SUMBAWA BESAR, samawarea.com (11 Juni 2024) – Tim Kuasa Hukum Nyonya Lusi, Adhar SH MH menilai keterangan saksi ahli yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi NTB pada persidangan kasus “Sumber Elektronik” di PN Sumbawa, Selasa (11/6), ambigu dan membingungkan. Selain itu pendapat ahli hukum tersebut tidak obyektif, tidak menggunakan hati nurani dan tidak sesuai dengan keilmuannya.
Untuk diketahui, Tim JPU Kejaksaan Tinggi NTB, Hendra S.SH dan Rika Ekayanti SH menghadirkan Guru Besar Ahli Hukum Perdata Universitas Mataram (UNRAM), Prof. Dr. Djumadi SH., M.Hum, sebagai saksi ahli. Sidang yang berlangsung selama dua jam ini dipimpin Ketua Majelis Hakim, John Michel Leuwol SH.
Penilaian ini ungkap Adhar yang didampingi Safran SH MH, MH, Taufikurrahman SH., M.Hum, dan Muhammad Arif SH dari Kantor Hukum Sambo Law Firm, ketika ahli memberikan pendapatnya mengenai anak angkat yang bisa dijadikan ahli waris atau bisa mewarisi hak dari pewaris.
Menurut saksi ahli, anak angkat secara otomatis menjadi ahli waris ayah angkatnya (Almarhum Slamet Riyadi Kuantanaya) yang sudah meninggal dunia. Seharusnya kata Adhar, anak angkat tidak bisa menjadi ahli waris. Secara hukum perdata, ahli waris itu memiliki hubungan sedarah dengan ahli waris pewaris. Ketika pewaris tidak memiliki anak kandung dan telah bercerai dengan istrinya, maka ahli warisnya adalah orang tua. Ketika tidak memiliki orang tua, maka ahli warisnya adalah saudara kandung, bukan anak angkat.
Artinya, apa yang dilakukan terdakwa, karena berposisi sebagai saudara kandung almarhum selaku pewaris, dengan mengelola Toko Sumber Elektronik untuk melanjutkan usaha almarhum guna melunasi hutang bank yang ditinggalkan oleh mantan istri almarhum (Ang San San).
“Dalam keterangan saksi ahli mengatakan anak angkat menjadi ahli waris, itu sangat keliru. Selain tidak ada dokumen apapun yang menunjukkan atau menyebutkan anak angkat (Veronika Anastasia) sebagai ahli waris almarhum. Sebab anak angkat itu memiliki hubungan keperdataan dengan ibu kandungnya (Ang San San) bukan dengan ayah angkatnya (Almarhum Slamet Riyadi). Penetapan pengadilan hanya pengangkatan anak bukan penetapan sebagai ahli waris,” jelas Adhar.
Saksi ahli di awal keterangannya menyebutkan bahwa terdakwa Lusy berhak atas asset Sumber Elektronik karena ahli waris langsung dari almarhum. Namun di penghujung sidang ketika kembali ditanya hal yang sama oleh kuasa hukum, saksi ahli ini memberikan jawaban kontradiktif dengan menyatakan yang berhak Ang San San mantan istri almarhum.
Demikian dengan keterangan saksi ahli yang mengatakan bahwa untuk penentuan hak atas harta Sumber Elektronik, harus melalui putusan perdata. Tapi pada saat yang sama, saksi ahli ini menyebutkan bahwa yang berhak atas harta Sumber Elektronik adalah Ang San San, padahal belum ada putusan perdata atas penentuan hak tersebut.
“Saksi mengatakan penentuan hak harus melalui putusan perdata, tapi Saksi ahli itu juga yang menyimpulkan bahwa Ang San San berhak atas harta itu meski belum ada putusan perdata. Ini kan membingungkan. Memberikan pendapat berbeda pada peristiwa dan obyek yang sama,” sesalnya.
Di satu sisi saksi ahli mengatakan terdakwa berhak atas harta Sumber Elektronik, tapi di sisi lain saksi menilai tindakan terdakwa mengelola harta yang menjadi bagian dari haknya adalah perbuatan tindak pidana. “Ini pendapat aneh dan ambigu,” imbuhnya.
Seharusnya sambung Adhar, dalam yurisprudensi itu harus diselesaikan terlebih dahulu proses perdatanya untuk penentuan hak, setelah itu baru diproses pidananya.
“Bagaimana mau memproses pidana ketika belum ditentukan siapa yang berhak atas harta itu. Saya juga bertanya, bagaimana kalau dibalik ketika Ang San San yang mengelola Sumber Elektronik apakah ini juga bisa dipidana ? tapi saksi ahli ini tidak menjawab dengan alasan ada ahli pidana yang akan menjelaskan nanti,” katanya.
Adhar menyesalkan pendapat saksi ahli yang diajukan JPU karena telah menyimpulkan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana yang sempurna. Padahal dalam keterangannya di persidangan sangat kontradiktif. Saksi ahli ini akan mempertanggungjawabkan keterangannya bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat, sebab pendapatnya telah menyebabkan terdakwa masuk penjara atas tuduhan penggelapan yang tidak dilakukan.
Sementara Ketua Majelis Hakim, John Michel Leuwol SH menegaskan bahwa pendapat ahli yang disampaikan dalam persidangan bisa digunakan dan bisa juga tidak digunakan dalam pertimbangan. “Silakan kuasa hukum terdakwa memberikan tanggapan dalam pembelaannya nanti,” tutup hakim seraya menunda sidang pada Rabu (12/6) besok untuk kembali menghadirkan dua saksi ahli yang diajukan JPU. (SR)