Oleh: Iwan Febryanto
Jalan raya yang baik adalah jalan raya yang terencana dan dapat memberikan tingkat keselamatan lalu lintas yang lebih baik, kesalahan penilaian menjadi lebih kecil, tidak ada konsentrasi kendaraan pada suatu saat atau tidak terjadi kesalahan perpsepsi di jalan dan dengan demikian terjadinya kecelakaan dapat dihindari dengan penyediaan lebih banyak ruang dan waktu dalam perancangan (Patti, 2007).
Dalam Undang-Undang lalu lintas, yaitu UU No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa keselamatan, kelancaran, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan ditetapkan ketentuan ketentuan mengenai rekayasa dan manajemen lalu lintas. Definisi manajemen lalu lintas menurut UU No.14 tahun 1992 adalah suatu kegiatan yang meliputi perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas yang bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.
Menurut Mulyadi dan Nurhat (1997 ) dalam Rumaidha (2000) kelancaran dan keselamatan lalu lintas juga dipengaruhi oleh 3 indikator, yaitu : Pertama, Pengemudi, mengemudi merupakan pekerjaan yang kompleks. Pekerjaan ini memerlukan pengetahuan dan kemampuan tertentu karena pada saat yang sama pengemudi harus menghadapi kendaraan dengan peralatannya dan menerima pengaruh dan rangsangan dari keadaan sekelilingnya. Kelancaran dan keselamatan lalu lintas tergantung pada kesiapan dan keterampilan pengemudi dalam menjalankan kendaraannya. Dalam menjalankan tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
Faktor eksternal, kondisi lingkungan yang berbeda-beda mempengaruhi konsentrasi dan perhatian pengemudi. Faktor internal, kemampuan mengenal merupakan hal yang pertama diperlukan dan hal ini berkaitan dengan panca indera. Pengetahuan yang berkaitan dengan lalu lintas dan kendaraan tidak kalah pentingnya bagi pengemudi. Kesanggupan dan kecakapan ini dinyatakan dalam bentuk Surat Izin Mengemudi (SIM). Sikap, hal ini biasanya dipengaruhi oleh kondisi fisik mental dan sikap sangat berpengaruh pada watak dan tingkah laku mengemudi. Kondisi pengemudi, Kondisi tubuh pengemudi ini akan mempengaruhi ketajaman penglihatan dan waktu reaksi penerimaan rangsang dari luar.
Kedua, Pejalan Kaki (pedestrian) merupakan pekerjaan yang sangat sederhana. Dimana elemen ini tidak menggunakan alat apa pun dalam melakukan aktivitasnya. Namun kaum pedestrian sangat rentan menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota lainnya harus mengembangkan sistem jaringan jalan trotoar bagi pejalan kaki. Fasilitas trotoar memiliki banyak manfaat bagi masyarakat Karena ketersediaan trotoar yang baik mendorong masyarakat berjalan kaki, sehat dan efisien. Trotoar juga dapat menjadi elemen estetis jalan di perkotaan.
Perilaku Pengemudi
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmodjo, 2007). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku dinyatakan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku pengemudi adalah reaksi atau tanggapan pengemudi selama mengemudikan atau mengendarai kendaraan terhadap rangsangan ataupun situasi di jalan.
Menurut Hobbs (1995), pengemudi digolongkan antara pengemudi yang aman dan tidak aman. Empat kategori pengemudi diidentifikasikan setelah mengamati kinerja mereka dalam mengendarai kendaraan pada satu rute pengujian.
Kecelakaan Fatal Bus Metromini di Jakarta
Kendaraan Metromini B-80 jurusan Kalideres-Jembatan Lima wilayah pelintasan Tubagus Angke, Jakarta barat pada hari Minggu tanggal 6 Desember 2015 mengalami kecelakaan. Kecelakaan terjadi setelah pengemudi bus Metromini secara sengaja dan ugal-ugalan menerobos palang pintu pelintasan Kereta Api. Bus terseret Kereta Api yang melintas sejauh 200 meter dan menewaskan 18 jiwa penumpang termasuk sopir metromini[1]. Bayangkanlah betapa prihatinnya perilaku pengemudi kita secara tidak bertanggungjawab atas jiwa dan keselamatan penumpang. Di Jalan MH Thamrin Jakarta bus Kopaja berpelat 7120 DG terbalik dan menabrak kaum pedestrian yang sedang berjalan di trotoar jalan, pejalan kaki tewas sementara itu 3 pejalan kaki lainnya mengalami luka berat. Kecelakaan metromini dan kopaja dengan sopir ugal-ugalan berulang kali terjadi, namun pemerintah propinsi Jakarta masih saja memberi ijin usaha. Seharusnya pemerintah tegas dan adil demi keselamatan warga Jakarta maka ijin metromini bisa dicabut atau ditinjau ulang.[2]
Data tren kecelakaan lalu lintas di Indonsia dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini bahwa dalam 5 tahun 2007 – 2011 cenderung meningkat.
Gambar 5. Tren korban kecelakaan lalu lintas
Traffic Accident Analysis
Menurut teori dan analisis Laka Lantas dari Barbara Sabey (1985) sebab-sebab kecelakaan lalu lintas telah dikaji para ilmuwan dan menemukan hasil kajian sebagai berikut:
Pertama, faktor manusia yakni terkait dengan perilaku mengemudi, kondisi psikologi, pengaruh minuman keras dan psikotropika, keterampilan mengemudi, pengetahuan pengendara terhadap peraturan perundangan-undangan dan rambu lalu lintas.
Kedua, faktor kendaraan yakni terkait dengan kondisi kendaraan, seperti rem, lampu, roda hingga kelengkapan lain yang penting bagi keselamatan lalu lintas. Kendaraan berkeselamatan juga penting terutama bagi KBM bus dan KBM truk untuk dilakukan KIR secara baik dan lengkap untuk mencegah kecelakaan yang dipicu dan disebabkan karena rem blong.
Ketiga, faktor jalan yakni terkait dengan kondisi jalan, geometri jalan, elevasi jalan, tepi jalan, alinyemen jalan, bahu jalan termasuk interaksi jalan, kendaraan dengan moda transportasi lain seperti jalan raya yang dilintasi kereta api membutuhkan tata aturan dalam penggunaannya secara baik dan lengkap. Setiap kereta api yang melintas mendapatkan prioritas utama untuk melintas dijalur rel kereta termasuk jalur rel yang melintas jalan raya moda kendaraan lain.
Karena itu diperlukan pengaturan dan perilaku khusus dalam melintasi rel kereta baik saat ada atau tidak ada kereta api yang melintas. Hal ini terkait dengan kondisi palang pintu pelintasan kereta yang baik dan permanen, kuat dan otomatis. Selanjutnya diperlukan kesadaran dan perilaku sabar dari pengemudi bus dan kendaraan lain untuk menunggu sebelum kereta melintas.
Keempat, faktor cuaca dan lingkungan yakni terkait dengan hujan atau panas maupun cuaca secara umum. Lingkungan terkait dengan lingkungan alam seperti jalan tol yang masih dilintasi binatang maupun lingkungan sosial dimana beberapa jalan dan badan jalan digunakan para pedagang dipasar dan kegiatan lain sehingga menghambat gerakan kendaraan. Di beberapa kabupaten di NTB, NTT, Maluku dan Papua kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh hewan seperti sapi, babi dan binatang liar lainnya cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh pola hidup, budaya, adat dan regulasi daerah yang menolerir hewan peliharaan berkoloni di jalan raya.
Kecelakaan mematikan bus Metromini
Kecelakaan Metromini saya sebut sebagai rangkaian kecelakaan fatal dan menimbulkan kematian serius pada penumpangnya. Dalam studi kecelakaan lalu lintas disebut dengan kecelakaan menonjol (lakajol) yakni kecelakan yang terjadi antara satu kendaraan dengan kendaraan/moda transportasi lain dan mengakibatkan korban tewas lebih dari 7 jiwa di tempat kejadian perkara.
Sebab-sebab kecelakaan metromini secara hipotetik dapat dipastikan akibat sopir yang tidak bertanggungjawab dan membawa kendaraan secara ugal-ugalan. Dengan pengertian lain sopir menjadi sebab utama dan paling bertanggungjawab atas kematian 18 penumpang[3]. Namun, peristiwa ini seharusnya masih bisa dicegah jika saja pintu palang pelintasan dibuat menggunakan besi baja otomatis secara permanen. Selanjutnya pintu dirancang untuk menutup secara keseluruhan ruas jalan dan badan jalan. Dengan demikian setiap kereta api yang akan melintas secara otomatis palang pintu pelintas langsung tertutup dan tidak ada celah bagi seluruh kendaraan mobil, sepeda motor maupun bus yang hendak melintasi rel kereta api pada saat kereta akan melintas hingga keadaan benar-benar aman dan selamat.
Regulasi ketat dan perubahan perilaku mengemudi
Kecelakaan menonjol merupakan jenis kecelakaan yang fatal karena merenggut jumlah korban yang banyak dan seringkali melibatkan KBM Bus dngan angkutan penumpang yang banyak. Kecelakaan menonjol sering terjadi dijalur Pantai Utara (Pantura) terutama wilayah Grinsing[4] Polres Batang Jawa Tengah. Sopir mengantuk dan kelelahan merupakan sebab paling umum terjadi pada kecelakaan sopir bus. Dipicu faktor lain seperti pengemudi mengendarai kendaraan dalam kecepatan tinggi. Perubahan perilaku mengemudi secara bertanggungjawab dan berkeselamatan sangat penting didorong melalui kerangka regulasi seperti Undang-Undang hingga Peraturan Pemerintah di tengah meningkatnya tren kecelakaan lalu lintas dalam 1 dekade terakhir ini. Kecelakaan menonjol seringkali berantai dengan pemicu fatalitas yakni kematian ditempat kejadian perkara. Tingginya peristiwa kecelakaan menonjol dalam sepekan harus menjadi perhatian nasional. Bayangkan di Cipali 12 nyawa tewas di jalan tol Cipali, sementara di Kanci Pajagan juga 7 jiwa tewas setelah kecelakaan terjadi. Dalam durasi kurang dari 1 bulan kembali terjadi kecelakan Metromini dengan 18 jiwa tewas di TKP di Jakarta.
Meningkatnya kematian akibat kecelakaan menonjol harus direduksi melalui penegakan hukum lalu lintas secara ketat, operasi dan razia KIR kendaraan, SIM dan STNK, juga sebagai antisipasi terhadap sopir yang ugal-ugalan, memperbaiki perencanaan kebijakan makro dan mikro lalu lintas. Namun dalam konteks kecelakaan bus metromini juga diperlukan kesungguhan pemerintah untuk menyediakan palang pintu pelintasan kereta api secara layak dan permanen untuk mencegah kecelakaan dan pelintasan kendaraan saat kereta akan melintas. Jadi tidak sekedar simbolik menutup asal-asalan namun harus benar-benar menggunakan pintu pelintasan yang baik, aman, tertutup, permanen dan secara otomatis dikontrol menggunakan sistem komputer.
Dengan demikian diharapkan mampu mencegah peluang pengendara khususnya sopir yang ugal-ugalan untuk melintas. Dalam hal inilah tanggungjawab pemerintah khususnya Perusahaan Kereta Api Indonesia dan Direkrorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Repubik Indonesia. Apabila kecelakaan terjadi dijalan tol maka analisis juga harus diarahkan kepada tanggungjawab Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) sebab PP tentang Jalan Tol memberi otoritas pengelolaan jalan tol kepada BPJT. Dengan demikian melekat didalamnya adalah tanggungjawab dan jaminan terhadap keselamatan pengendara dijalan tol. (*)
[1] Kecelakaan Metromini diatas termasuk lakajol dengan fatalitas tinggi karena korban tewas 18 jiwa, pemerintah propinsi DKI Jakarta harus membenahi keselamatan transportasi kota Jakarta. Fokus pada keselamatan penumpang (masyarakat) warga Jakarta dengan menyediakan moda transportasi yang baik. APBD 70 trilyun seharusnya mampu menjawab masalah transportasi Jakarta yang ruwet dan rentan. APBD dana public yang harus digunakan untuk melayani publik baik transportasi maupun kebutuhan lainnya secara transparan dan akuntabel.
[2] Peristiwa ini termasuk dalam jenis kecelakaan menonjol (Lakajol) yakni kecelakaan kendaraan bermotor yang menimbulkan korban jiwa lebih dari 5 orang. Beberapa pihak menyebut lebih dari 6 atau jiwa. Fenomena lakajol seringkali melibatkan kendaraan KBM Bus baik bus antar kota, bus dalam kota, bus pariwisata dan lainnya dimana jumlah penumpang lebih dari 5 orang.
[3] Jumlah korban tewas yang cukup tinggi seharusnya menjadi duka nasional dan perhatian serius pemerintah khususnya pemerintah DKI Jakarta. Bandingkan dengan korban demonstrasi politik 2 jiwa yang menimbulkan reaksi nasional dan liputan seluruh media selama beberapa bulan.
[4] Grinsing merupakan titik kilometer dimana pengendara berada pada titik Lelah setelah mengendara jarak jauh baik pengendara dari arah barat Jababeka maupun timur Pantura seperti NTB, Bali dan Jawa Timur.