilah yang menjadi pertanyaan mendasar bagi keberadaan profesi PNS. Mengapa mereka harus mengundurkan diri sejak pencalonannya. Ini sangat tidak adil dan melanggar HAM,” katanya beralasan.
Menyinggung proses persidangan, menurut Alumni STPDN 1995 yang juga seangkatan dengan Kabag Humas dan Protokol Setda Sumbawa itu, bahwa proses sidang pertama sudah berlangsung belum lama ini, sementara untuk sidang kedua ditunda karena ada sidang menyangkut Pilkada yang harus diutamakan. “Kita tunggu saja seperti apa hasil keputusan MK terhadap uji materi ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPU Sumbawa, Syukri Rahmat S.Ag yang dimintai tanggapannya, menyampaikan bahwa masalah tersebut tidak menjadi ranah KPU. Karena itu menjadi kewenangan dari pelaksanaan UU dan juga ranah dari PNS yang merasa memiliki hak untuk melakukan yudicial review. Namun apapun hasil atau keputusan MK, KPU Sumbawa siap menjalankan perintah UU. (*)