Penulis : DEDY SUKREYADI, S.Sn., M.M.Inov. (Akademisi dan Praktisi Seni Musik)
Di era teknologi yang semakin maju, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai aspek kehidupan, termasuk industri kreatif. Salah satu fenomena menarik yang sedang berkembang pesat adalah penggunaan AI dalam menciptakan musik. Dari melodi sederhana hingga komposisi kompleks,
AI mampu menghasilkan karya yang menyerupai musik yang dibuat oleh manusia. Namun, di tengah antusiasme terhadap inovasi ini, muncul berbagai pertanyaan penting : Apakah musik yang diciptakan oleh AI dapat dianggap sebagai karya seni yang sejati ? Dan bagaimana kehadiran AI ini memengaruhi dunia musik serta peran musisi manusia di dalamnya ?
Dalam beberapa tahun terakhir, musik yang diciptakan dengan kecerdasan buatan (AI) telah menjadi fenomena yang menarik perhatian banyak kalangan. Dari menciptakan melodi otomatis menghasilkan komposisi yang menyerupai karya-karya klasik hingga mengisi suara penyanyi dalam sebuah karya berbentuk lagu. AI telah merambah dunia musik dengan cepat. Namun, munculnya musik yang diciptakan oleh mesin ini menimbulkan pertanyaan mendalam “Apakah ini sebuah inovasi yang memperluas cakrawala musik, atau justru ancaman bagi kreativitas dan peran manusia dalam seni?”
Di satu sisi, penggunaan AI dalam musik membuka peluang baru bagi para musisi dan pencipta. AI dapat membantu proses kreatif dengan memberikan saran, menghasilkan ide baru, atau bahkan menyelesaikan komposisi dalam hitungan detik. Ini sangat berguna bagi mereka yang mencari inspirasi atau menghadapi keterbatasan waktu. Selain itu, AI dapat menciptakan musik dalam skala yang sebelumnya sulit dibayangkan, memungkinkan kita untuk mendengarkan karya-karya yang belum pernah ada sebelumnya. Dalam konteks ini, AI bisa dianggap sebagai alat bantu yang mempercepat perkembangan industri musik dan memfasilitasi inovasi yang terus berkembang.
Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa musik yang diciptakan oleh AI dapat mereduksi elemen emosional dan humanis dari sebuah karya. Musik bukan hanya soal susunan nada yang harmonis, melainkan juga sarana untuk mengekspresikan perasaan, pengalaman, dan identitas manusia. Ketika sebuah komposisi dihasilkan oleh algoritma, ada risiko kehilangan sentuhan pribadi yang biasanya ditanamkan oleh seorang seniman, karena dalam dunia seni musik, para ahli menyepakati bahwa sebuah karya musik itu mempunyai soul atau jiwanya sendiri.
Adanya pernyataan jiwa dalam musik merupakan sarana untuk mengekspresikan jiwa dari penciptanya dan Ketika sebuah karya musik kehilangan jiwanya maka pesan yang terkandung dalam karya tersebut akan susah di sampaikan kepada penikmatnya. Bahkan akan gagal menyentuh hati penikmatnya. Lebih jauh, AI dapat menggeser peran musisi dan komposer manusia, menciptakan ketidakpastian tentang masa depan profesi di dunia seni musik.
Selain itu, pertanyaan soal orisinalitas juga muncul. Jika sebuah lagu diciptakan oleh AI dengan referensi data dari jutaan karya musik yang ada sebelumnya, apakah lagu tersebut bisa dianggap sebagai karya seni yang orisinal ? Atau, apakah AI hanya menghasilkan variasi dari apa yang telah ada, tanpa benar-benar menciptakan sesuatu yang baru?
Pada akhirnya, musik yang diciptakan dengan AI adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, AI menawarkan alat dan cara baru untuk menciptakan musik, membuka peluang bagi inovasi yang menakjubkan. Di sisi lain, penting bagi kita untuk tetap menjaga keseimbangan agar peran manusia dalam seni tidak tergantikan sepenuhnya oleh mesin.
Mungkin, solusi terbaik adalah melihat AI sebagai mitra untuk para Komposer, Arranger, Musisi, pencipta lagu dan seniman lainnya dalam menciptakan musik, bukan sebagai pengganti, karena AI dapat membantu dalam berbagai proses, seperti mempermudah produksi, memberikan inspirasi baru, atau menyederhanakan pekerjaan teknis yang memakan waktu, namun esensi dari musik sejatinya terletak pada sentuhan emosi dan pengalaman manusia yang unik.
Kreativitas manusia adalah hal yang tak tergantikan. ia berasal dari perasaan, interpretasi, dan pemahaman akan dunia yang tak dapat diukur oleh algoritma. Oleh karena itu, AI harus dilihat sebagai alat pendukung, bukan sebagai pengganti, dalam perjalanan menciptakan karya seni musik yang penuh makna. sehingga kita bisa menggabungkan kecerdasan buatan dengan keindahan, emosi, dan kedalaman yang hanya bisa diberikan oleh manusia.
“A time will come, music has lost its soul… It’s all so disposable nowadays. No one dares to be different. It’s become too safe, too predictable.” (Freddie Mercury)
Akan tiba masanya, musik telah kehilangan “jiwa” karena terlalu aman dan dapat dibuang dengan mudah, tanpa adanya upaya untuk berbeda atau orisinalitas yang kuat. (Freddie Mercury)