Imigrasi Sumbawa Ungkap Beragam Modus Perdagangan Orang, Imbau Waspada dan Edukasi Dini

oleh -604 Dilihat
Kasi Teknologi dan Informasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sumbawa Besar, Edy Heryady

SUMBAWA BESAR, samawarea.com (15 April 2025) – Maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia, termasuk di wilayah Sumbawa, disebabkan kurangnya edukasi dari pemerintah serta rendahnya pemahaman masyarakat tentang bahaya dan modus kejahatan ini. Karena itu menjadi tugas dan tanggung jawab bersama untuk memerangi kejahatan tersebut.

Hal tersebut disampaikan Kasi Teknologi dan Informasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sumbawa Besar, Edy Heryady saat memberikan materi dalam kegiatan Sosialisasi Program Desa Binaan Imigrasi, Selasa (15/4/2025).

Dalam paparannya, Edy mengungkapkan berbagai modus yang kerap digunakan pelaku TPPO untuk menjebak korbannya, terutama perempuan dan anak-anak. Modus yang digunakan antara lain menawarkan pekerjaan dengan penghasilan tinggi, memberikan fasilitas seperti telepon genggam atau pakaian menarik, hingga menjanjikan pernikahan dengan pasangan kaya atau hidup layak bersama pelaku.

“Para korban mudah terpedaya dengan janji-janji yang terdengar manis, padahal kenyataannya semua itu tidak pernah terealisasi,” ungkap Edy.

Baca Juga  Dinas Kominfo KSB Usulkan Bangun 3 Tower Ke Kementerian Kominfo

Ia menambahkan, dalam menjalankan aksinya, para pelaku biasanya memanfaatkan kondisi rentan korban, seperti kemiskinan, pengangguran, rendahnya pendidikan, dan budaya konsumtif. Selain itu, beberapa kebiasaan yang dianggap lumrah seperti praktik pelacuran, pernikahan dini, dan peran subordinat perempuan dalam keluarga juga menjadi faktor yang memperparah situasi. “TPPO semakin marak seiring dengan berkembangnya bisnis buruh migran yang kerap dijalankan secara non-prosedural,” ujarnya.

Untuk mencegah terjadinya TPPO, Imigrasi memiliki peran penting melalui mekanisme pendalaman wawancara saat pengajuan paspor. Selain itu, Imigrasi juga bekerja sama dengan instansi terkait seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) dalam verifikasi dokumen dan data pemohon. “Jika ditemukan indikasi kuat adanya niat bekerja secara ilegal di luar negeri, Imigrasi dapat menunda permohonan paspor hingga mencegah keberangkatan langsung di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI),” jelasnya.

Imigrasi juga aktif melakukan sosialisasi ke desa-desa melalui program desa binaan. Dalam program ini, pemerintah desa diberi pemahaman mengenai tugas mereka seperti menerima dan menyalurkan informasi terkait ketenagakerjaan, melakukan verifikasi dan pencatatan calon Pekerja Migran Indonesia (PMI), memfasilitasi pemenuhan syarat administrasi, hingga melakukan pemantauan keberangkatan dan pemulangan PMI.

Baca Juga  Mobil Terbalik, Dua Nyawa Melayang, Belasan Terluka

Edy juga mengingatkan tegas kepada para pelaku TPPO untuk menghentikan segala bentuk kejahatannya. Ia menyebutkan bahwa tindakan seperti perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, penyekapan hingga penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan eksploitasi, semuanya termasuk dalam ranah TPPO.

“Para pelaku dapat dijerat Pasal 1 hingga 6 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007, dengan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp120 juta hingga Rp600 juta,” tandasnya.

Dengan adanya edukasi dan pengawasan bersama, diharapkan masyarakat makin waspada dan mampu melindungi diri serta lingkungan dari ancaman perdagangan orang. (SR)

AMNT pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *