Oleh: Iwan Febryanto
Mengubah keadaan sosial ekonomi masyarakat miskin membutuhkan strategi perencanaan dan pelaksanaan yang baik. Selain itu diperlukan juga cara monitoring dan evaluasi yang tepat untuk menunjukkan secara obyektif kemajuan, kekurangan dan kesalahan pelaksanaan program. Melalui monitoring dan evaluasi mingguan, bulanan dan tahunan akan diukur hasil dan dampak secara cepat dan baik. Secara makroskopik pada level negara umumnya melalui kebijakan, regulasi, pembiayaan dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Namun perubahan dan kemajuan keberdayaan masyarakat juga dapat dihasilkan dari level desa atau kelompok sosial kecil
namun dengan spirit global dan nilai-nilai universal.
Dari 714.000 desa di Indonesia, penulis meyakini setiap desa memiliki potensi untuk mencapai keswadayaan dan kemandirian. Melalui keberadaan Puskesos di desa kita dapat melacak potensi yang ada, nilai-nilai sosial budaya dan ekonomi desa untuk dikerahkan mencapai hidup sejahera, makmur dan adil secara swadaya dan mandiri. Salah satu desa di dunia yang sukses mengubah wajah kemiskinan menjadi kemakmuran adalah desa Seamaul Undong di Korea selatan.
Bagaimana desa ini berubah menuju kesejahteraan? Bagaimana gerakan Seamaul Undong menjadi best of the best practice? Bagaimana Seamaul Undong menjadi gerakan nasional dan gobal?
Belajar dari Gerakan Saemaul Undong di Korea Selatan
Desa Saemaul Undong di Korea selatan merupakan salah satu contoh terbaik di dunia mengenai desa yang hidup miskin, terbelakang kemudian berubah menjadi desa maju sejahtera dan mandiri hingga masuk dalam UNESCO, world memory of heritage register. Tahun 1945 Korea selatan merdeka dari jajahan Jepang bersamaan dengan kemerdekaan Indonesia. Namun Korea masih dilanda perang saudara antara Korea utara dan Korea Selatan. Perang saudara selama 5 tahun menghancurkan seluruh infrastruktur Korea dan menjadikan Korea sebagai penerima bantuan PBB dan negara lain. Setelah terjadi perdamaian Korea terbelah dan dibagi menjadi 2 negara, Korea Selatan ibukota Seoul dan Korea Utara ibukota Pyongyang berhaluan Komunis.
Tahun 1950 ekonomi Korea selatan maupun Korea utara hancur, GDP sangat rendah hanya 78 U$D. Sekitar 75% penduduknya hidup miskin dan sangat menderita (lihat video Saemaul Undong di Korea selatan di channel Youtube). Korea selatan membangun negaranya melalui strategi industrialisasi, investasi pendidikan 20% APBN mulai tahun 1971, mengirim mahasiswa belajar teknologi keluar negeri. Gerakan Saemaul Undong secara spesifik mengutamakan Kerajinan (diligence), Keswadayaan (selp-help) dan Kerjasama (collaboration). Tahun 1971 dan sebelumnya desa Saemaul Undong berulang kali dilanda bencana banjir bandang, menggugah Presiden Park Jung Hwee membangun desa di Busan itu untuk fokus membangun kanal, jalan, irigasi dan sistem industrialisasi yang mampu meningkatkan produktivitas masyarakat, ramah lingkungan, pertanian yang tangguh, swasembada pangan dan modernisasi desa.
Gerakan Saemaul Undong dikembangkan di lebih 16.000 desa dan sukses dengan cepat mendongkrak kemajuan ekonomi Korea selatan. Gerakan Saemaul Undong menjadi gerakan nasional dan dikembangkan ke kota-kota di Korea selatan. Hasilnya menakjubkan bahwa tahun 1985 Ekonomi Korea selatan naik dengan GDP 11.000 USD.
Perusahaan Korea selatan merambah dunia, produk Daewoo mulai di ekspor, mobil Korea Selatan dipamerkan di Jerman. Tahun 1996 saat ekonomi ASEAN krisis dan terpuruk, perekonomian Korea Selatan mencapai puncaknya dengan GDP 21.000 USD setara Jepang dan negara Eropa barat. Produk Korea selatan menguasai dunia, perusahaan Daewoo, Samsung dan lainnya memasuki Eropa, Timur tengah, Afrika dan Asia. Korea
Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002. Musik, film dan drama Korea mengglobal dan diminati diberbagai negara. Korea selatan menjelma menjadi negara donor yang memberikan bantuan keuangan dan teknologi kepada negara-negara lain di dunia.
Jika tahun 1971 Korea selatan menjadi negara penerima bantuan maka tahun 1996 PBB dan WHO mengumumkan bahwa Korea selatan telah menjadi negara Donor dan siap investasikan modalnya di negara lain didunia. Gerakan Saemaul Undong telah mengubah Korea selatan dalam kehidupan sosial menjadi negara dengan etos kerja tinggi dan capai kesejahteraan, kehidupan ekonomi dengan produktivitas tinggi dan kemampuan inovasi teknik yang tinggi, kehidupan budaya dan seni, film, musik Korea yang modern dan canggih mengglobal.
Gerakan Saemaul Undong menjadi inspirasi gerakan global dan nilai-nilai global. Sebuah gerakan yang dimulai dari desa miskin menjelma menjadi desa sejahtera, mandiri dan swadaya. Gerakan Saemaul Undong diduplikasi didesa-desa lain seluruh dunia dan menjadi pelajaran berharga di Ruwanda, Laos, Amerika latin, Vietnam dan negara lainnya.
Kini gerakan Saemaul Undong dikembangkan di Indonesia, tepatnya di sebuah desa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Saemaul Undong juga telah lama digerakkan di negara Afrika dan Asia selatan, Gerakan ini telah mengubah keadaan, mengubah kehidupan masyarakat miskin menuju sejahtera dan makmur dalam kebersamaan dan solidaritas yang kuat. Di India dikenal gerakan sosial ekologis “Santyniktan” dan di Tibet dikenal gerakan “Sarvodaya”. Perbedaannya Saemaul Undong nilai-nilai gerakan ditransformasikan dalam kegiatan industri dan pembangunan Korea Selatan secara total dan menyeluruh.
Desa-desa potensial swadaya dan mandiri di Indonesia
Berdasarkan Permendagri No.137 tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, terdapat 416 kabupaten, 98 kota, 7.094 kecamatan, 8.490 kelurahan, dan 74.957 desa di Indonesia. Idealnya diperlukan 83.000 Pusat kesejahteraan sosial dengan nilai-nilai kerajinan, kemandirian dan kerjasama sesuai semangat Saemaul Undong. Kepemimpinan desa sangat penting, demikian pula kepemimpinan daerah dan nasional.
Korea Selatan yang kondisi sumberdaya alamnya miskin, dilanda perang saudara dan perpecahan. Situasi terpuruk melahirkan kepemimpinan yang baik dan progresif mampu membangun dan mengubah kondisi negaranya. Seharusnya Indonesia juga mampu dibangun secara swadaya dan mandiri. Melalui Puskesos didesa dan kelurahan dapat digerakkan nilai-nilai kerajinan, keswadayaan dan kerjasama. Disinilah kemauan pemimpin khususnya Presiden dan masyarakat diukur, mau atau tidak?
Penulis meyakini bahwa setiap desa memiliki potensi untuk tumbuh berkembang meningkatkan produktivitas, kerjasama, soliditas, dan saling tolong menolong. Tantangannnya ada pada kepemimpinan kepala desa, camat, Bupati, Gubernur bahkan Presiden. Adakah presiden kita sekelas dengan Park Jung Hwee Korea selatan? Jung
Hwee membangun dalam kepedihan, penderitaan untuk rakyat Korea selama 20 tahun sukses memperbaiki ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya. Park memberikan dedikasi untuk negara dan bangsanya, bukan membangun perusahaan keluarga, apalagi dinasti politik keluarga. Park membangun masyarakat, bangsa dan kesuksesan teknologi serta kemajuan ekonomi dengan mengerakkan nilai-nilai martabat diri, kepercayaan diri, kerjasama, etos kerja rajin dan menghemat.
Mengubah desa mengubah keadaan
Di Indonesia tahun 1945-1967 adalah era orde lama, suatu era kepemimpinan politik dan fokus pada penataan politik paska kemerdekaan. Selama 2 dekade kondisi ekonomi masih memburuk dan tingkat kesejahteraan yang rendah. Tahun 1968-1997 era orde baru suatu era kepemimpinan yang sama dengan Korea selatan dibawah Park Jung Hwee. Sebagaimana catatan statistik ekonomi kedua negara bahwa GDP Korea selatan capai 18.000 US$/tahun, sementara Indonesia hanya capai 4000US$/tahun di tahun 1998. Kini tahun 2020 GDP Indonesia hanya capai 4,174 US$ sementara Korea selatan berada dalam urutan ke10 negara berpendapatan tinggi mencapai 23.000 US$/tahun.
Idealnya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai tugas dan kewajiban dasar Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan Layanan sosial dasar bagi masyarakat. Belajar dari pengalaman desa Saemaul Undong di Korea selatan mengurangi jumlah penduduk miskin dari angka 75% tahun 1971 dan kini tersisa hanya 4% penduduk miskin adalah pelajaran berharga. GDP naik mencapai 23.000 US$/tahun, produktivitas meningkat, ketimpangan sosial ekonomi makin rendah, kesejahteraan rakyatnya meningkat.
Melalui strategi industrialisasi Korea selatan sukses meningkatkan produktivitas ekonominya, menata dan menyiapkan infrastruktur dasar dan vital seperti irigasi, sistem pertanian modern, pembangunan perumahan dan pemukiman, pembangunan pabrik, investasi pendidikan, sumberdaya manusia hingga penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan baik dan cepat. Melalui instrument monitoring dan evaluasi dapat diketahui bahwa kepemimpinan merupakan faktor utama sukses Korea selatan, selanjutnya kemandirian, kemauan, kerja keras adalah faktor berikutnya. Kerjasama dan soliditas adalah faktor lain yang penting melengkapi sukses Korea selatan.
Saemaul Undong dan spirit kebangkitan
Karena itu, pembelajaran dari Gerakan Saemaul Undong bahwa strategi pembangunan dari bawah, harus ada kemauan dan melakukannya secara progresif, terencana, memihak rakyat miskin, industrialisasi meningkatkan produktivitas, penataan desa-desa, infrastruktur dasar, makro dan mikro ekonomi kuat dengan rata-rata pertumbuhan 10% tiap tahun. Sukses Korea selatan seharusnya menjadi benchmarking (patokan) dan inspirasi serta pilihan strategi bagi Indonesia. Karena Korea selatan mengalami kondisi lebih menderita dibandingkan Indonesia. Sebagaimana diuraikan di atas Korea merdeka 1945, dilanda perang saudara dengan Korea utara 5 tahun, kondisi kemiskinan 75% penduduknya, infrastruktur hancur, tahun 1971 GDP 700 USD/tahun.
Kebangkitan Korea selatan seharusnya membangkitkan Indonesia karena Indonesia memiliki keunggulan dan peluang yang besar untuk meraih sukses seperti Korea selatan. Nilai-nilai dan prinsip Saemaul Undong yakni kerajinan, keswadayaan dan kerjasama. Nilai-nilai ini dimiliki Indonesia dalam gotong royong, kemandirian dan semangat saling menolong.
Park Jung Hwee sukses letakkan dasar-dasar Saemaul Undong, dan Presiden Korea selatan berikutnya juga konsisten gunakan strategi Saemaul Undong untuk keadilan, kesejahteraan, industrialisasi, kebijakan negara secara nasional. Kepemimpinan Korea selatan memang cerdas, visioner dan memihak rakyat. Hal inilah pembeda dengan kepemimpinan Indonesia yang lebih memihak kepada pemilik modal, taipan dan konglomerat serta kelompok oligarki. Jika Korea selatan bisa makmur, adil dan sejahtera, mengapa Indonesia belum berhasil?
Penulis adalah Konsultan SLRT Kemensos Divisi Capacity Building Officer 2016-2019, Konsultan Monevstudio 2020, menulis 10 buku dengan berbagai bidang ilmu, lebih dari 100 artikel.
Hp. 081317942168. Email: iwan.febrianto59@gmail.com