Pemilik SHM Tanah Kantor Camat Alas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

oleh -121 Dilihat

SUMBAWA—Lalu Ahmad Yamin—selaku pemegang sertifikat hak milik lahan di Kantor Camat Alas, mengungkap sejumlah kejanggalan atas penerbitan sertifikat hak pakai yang dikantongi Pemda Sumbawa sebagai dasar penguasaan lahan setempat. Sejumlah kejanggalan ini diungkap saat hearing kedua yang kembali difasilitasi Komisi I DPRD Kabupaten Sumbawa, Senin (27/12).

Hearing yang dipimpin Ketua Komisi I, Syaifullah S.Pd didampingi anggota, Cecep Lisbano S.IP., M.Si, Hasanuddin, dan M. Nur S.Pd.I ini dihadiri kedua belah pihak. Pemda Sumbawa diwakili Asisten Sekda, I Ketut Sumadi Artha SH, Kabag Aset Ishak Sulaiman beserta staf, dan Surbini SE., M.Si. Kemudian perwakilan Lalu Ahmad Yamin di antaranya Fauzan Yamin, Biawan Patorang, Lita Langkang, Iriana Langkang, dan Aan. Selain itu Sahrul utusan BPN Sumbawa.

Dalam kesempatan itu, Fauzan menyebutkan kejanggalan ini mulai terungkap dari adanya titik terang keterangan dalam warkah mengenai asal perolehan obyek dimaksud oleh Pemda Sumbawa.

Sesuai warkah dari Kantor BPN Sumbawa menerangkan bahwa pihak Pemda Sumbawa menyatakan sebidang tanah obyek sengketa tersebut dimiliki sejak Tahun 1977 melalui pembebasan. Namun dokumen atau bukti adanya pembebasan sudah tidak ditemukan lagi. Ini berdasarkan surat pernyataan Ibrahim Fattah selaku pihak yang menandatangani surat pernyataan tersebut sekaligus bertindak mewakili Pemda Sumbawa. “Surat pernyataan inilah yang menjadi pangkal masalah,” tegasnya.

Menurutnya, Surat Pernyataan yang dibuat oleh Ibrahim Fattah menjadi dokumen pengganti asal perolehan tanah. Tentunya Surat Pernyataan tersebut harus melalui tahapan yang sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Pertanyaannya apakah pembuatan surat pernyataan dimaksud telah memenuhi syarat-syarat dapat terbitnya sebuah surat pernyataan. Karena secara umum sebuah surat pernyataan mempunyai akibat dan dampak hukum baik langsung maupun tidak langsung,” ujarnya.

Apabila isi atau keterangan surat pernyataan tersebut tidak benar alias palsu maka berkonsekwensi hukum baik pidana maupun perdata.

rokok

“Harusnya surat pernyataan itu dilengkapi dengan dokumen pelengkap atau menguatkan isi surat pernyataan yang dapat dipertanggung-jawabkan di hadapan hukum bukan sekedar memenuhi salah satu kelengkapan dokumen dalam mengajukan permohonan penerbitan sertifikat, maka tentu saja dalam hal ini pertanyaan yang mendasar adalah apa yang menjadi dasar pembuatan surat pernyataan tersebut, tentunya harus dibuktikan oleh Pemda Sumbawa adalah suatu fakta hukum baik berupa dokumen atau keterangan dari orang-orang yang mengetahui, mengalami, atau ikut terlibat dalam pembebasan lahan ini,” paparnya.

Apabila tidak dapat dibuktikan kebenaran isinya sambungnya, maka telah terjadi tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHPidana.

“Secara pidana, pembuat dan yang menandatangani surat pernyataan harus dapat membuktikan fakta hukum adanya pembebasan lahan, karena dalam surat penyataan itu menyatakan dengan tegas dokumen mengenai pembebasan tersebut hilang dan tidak ditemukan. Harus ada bukti hukum lain yang menjadi alasan pembenar isi surat pernyataan itu. Secara hukum pidana harus ada saksi yang menerangkan adanya pembebasan lahan ini,” paparnya.

Ketika tidak ada bukti yang menguatkan isi surat pernyataan itu, patut diduga telah terjadi tindak pidana pemalsuan dalam pembuatan surat pernyataan tersebut. “Bukan surat pernyataan yang palsu, tetapi isi atau keterangan dalam surat pernyataan yang menerangkan tentang adanya pembebasan lahan itulah yang palsu,” imbuhnya.

Selain surat pernyataan, Indra juga melihat kejanggalan lain dari denah gambar dalam Sertifikat Hak Pakai No. 12 Tahun 2005 yang dikantongi Pemda Sumbawa khususnya batas obyek yang diajukan permohonan penerbitan sertifikat. Batas-batasnya, sebelah utara berbatasan dengan PLN, selatan dengan Dinas Perkebunan, timur dengan Jalan Raya Alas–Sumbawa, dan sebelah barat berbatasan dengan Mahni.

Baca Juga  Seorang Mahasiswi Tertipu Belanja Online

Namun secara fakta lapangan, obyek yang diakui dalam sertifikat tersebut adalah sebelah utara tetap berbatasan dengan PLN, selatan sekarang berbatasan dengan lahan kosong (tidak terdapat Dinas Perkebunan) yang dimiliki Hadiatullah (membeli dari Lalu Ahmad Yamin) dan di sebelah Hadiatullah milik Rudiayanto (membeli dari Lalu Ahmad Yamin dengan bentuk tanah Letter L). Sebelah timur tetap berbatasan dengan Jalan Raya Alas–Sumbawa, dan sebelah barat sekarang berbatasan dengan lahan kosong milik Rusdiyanto.

“Ini bisa saja terjadi dan lumrah ada perbedaan antara fakta di lapangan dengan denah yang terdapat dalam sertifikat. Ini wajar dalam suatu sistem administrasi yang dapat saja terjadi perubahan, akan tetapi tentu saja ada sebuah kronologi yang menyebabkan hal itu terjadi dan yang paling mendekati kebenaran adalah perubahan itu terjadi karena ada pelepasan aset milik Pemda Sumbawa dimana lahan Dinas Perkebunan itu dilepaskan sebagai aset Pemda Sumbawa kepada saudari Hadiatullah. Pertanyaan yang memerlukan jawaban dari Pemda Sumbawa adalah pernahkan terjadi pelepasan aset tersebut ? Kami meyakini dan berani mengatakan bahwa pelepasan aset milik Pemda Sumbawa kepada Saudara Hadiatullah tidak pernah terjadi,” bebernya.

Keyakinan ini ungkapnya, karena mereka memiliki landasan yang kuat. Bahwa Hadiyatullah memperoleh lahan tersebut dari Lalu Ahmad Yamin. Selanjutnya Hadiyatullah telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas obyek yang di dalam Sertifikat Hak Pakai No. 12 Tahun 2005 tertera Dinas Perkebunan.

Pelepasan hak milik pemerintah khususnya Pemda Sumbawa tidak semudah membalikkan telapak tangan yang tentunya melalui mekanisme dan tahapan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku tentang pelepasan hak. “Dari uraian itu, sangat jelas terhadap Sertifikat Hak Pakai No. 12 Tahun 2005 atas mana Pemda Sumbawa, cacat hukum,” tegasnya.

Indra tidak membantah bahwa sertifikat adalah akta otentik yang dikeluarkan pihak berwenang yang mempunyai kekuatan pembuktian terkuat dari semua alat bukti surat sebagai pegangan alas hak. Pastinya sertifikat harus sempurna atau tidak boleh cacat. Apabila ada yang cacat, pasti ada konsekwensi hukum yang terjadi.

“Kami tegaskan sekali lagi, Sertifikat Hak Pakai No. 12 Tahun 2005 sebagai alas hak Pemda terdapat perbedaan mengenai denah gambar dalam sertifikat dengan fakta atau kenyataan fisik di lapangan yaitu batas sebelah selatan adalah Dinas Perkebunan. Sementara tidak ada Dinas Perkebunan di sebelah selatan Kantor Camat Alas. Demikian juga batas sebelah barat apakah benar Mahni ? Karena itu Sertifikat Hak Pakai No. 12 tahun 2005 tersebut obyeknya bukan di lokasi yang sekarang karena batas sebelah selatan dan sebagian batas sebelah barat tidak sesuai, sehingga dengan ada ketidak sesuaian antara fakta dan data. Tentunya yang dijadikan patokan adalah fakta, karena secara harfiah data itu dibuat untuk mendukung fakta,” urainya.

Terhadap dua kejanggalan itu, Sertifikat Hak Pakai No. 12 tahun 2005 atas nama Pemda Sumbawa adalah cacat hukum. Karena cacat hukum, secara hukum sertifikat tersebut batal demi hukum. Dengan status cacat bahkan batal demi hukum maka secara hukum Pemda Sumbawa tidak mempunyai alas hak untuk menguasai, menempati serta memiliki obyek tersebut. Untuk itu demi tegaknya supremasi hukum, Pemda Sumbawa harus bersedia keluar dari lokasi dimaksud.

Jika Pemda Sumbawa tetap bertahan dengan pendiriannya untuk berada di lokasi itu sedangkan secara alas hak yang dimiliki terdapat kejanggalan sehingga alas hak tersebut cacat di mata hukum maka pihaknya akan melakukan tindakan penyegelan Kantor Camat Alas sampai ada penyelesaian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Baca Juga  DAK Ditarik, Proyek Fisik di Dinas PUPR Sumbawa Batal Dikerjakan

Tanggapan Pemda Sumbawa

Kabag Aset Setda Sumbawa, Ishak Sulaiman menyatakan tetap berpegang pada sertifikat hak pakai yang telah ada. Mengenai bagaimana proses sertifikat itu terbit, diluar sepengetahuannya dan mereka tidak mengetahuinya secara pasti. “Kami tetap berprinsip bahwa tanah Kantor Camat Alas sudah bersertifikat, karena pada tahun 2005 saat proses dan terbitnya sertifikat hak pakai atas nama Pemda, bukan ketika generasi kami. Jadi kami tidak tau bagaimana prosesnya apakah hibah, jual beli dan siapa saksinya,” aku Ishak.

Sebenarnya  yang mengetahui persoalan itu sebut Ishak, adalah Ibrahim Fattah, yang merupakan pihak yang terlibat dalam pembebasan tanah sekaligus yang membuat surat pernyataan menyatakan dokumen pembebasan hilang, tidak ditemukan lagi. “Pak Ibrahim Fattah sudah kita undang, bahkan kami sempat jemput ke rumahnya tapi yang bersangkutan sudah tidak ada,” kata Ishak.

Kabid Pengadaan Tanah Dinas Perkim Sumbawa, Surbini SE., M.Si mengatakan, kedua pihak (Pemda maupun Lalu Ahmad Yamin) sama-sama memegang sertifikat di obyek yang sama. Menurut UU Pengadaan Tanah, ini masuk tanah dalam persengketaan. Untuk memastikan status milik tanah itu, tentunya berdasarkan perintah pengadilan atas putusan yang bersifat inkrach.

Sementara Camat Alas, M. Lutfi Makki S.Pd., M.Si sangat menghargai upaya yang ditempuh warganya untuk mendapatkan haknya. Ia menilai upaya hearing yang ditempuh untuk mencari solusi dan kejelasan adalah cara-cara elegan. Tentu hasilnya nanti diserahkan ke regulasi dan fakta hukum yang ada. “Terus terang kami tidak pegang dokumen. Kami jadi camat ketika kantor itu sudah lama ada,” ujarnya.

Staf Ahli Bupati Sumbawa, Ketut Sumadi Artha SH., MH mempersilakan Lalu Ahmad Yamin untuk menempuh upaya hukum atas lahan Kantor Camat Alas. Selain pidana, Ahmad Yamin dan keluarga juga dapat menempuh gugatan perdata. Menurut Ketut—akrab mantan Kabag Hukum Setda Sumbawa disapa, tidak serta sertifikat hak pakai yang dikantongi Pemda atas lahan Kantor Camat Alas itu terbit, pasti ada proses dan dokumen yang menyertainya. “Saya memang tidak tau persis karena kami ini PNS era-90-an. Tapi sejak saya di Sumbawa Tahun 1994, Kantor Camat Alas itu sudah berdiri,” ungkapnya.

Mengenai langkah pidana yang akan ditempuh kubu Lalu Ahmad Yamin atas dugaan memberi keterangan palsu dalam proses penerbitan sertifikat, jika terbukti, tidak serta merta menyatakan sertifikat tersebut cacat hukum. Sanksi pidana itu untuk menghukum orang, bukan menyatakan sertifikat ini cacat hukum, karena berada di ranah yang berbeda. Untuk menguji sertifikat itu harus melalui PTUN. Sebab sertifikat merupakan produk tata usaha negara. “Secacat apapun sebuah produk harus melalui putusan pengadilan,” tandasnya.

Sahrul dari BPN Sumbawa membenarkan telah menyerahkan warkah tanah itu kepada DPRD. Dalam warkah menyebutkan sebidang tanah obyek sengketa tersebut dikuasai Pemda Sumbawa sejak Tahun 1977 melalui pembebasan. Namun dokumen atau bukti adanya pembebasan sudah tidak ditemukan lagi. berdasarkan surat pernyataan Ibrahim Fattah selaku pihak yang menandatangani surat pernyataan.

Kemudian mengenai batas tanah dan memastikan apakah terjadi sertifikat tumpang tindih atau tidak harus dilakukan rekonstruksi batas. “Setelah kita cek lapangan dan rekonstruksi barulah kita bisa menyimpulkan,” tandasnya.

Ketua Komisi I DPRD Sumbawa, Syaifullah S.Pd sepakat untuk dilakukan rekonstruksi. Selain itu meminta Pemda melakukan penelusuran siapa-siapa yang terlibat proses pembebasan lahan kantor Camat Alas. “Kita ingin masalah ini terang benderang dan pastinya ada solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak,” demikian Politisi PKS ini. (SR)

rokok pilkada mahkota NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *