SUMBAWA BESAR, samawarea.com (14 Februari 2025) – Senam sehat, pembagian dooprize, dan menanam pohon mewarnai semaraknya Launching “Living Laboratory on Blue Economy and Climate Actions” di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), tepatnya, Ruang Publik Ekonomi Kreatif (RPK), Jumat (14/2/25).
Diikuti ratusan dosen dan mahasiswa, launching dan penanaman pohon tersebut ditandai dengan pelepasan Burung Merpati oleh Rektor dan Wakil Rektor UTS. Launching Living Laboratory ini meruapakan yang pertama di NTB. Hal ini semakin memposisikan UTS sebagai kampus teknologi yang mencintai bumi.
Rektor Universitas Teknologi Sumbawa, Hj Niken Saptarini Zulkieflimanayah, M.Sc mengatakan, bahwa kegiatan ini merupakan gerakan bersama dalam menjaga lingkungan. Dengan gerakan ini Ia ingin UTS dapat lebih berperan dalam menjaga bumi, menggerakkan semua pihak untuk berkonstribusi bagi lingkungan.
Saat ini perkembangan global terus bergeliat. Civitas akademika UTS harus terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjaga budi pekerti dan terus mengasah kecerdasan serta tetap melahirkan inovasi yang bermanfaat bagi alam semesta.
“UTS harus tetap memproklamorkan diri sebagai kampus terbaik di daerah ini yang tak akan pernah berhenti untuk berinovasi dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta menjadi tempat aman yang menyenangkan untuk tumbuh utuh sebagai manusia yang bermanfaat bagi semesta alam,” ujarnya saat memberikan sambutan.
UTS sebut Hj Niken, tercatat sebagai kampus terdepan dalam pengolahan energi terbarukan. Kampus yang berlokasi di kaki Bukit Olat Maras tersebut memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu. Sebagai upaya untuk mengurangi sampah yang merusak bumi.
Dengan dilaunchingnya Living Laboratory ini akan menjadi pemicu bagi dosen, mahasiswa maupun masyarakat sekitar untuk lebih memberikan perhatiannya terhadap lingkungan.
Kami berharap civitas akademika UTS menjadi pioner dan terdepan dalam menjaga lingkungan melalui kegiatan penelitian atau riset-riset yang mengarah pada keberlanjutan program ini. Kita harus menjadi orang orang yang peduli, dengan memulai hal-hal kecil sebagai konstribusi untuk bumi yang lebih baik. Jangan sampai kita mewariskan bumi yang rusak untuk anak cucu kita di masa mendatang,” tandasnya.
Sementara Direktur Living Laboratory UTS, Eri Sofiatry S.S, M.Sc menjelaskan bahwa “Living Laboratory on Blue Economy and Climate Actions” adalah suatu inisiatif yang berfokus pada pemanfaatan konsep ekonomi biru (blue economy) dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Dalam konsep ini, suatu wilayah dapat dijadikan sebagai laboratorium hidup untuk eksperimen dan implementasi solusi yang berkaitan dengan kelestarian sumber daya laut dan pesisir, serta untuk memitigasi dampak perubahan iklim.
Blue economy sendiri adalah model ekonomi yang berfokus pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk mendukung pembangunan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Sedangkan Climate Actions (tindakan iklim) merujuk pada upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim, baik melalui mitigasi (pencegahan) atau adaptasi (penyesuaian).
Melalui Living Laboratory ini, Erik—sapaan akrabnya berharap berbagai pihak termasuk pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan akademis, dapat berkolaborasi untuk menciptakan solusi berbasis riset dan inovasi yang diterapkan langsung di lapangan untuk mendukung ekonomi biru dan upaya mitigasi perubahan iklim.
Sebenarnya diakui Erik yang juga Direktur Kerjasama Luar Negeri UTS, program yang mengarah ke Living Laboratory sudah ada sejak lama. Misalnya tahun 2024 lalu, sekitar 300 mahasiswa dari Singapura bergelombang datang ke Sumbawa untuk belajar.
Salah satunya yang ingin diketahui mahasiswa luar negeri itu bagaimana peran anak muda dalam menjadi pemimpin atau penggerak dalam pengelolaan lingkungan. Bagaimana alumni UTS membangun system dan minat pada pengembangan ekowisata seperti yang dilakukan Robby Sahrullah dengan ekowisata Marente-nya. “Inilah di antara tujuan living laboratory sebagai pemantik agar kebiasaan-kebiasaan ini berkelanjutan,” pungkasnya. (SR)