SUMBAWA BESAR, samawarea.com (2 Januari 2025) – Penyakit kusta yang sempat tereliminasi pada tahun 2015 di Kabupaten Sumbawa, kini muncul kembali. Kusta yang konon disebut sebagai penyakit kutukan ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.
Penyakit yang menyerang kulit, saraf, mata, serta saluran pernapasan atas ini kembali ditemukan sepanjang 2024 hingga Januari 2025. Dalam kurun waktu tersebut tercatat 134 warga Sumbawa terjangkit Kusta.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dan Lingkungan (P2PL), H. Syarif Hidayat, mengungkapkan bahwa kasus kusta ini tersebar di 24 kecamatan di Kabupaten Sumbawa.
Dari total 134 penderita, 24 orang mengalami kusta tipe Pausi Basiler (PB) atau kusta kering, sedangkan 110 orang lainnya menderita tipe Multi Basiler (MB) atau kusta basah.
Pasien terbanyak berasal dari Kecamatan Sumbawa, dengan 49 orang terdiagnosa kusta yang dalam penanganan Puskesmas Unit I dan 2, diikuti Kecamatan Badas 16 orang, dan Empang dengan 15 orang. Beberapa kecamatan lainnya seperti Moyo Hilir dan Moyo Hulu masing-masing 7 orang, Unter Iwis 6 orang, Alas dan Tarano masing-masing 5 orang.
Selanjutnya Plampang, Lape dan Utan masing-masing 4 orang. Sisanya Alas Barat 3, Lantung 3, Lenangguar 2, serta Lunyuk, Maronge, Rhee, dan Ropang masing-masing 1 orang.
Haji Syarif menjelaskan, terungkapnya kasus kusta ini dimulai saat para penderita datang untuk berobat di puskesmas. Dengan adanya pemeriksaan lebih lanjut oleh Dokter Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin, serta Spesialis Mikrobiologi, sejumlah penderita berhasil diidentifikasi.
“Dulu, pada tahun 2015, angka prevalensinya 1 per 10.000 penduduk. Sekarang, jauh lebih tinggi,” ujarnya.
Untuk mengendalikan penyebaran kusta, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa telah melakukan berbagai langkah, termasuk menggelar pelatihan peningkatan kompetensi bagi petugas kesehatan, baik dokter umum maupun petugas laboratorium di puskesmas.
Pelatihan ini bisa dilaksanakan setelah adanya dukungan anggaran dari pihak ketiga. Tapi pelatihan tidak berlangsung efektif karena hanya terlaksana satu hari mengingat keterbatasan anggaran yang ada. Efektifnya, pelatihan itu harus dilaksanakan 3-4 hari.
Ia mengaku sudah mengusulkan anggaran ke Pemerintah Daerah (Pemda) Sumbawa pada tahun 2024 lalu untuk melanjutkan pelatihan yang lebih mendalam. Namun usulan itu belum diakomodir. Haji Syarif pun berharap persoalan Kusta ini dapat menjadi perhatian serius.
Selain pelatihan, pihak Dinas Kesehatan juga turun langsung ke lapangan untuk melakukan penelusuran terhadap orang-orang yang berpotensi terinfeksi akibat kontak fisik maupun udara dengan penderita.
Penularan kusta, yang memerlukan kontak lama dengan penderita dan memiliki masa inkubasi hingga lima tahun, bisa dicegah dengan penggunaan masker dan pengobatan antibiotik.
“Penularan kusta hampir serupa dengan TBC yang dapat menular lewat udara. Karena itu, kami menganjurkan para penderita untuk memakai masker dan mengkonsumsi obat secara teratur untuk mencegah penyebaran lebih lanjut,” pungkas Haji Syarif. (SR)