Antisipasi Human Trafficking, Lintas Sektor Desak Aktifkan Satgas TPPO

oleh -110 Dilihat

SUMBAWA BESAR, samawarea.com (11 November 2021)

Rapat Koordinasi (Rakor) tentang pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang digelar Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Sumbawa, Kamis (11/11) menghadirkan instansi lintas sektor.

Rakor yang dipimpin Wakil Bupati Sumbawa, Dewi Noviany S.Pd., M.Pd dan dipandu Kadisnakertrans Sumbawa, Dr. Budi Prasetiyo S.Sos., M.AP ini, berlangsung dinamis. Masing-masing pihak mengungkap sejumlah persoalan hingga munculnya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Di antaranya Ketua Pengadilan Negeri Sumbawa, Toniwidjaya Hansberd Hilly, SH, mengungkapkan, bahwa TPPO ini bisa terjadi karena ada jaringan perekrutan dengan iming-iming uang Rp 1 juta. Ia menyebutkan ciri-ciri dari TPPO tersebut. Yaitu, tidak memiliki perjanjian kerja, tidak jelas calon majikan, dan adanya sindikat.

Perekrut calon tenaga kerja menyebar ke daerah-daerah yang miskin, ekonomi rendah dan sulit. Selain itu menggunakan passport pelancong. Rencana tindak lanjutnya, Toniwidjaya–sapaan akrabnya, yaitu calon buruh migran harus diberikan pelatihan-pelatihan.

Selanjutnya dari Kejaksaan Negeri Sumbawa yang diwakili Kasi Pidum, Hendra SS, SH. Ia mengakui persoalan yang ada adalah lemahnya penegakan hukum terhadap TPPO, dan tidak adanya LPKA. Untuk itu penanganan hukum terhadap tindak kekerasan perempuan dan anak ada dua cara. Bagi perempuan sebagai pelaku, ada restorative justice. Sedangkan untuk pelaku anak, ada diversi. “Perlunya juga keberadaan LPKA untuk anak,” imbuhnya.

Baca Juga  Antisipasi Pengurangan Karyawan, Wabup KSB Surati Amman Mineral

Sementara dari Polres Sumbawa yang diwakili Kanit PPA Reskrim, AIPTU Arifin Setioko S.Sos mengungkapkan bahwa kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak mengakibatkan banyak anak yang bermasalah. Ia berharap perlu adanya pemberlakuan jam malam karena banyak anak-anak yang masih berada di luar rumah pada pukul 22.00 Wita ke atas.

rokok

Kondisi ini berpotensi terjadinya tindak pidana yang menjerat anak baik sebagai pelaku maupun korban. Rata-rata anak-anak ini jauh dari pengawasan karena orangtuanya bekerja sebagai TKW di luar negeri.

Meminimalisir persoalan itu, Arifin mengusulkan kepada Pemda Sumbawa untuk mengaktifkan kembali Satgas TPPO, penertiban administrasi, penegakkan hukum, dan pemberlakuan jam malam bagi anak. Sedangkan orangtua harus berperan aktif dalam penanaman karakter anak. Demikian dengan pondasi agama dari orangtua juga harus kuat.

Di tempat yang sama Kepala Diskominfotiksan Sumbawa, Tri Karyati S.Sos menyatakan akan memberikan dukungan dalam upaya pencegahan TPPO serta kekerasan terhadap perempuan dan anak. Salah satunya  membuat video-video kampanye mengenai pencegahan TPPO dan pencegahan PMI (Pekerja Migran Indonesia) non procedural.

Kadisnakertrans Sumbawa, Dr. Budi Prasetiyo S.Sos., M.AP mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk LTSA-P2TKI. Tujuannya untuk memberikan pelayanan penempatan dan perlindungan kepada TKI secara terpadu. Pelaksanaannya dilakukan secara terintegrasi dalam satu pintu dengan prinsip cepat, mudah, murah dan aman tanpa diskriminasi.

Baca Juga  Mahasiswi Tertipu Modus Pengiriman Barang dari Inggris

“LTSA ini juga untuk mencegah adanya pemalsuan dan manipulasi identitas TKI, memotong rantai birokrasi, dan mencegah praktek percaloan Tenaga Kerja Indonesia,” beber Doktor Budi—akrab pria yang belum genap dua minggu dilantik sebagai Kadisnakertrans Sumbawa.

Sampai saat ini, sebutnya, tercatat 150 negara yang masih moratorium penerimaan TKI. Ketika ada pengiriman dapat dipastikan keberangkatannya tidak procedural alias illegal.

Belum lama ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa melakukan penandatanganan Nota Kesepakatan dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, di The Stone Hotel, Legian Kuta, Bali. Penandatanganan nota kesepakatan itu sebagai upaya Pemerintah Kabupaten Sumbawa mengambil bagian utama dalam perlindungan pekerja migran bersama BP2MI.

Berikutnya dari Solidaritas Perempuan Sumbawa (SPS) menilai penegakan hukum masih sangat lemah dan perlu merevisi Perda sebagai pencegahan TPPO. Sebab sejauh ini korban TPPO terus mengalami peningkatan. Harusnya ada pemerintah desa yang mengetahui data warganya yang menjadi buruh migran terjun ke lapangan bertemu dengan perempuan-perempuan calon pekerja migran untuk mensosialisasikan hak-haknya sebagai pekerja migran.

Selain itu menggiatkan kampanye menyebarluaskan informasi mengenai hak-haknya dan pihak-pihak yang dapat dihubungi serta perusahaan-perusahaan legal yang ada di Sumbawa. “Dalam mencegah TPPO ini tidak bisa dilakuka secara sendiri-sendiri tapi perlu sinergi semua pihak,” pungkasnya. (SR/**)

 

rokok pilkada mahkota NU

Response (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *