Kecelakaan Menonjol dan Meningkatnya Statistik Korban Fatalitas

oleh -424 Dilihat
Iwan Febriyanto

Oleh: Iwan Febryanto

Jalan   raya   yang   baik   adalah   jalan   raya   yang   terencana   dan   dapat    memberikan  tingkat  keselamatan  lalu  lintas  yang  lebih  baik,  kesalahan  penilaian   menjadi  lebih  kecil,  tidak  ada  konsentrasi  kendaraan  pada  suatu  saat  atau  tidak   terjadi  kesalahan  perpsepsi  di   jalan  dan  dengan  demikian  terjadinya  kecelakaan   dapat   dihindari   dengan   penyediaan   lebih    banyak   ruang   dan   waktu   dalam    perancangan (Patti, 2007).

Dalam Undang-Undang  lalu  lintas,  yaitu  UU  No.14  Tahun  1992  tentang  Lalu  Lintas  dan  Angkutan  Jalan  Pasal  2  ayat  (1)  menyatakan  bahwa  keselamatan,   kelancaran,  dan  ketertiban  lalu  lintas  dan  angkutan  jalan  ditetapkan  ketentuan   ketentuan mengenai rekayasa dan manajemen lalu lintas. Definisi manajemen lalu lintas menurut  UU  No.14  tahun  1992  adalah  suatu  kegiatan  yang  meliputi  perencanaan,   pengaturan,   pengawasan,   dan   pengendalian   lalu   lintas   yang    bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.

Menurut Mulyadi dan Nurhat (1997 ) dalam Rumaidha (2000) kelancaran  dan keselamatan lalu lintas juga dipengaruhi oleh 3 indikator, yaitu :  Pertama, Pengemudi, mengemudi   merupakan    pekerjaan    yang    kompleks.    Pekerjaan    ini memerlukan pengetahuan  dan  kemampuan  tertentu  karena  pada  saat  yang  sama  pengemudi  harus  menghadapi  kendaraan  dengan  peralatannya  dan   menerima  pengaruh  dan  rangsangan  dari  keadaan  sekelilingnya. Kelancaran dan keselamatan  lalu  lintas  tergantung  pada  kesiapan  dan  keterampilan  pengemudi  dalam  menjalankan  kendaraannya. Dalam  menjalankan  tugasnya  pengemudi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

Faktor eksternal, kondisi  lingkungan  yang  berbeda-beda  mempengaruhi  konsentrasi  dan perhatian pengemudi.  Faktor internal,  kemampuan mengenal merupakan hal yang pertama diperlukan dan hal ini berkaitan dengan panca indera.  Pengetahuan yang berkaitan dengan  lalu  lintas  dan  kendaraan  tidak  kalah  pentingnya  bagi  pengemudi.  Kesanggupan  dan  kecakapan  ini  dinyatakan  dalam  bentuk  Surat  Izin  Mengemudi (SIM). Sikap, hal ini biasanya dipengaruhi oleh kondisi fisik mental dan sikap sangat berpengaruh pada watak dan tingkah laku mengemudi.  Kondisi pengemudi, Kondisi    tubuh    pengemudi    ini    akan    mempengaruhi    ketajaman    penglihatan dan waktu reaksi penerimaan rangsang dari luar.

Kedua, Pejalan Kaki  (pedestrian) merupakan pekerjaan yang sangat sederhana. Dimana elemen ini tidak menggunakan alat apa pun dalam melakukan aktivitasnya. Namun kaum pedestrian sangat rentan menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota lainnya harus mengembangkan sistem jaringan jalan trotoar bagi pejalan kaki. Fasilitas trotoar memiliki banyak manfaat bagi masyarakat Karena ketersediaan trotoar yang baik mendorong masyarakat berjalan kaki, sehat dan efisien. Trotoar juga dapat menjadi elemen estetis jalan di perkotaan.

Perilaku Pengemudi

Perilaku adalah suatu  kegiatan  atau  aktifitas  organisme (makhluk  hidup)  yang  bersangkutan.  Oleh sebab  itu,  dari  sudut  pandang  biologis  semua  makhluk  hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmodjo, 2007). Menurut  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  perilaku  dinyatakan  sebagai  tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Berdasarkan pengertian tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  perilaku  pengemudi  adalah  reaksi  atau  tanggapan  pengemudi  selama  mengemudikan  atau  mengendarai  kendaraan  terhadap rangsangan ataupun situasi di jalan.

Menurut Hobbs  (1995),  pengemudi  digolongkan  antara  pengemudi  yang  aman   dan   tidak   aman.   Empat   kategori   pengemudi   diidentifikasikan   setelah   mengamati kinerja mereka dalam mengendarai kendaraan pada satu rute pengujian.

Kecelakaan Fatal Bus Metromini di Jakarta

Kendaraan Metromini B-80 jurusan Kalideres-Jembatan Lima wilayah pelintasan Tubagus Angke, Jakarta barat pada hari Minggu tanggal 6 Desember 2015 mengalami kecelakaan. Kecelakaan terjadi setelah pengemudi bus Metromini secara sengaja dan ugal-ugalan menerobos palang pintu pelintasan Kereta Api. Bus terseret Kereta Api yang melintas sejauh 200 meter dan menewaskan 18 jiwa penumpang termasuk sopir metromini[1]. Bayangkanlah  betapa prihatinnya perilaku pengemudi kita secara tidak bertanggungjawab atas jiwa dan keselamatan penumpang. Di Jalan MH Thamrin Jakarta bus Kopaja berpelat 7120 DG terbalik dan menabrak kaum pedestrian yang sedang berjalan di trotoar jalan, pejalan kaki tewas sementara itu 3 pejalan kaki lainnya mengalami luka berat. Kecelakaan metromini dan kopaja dengan sopir ugal-ugalan berulang kali terjadi, namun pemerintah propinsi Jakarta masih saja memberi ijin usaha. Seharusnya pemerintah tegas dan adil demi keselamatan warga Jakarta maka ijin metromini bisa dicabut atau ditinjau ulang.[2]

Baca Juga  Polisi Jaring Dua Pasangan dari Kamar Penginapan

Data tren kecelakaan lalu lintas di Indonsia dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini bahwa dalam 5 tahun 2007 – 2011 cenderung meningkat.

Gambar 5. Tren korban kecelakaan lalu lintas

Traffic Accident Analysis

Menurut teori dan analisis Laka Lantas dari Barbara Sabey (1985) sebab-sebab kecelakaan lalu lintas telah dikaji para ilmuwan dan menemukan hasil kajian sebagai berikut:

             Pertama, faktor manusia yakni terkait dengan perilaku mengemudi, kondisi psikologi, pengaruh minuman keras dan psikotropika, keterampilan mengemudi, pengetahuan pengendara terhadap peraturan perundangan-undangan dan rambu lalu lintas.

Kedua, faktor kendaraan yakni terkait dengan kondisi kendaraan, seperti rem, lampu, roda hingga kelengkapan lain yang penting bagi keselamatan lalu lintas. Kendaraan berkeselamatan juga penting terutama bagi KBM bus dan KBM truk untuk dilakukan KIR secara baik dan lengkap untuk mencegah kecelakaan yang dipicu dan disebabkan karena rem blong.

Ketiga, faktor jalan yakni terkait dengan kondisi jalan, geometri jalan, elevasi jalan, tepi jalan, alinyemen jalan, bahu jalan termasuk interaksi jalan, kendaraan dengan moda transportasi lain seperti jalan raya yang dilintasi kereta api membutuhkan tata aturan dalam penggunaannya secara baik dan lengkap. Setiap kereta api yang melintas mendapatkan prioritas utama untuk melintas dijalur rel kereta termasuk jalur rel yang melintas jalan raya moda kendaraan lain.

Karena itu diperlukan pengaturan dan perilaku khusus dalam melintasi rel kereta baik saat ada atau tidak ada kereta api yang melintas. Hal ini terkait dengan kondisi palang pintu pelintasan kereta yang baik dan permanen, kuat dan otomatis. Selanjutnya diperlukan kesadaran dan perilaku sabar dari pengemudi bus dan kendaraan lain untuk menunggu sebelum kereta melintas.

Keempat, faktor cuaca dan lingkungan yakni terkait dengan hujan atau panas maupun cuaca secara umum. Lingkungan terkait dengan lingkungan alam seperti jalan tol yang masih dilintasi binatang maupun lingkungan sosial dimana beberapa jalan dan badan jalan digunakan para pedagang dipasar dan kegiatan lain sehingga menghambat gerakan kendaraan. Di beberapa kabupaten di NTB, NTT, Maluku dan Papua kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh hewan seperti sapi, babi dan binatang liar lainnya cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh pola hidup, budaya, adat dan regulasi daerah yang menolerir hewan peliharaan berkoloni di jalan raya.

Kecelakaan mematikan bus Metromini

Kecelakaan Metromini saya sebut sebagai rangkaian kecelakaan fatal dan menimbulkan kematian serius pada penumpangnya. Dalam studi kecelakaan lalu lintas disebut dengan kecelakaan menonjol (lakajol) yakni kecelakan yang terjadi antara satu kendaraan dengan kendaraan/moda transportasi lain dan mengakibatkan korban tewas lebih dari 7 jiwa di tempat kejadian perkara.

Sebab-sebab kecelakaan metromini secara hipotetik dapat dipastikan akibat sopir yang tidak bertanggungjawab dan membawa kendaraan secara ugal-ugalan. Dengan pengertian lain sopir menjadi sebab utama dan paling bertanggungjawab atas kematian 18 penumpang[3]. Namun, peristiwa ini seharusnya masih bisa dicegah jika saja pintu palang pelintasan dibuat menggunakan besi baja otomatis secara permanen. Selanjutnya pintu dirancang untuk menutup secara keseluruhan ruas jalan dan badan jalan. Dengan demikian setiap kereta api yang akan melintas secara otomatis palang pintu pelintas  langsung tertutup dan tidak ada celah bagi seluruh kendaraan mobil, sepeda motor maupun bus yang hendak melintasi rel kereta api pada saat kereta akan melintas hingga keadaan benar-benar aman dan selamat.

Baca Juga  Ancam Tagih Hutang, Kakek Cabuli Gadis Ingusan Berkali-kali

Regulasi ketat dan perubahan perilaku mengemudi

Kecelakaan menonjol merupakan jenis kecelakaan yang fatal karena merenggut jumlah korban yang banyak dan seringkali melibatkan KBM Bus dngan angkutan penumpang yang banyak. Kecelakaan menonjol sering terjadi dijalur Pantai Utara (Pantura) terutama wilayah Grinsing[4] Polres Batang Jawa Tengah. Sopir mengantuk dan kelelahan merupakan sebab paling umum terjadi pada kecelakaan sopir bus. Dipicu faktor lain seperti pengemudi mengendarai kendaraan dalam kecepatan tinggi. Perubahan perilaku mengemudi secara bertanggungjawab dan berkeselamatan sangat penting didorong melalui kerangka regulasi seperti Undang-Undang hingga Peraturan Pemerintah di tengah meningkatnya tren kecelakaan lalu lintas dalam 1 dekade terakhir ini. Kecelakaan menonjol seringkali berantai dengan pemicu fatalitas yakni kematian ditempat kejadian perkara. Tingginya peristiwa kecelakaan menonjol dalam sepekan harus menjadi perhatian nasional. Bayangkan di Cipali 12 nyawa tewas di jalan tol Cipali, sementara di Kanci Pajagan juga 7 jiwa tewas setelah kecelakaan terjadi. Dalam durasi kurang dari 1 bulan kembali terjadi kecelakan Metromini dengan 18 jiwa tewas di TKP di Jakarta.

Meningkatnya kematian akibat kecelakaan menonjol harus direduksi melalui penegakan hukum lalu lintas secara ketat, operasi dan razia KIR kendaraan, SIM dan STNK, juga sebagai antisipasi terhadap sopir yang ugal-ugalan, memperbaiki perencanaan kebijakan makro dan mikro lalu lintas. Namun dalam konteks kecelakaan bus metromini juga diperlukan kesungguhan pemerintah untuk menyediakan palang pintu pelintasan kereta api secara layak dan permanen untuk mencegah kecelakaan dan pelintasan kendaraan saat kereta akan melintas. Jadi tidak sekedar simbolik menutup asal-asalan namun harus benar-benar menggunakan pintu pelintasan yang baik, aman, tertutup, permanen dan secara otomatis dikontrol menggunakan sistem komputer.

Dengan demikian diharapkan mampu mencegah peluang pengendara khususnya sopir yang ugal-ugalan untuk melintas. Dalam hal inilah tanggungjawab pemerintah khususnya Perusahaan Kereta Api Indonesia dan Direkrorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Repubik Indonesia. Apabila kecelakaan terjadi dijalan tol maka analisis juga harus diarahkan kepada tanggungjawab Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) sebab PP tentang Jalan Tol memberi otoritas pengelolaan jalan tol kepada BPJT. Dengan demikian melekat didalamnya  adalah tanggungjawab dan jaminan terhadap keselamatan pengendara dijalan tol. (*)

[1] Kecelakaan Metromini diatas termasuk lakajol dengan fatalitas tinggi karena korban tewas 18 jiwa, pemerintah propinsi  DKI Jakarta harus membenahi keselamatan transportasi kota Jakarta. Fokus pada keselamatan penumpang (masyarakat) warga Jakarta dengan menyediakan moda transportasi yang baik. APBD 70 trilyun seharusnya mampu menjawab masalah transportasi Jakarta yang ruwet dan rentan. APBD dana public yang harus digunakan untuk melayani publik baik transportasi maupun kebutuhan lainnya secara transparan dan akuntabel.

[2] Peristiwa ini termasuk dalam jenis kecelakaan menonjol (Lakajol) yakni kecelakaan kendaraan bermotor yang menimbulkan korban jiwa lebih dari 5 orang.  Beberapa pihak menyebut lebih dari 6 atau jiwa. Fenomena lakajol seringkali melibatkan kendaraan KBM Bus baik bus antar kota, bus dalam kota, bus pariwisata dan lainnya dimana jumlah penumpang lebih dari 5 orang.

[3] Jumlah korban tewas yang cukup tinggi seharusnya menjadi duka nasional dan perhatian serius pemerintah khususnya pemerintah DKI Jakarta. Bandingkan dengan korban demonstrasi politik 2 jiwa yang menimbulkan reaksi nasional dan liputan seluruh media selama beberapa bulan.

[4] Grinsing merupakan titik kilometer dimana pengendara berada pada titik Lelah setelah mengendara jarak jauh baik pengendara dari arah barat Jababeka maupun timur Pantura seperti NTB, Bali dan Jawa Timur.

rokok zul pilkada pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *