TransformaSea Gili Balu: Ekowisata Berkelanjutan yang Mengubah Gili Balu

oleh -876 Dilihat

Sumbawa Barat, Samawarea.com (7/8/2024) Di tengah keindahan alam yang memukau, Gili Balu, sebuah kawasan konservasi yang terdiri dari delapan pulau di Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, telah menjadi sorotan sebagai destinasi ekowisata unggulan. Salah satu Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yaitu Program TransformaSea Gili Balu, yang diinisiasi oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) dalam kerangka Sustainable Tourism (ST), membawa harapan baru untuk pelestarian alam sekaligus peningkatan ekonomi lokal, ujar Aji Suryanto, Sr. Manager Social Impact AMMAN.

Komitmen AMMAN dalam menjaga kelestarian Gili Balu bukan hanya untuk melestarikan biodiversitas tetapi juga untuk mendorong pariwisata berkelanjutan yang dapat meningkatkan daya tarik Nusa Tenggara Barat (NTB). Program ini melibatkan kolaborasi erat antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat lokal dalam model Public-Private-Community Partnership.

TransformaSea Gili Balu bertujuan mengembangkan ekowisata dengan prinsip pembangunan berkelanjutan melalui beberapa upaya strategis seperti mengimplementasikan praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab, melestarikan dan memulihkan ekosistem laut melalui pemantauan dan konservasi flora dan fauna yang dilindungi, serta rehabilitasi ekosistem seperti terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan vegetasi pantai.

Meningkatkan kapasitas masyarakat lokal, terutama Kelompok Pengelola Wisata Poto Tano, melalui pelatihan pengelolaan pariwisata, pengembangan paket wisata, digital marketing, sertifikasi pemandu wisata, serta pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis produk ikan.

Membuat, mengembangkan, dan memelihara sarana prasarana pendukung pariwisata untuk memperkuat pengelolaan sumber daya. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil melalui prinsip pariwisata berkelanjutan berbasis konservasi dan rehabilitasi ekosistem.

Program ini didampingi oleh Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) dari IPB University, memastikan semua kegiatan berbasis riset terapan dengan kaidah ilmiah yang ketat.

Baca Juga  STQ Korpri Kabupaten Sumbawa Ditutup

Dari pantauan media ini di lapangan, terlihat langsung proses pembibitan mangrove sebagai bagian dari program rehabilitasi ekosistem mangrove di Gili Balu oleh Kelompok Pengelola Wisata Poto Tano yang didampingi langsung oleh PKSPL. “Saat ini kami sedang melakukan pembibitan untuk mangrove, ada sekitar 1.430 bibit yang kami tanam, dan tingkat keberhasilannya tumbuhnya 90%,” ungkap Widi Aspiani, anggota Kelompok Pengelola Wisata Poto Tano.

“Ini merupakan pengetahuan dan pengalaman yang luar biasa bagi kami melakukan pembibitan mangrove dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi, dan keberhasilan ini tidak terlepas dari bimbingan tim PKSPL, yang mengajarkan kami mulai dari pemilihan jenis bibit sampai media tanam bibit mangrove sehingga bibit ini bisa kami katakan berhasil dan tiga bulan lagi bisa kami tanam,” terangnya.

Imam Bustan Pramudya Yudi Ananta Koordinator Pokja PPM, DitJen Minerba, Kementerian ESDM RI, mengapresiasi program ini, “Dari peninjauan titik pantau kinerja program Pengembangan dan Pemberdayaan (PPM) di AMMAN, yang salah satunya di Pulau Namo-Gili Balu, terlihat Program PPM AMMAN telah diupayakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat lingkar tambang. Semoga AMMAN terus membenahi tata kelola penyelenggaraan program PPM, sehingga semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaat kehadiran AMMAN di KSB,” ujar Imam.

Di tempat yang sama, Andy Afandy, Wakil Kepala PKSPL IPB University Bidang Program Pengelolaan SDA dan Lingkungan, mengatakan bahwa dalam program kali ini, kami lakukan kolaborasi dengan Kelompok Wisata Poto Tano sehingga semua prosesnya dilakukan langsung oleh kelompok dan kami bimbing dan bina kelompok tersebut. Salah satunya adalah pembuatan bibit mangrove, dan hasilnya mereka berhasil dengan tingkat keberhasilan 90%. Ini merupakan hasil yang luar biasa.

Baca Juga  Iklan Hari Anak Nasional

Untuk kebutuhan rehabilitasi ekosistem mangrove di Gili Balu, kita butuh 300.000 bibit mangrove. Dengan jangka waktu tiga tahun, kami yakin semua kebutuhan mangrove bisa kita penuhi dengan hasil pembibitan sendiri yang dilakukan oleh kelompok.

Kelebihan dari pembibitan sendiri, apalagi pembibitannya di Pulau Namo memiliki tingkat keberhasilan yang sangat tinggi karena sesuai dengan kondisi alamnya. Namun kalau kita bawa bibit dari luar, tingkat keberhasilannya sangat rendah. Namun kalau bibit yang ada di Pulau Namo dibawa keluar daerah sangat bagus karena bibit di Pulau Namo tempatnya sangat ekstrim sehingga tingkat penyesuaiannya dengan kondisi alam lain bisa bertahan.

Jenis bibit mangrove di Gili Balu sangat variatif sekali. Saat ini ada 13 jenis bibit mangrove. Kalau di tempat lain paling banyak hanya enam jenis saja. Yang paling luar biasanya, di Pulau Namo ada satu jenis bibit paling langka di dunia yaitu Aegiceras Floridum. Jenis ini sangat sulit ditemukan.

Selain mengajarkan kelompok pembibitan mangrove, kami juga ajarkan kelompok rehabilitasi ekosistem seperti terumbu karang, padang lamun, dan vegetasi pantai untuk menciptakan ekowisata (wisata bahari).

Selain itu, kami juga mengajarkan kelompok bagaimana mempromosikan wisata melalui internet. Kami ajarkan bagaimana membuat video, mengambil gambar, mengedit video, membuat narasi, sampai dengan bagaimana agar konten kita itu bisa trending. Saya yakin dengan kolaborasi yang baik, wisata bahari Gili Balu bisa memikat wisatawan lokal maupun nasional.

Melalui upaya kolektif ini, Gili Balu tidak hanya diharapkan menjadi destinasi wisata yang menarik tetapi juga model ekowisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat lokal.

rokok pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *