Sumbawa Besar, SR (08/05)
Koalisi Mahasiswa Peduli Pendidikan (KMPP) menduga ada skenario membungkam aktivis mahasiswa. Hal itu terlihat ketika aksi memperingati Hari Pendidikan Nasional dengan isu seputar dunia pendidikan yang ada di Tana Samawa. Aksi tersebut mengangkat kasus penyalahgunaan DAK di SDN Ai Paya Kecamatan Tarano yang sampai hari ini belum ada kejelasan. Kemudian kasus sodomi di SDN Lebin Kecamatan Ropang, namun tidak ada bentuk pendampingan yang dilakukan pemerintah terhadap korban sodomi tersebut. Bahkan surat hearing yang diajukan dua bulan lalu ke DPRD Sumbawa tidak direspon sampai hari ini. Selain itu KMPP mengangkat kasus pengadaan buku paket dan siswa yang tidak boleh mengikuti ulangan karena belum membayar uang Komite dan SPP di SMAN 1 Maronge.
“Semua data sudah diserahkan kepada Diknas namun belum ada tanggapan untuk ditindaklanjuti. Bahkan ada kesan membiarkan dengan membela pihak sekolah, dengan dalih uang pengadaan buku paket sudah dikembalikan dan sudah ditanggulangi dana BOS. Lalu bagaimana dengan nasib siswa yang tidak ikut ulangan gara–gara belum melunasi SPP dan iuran komite?” tanya Koordinator Umum (Kordum) KMPP, Muhammad Roni Pasarani kepada Gaung NTB, Selasa (6/5).
Hal tersebut menurut Roni, memunculkan pertanyaan besar. Ini sangat disayangkan, masalah pendidikan yang sedemikian kompleks, namun tidak ada langkah kongkrit dalam mencari solusi terbaik dari stakeholder terkait
Roni menjelaskan, aksi pada 30 April 2014 tersebut dimulai pukul 08.30 WITA, sesuai surat pemberitahuan aksi ke Kapolres Sumbawa dengan nomor 002/KMPP/AKSI/IV/2014. Dalam surat itu menjelaskan rute titik kumpul jam gadang menuju Kantor Bupati Sumbawa, Kantor Diknas Sumbawa dan Kantor DPRD Sumbawa. Saat aksi dimulai dari jam gadang, tidak ada pengawalan massa aksi KMPP dari pihak kepolisian. Petugas keamanan yang terdiri dari kepolisian dan Satpol PP hanya berjaga–jaga di kantor Bupati. Setelah berorasi di Kantor Bupati, KMPP melanjutkan aksi ke Diknas Sumbawa dengan pengawalan aparat kepolisian dan Satpol PP. Merasa tuntutan KMPP diabaikan, KMPP melanjutkan aksinya ke DPRD Sumbawa. Di DPRD Sumbawa, massa aksi tidak menemui satupun anggota dewan. Massa KMPP menuju lantai III, ke ruang komisi mencari anggota Komisi IV yang membidangi pendidikan. “Maksudnya ingin hearing, namun tak satupun anggota DPR berada di tempat. Ini memicu aksi spontan dengan merusak bak sampah, mencopot papan nama komisi IV dan III, merusak pot bunga. Ini bentuk akumulasi kekecewaan KMPP, seharusnya pihak DPRD bisa memfasilitasi masalah yang ada di dunia pendidikan. Bukannya asyik melancong keluar daerah menghabiskan uang negara, tanpa ada hasil yang dibawa untuk kemajuan daerah,” tegasnya.
Selain itu, Roni juga menyinggung surat pemberitahuan aksi ke kepolisian Resort Sumbawa, dimana rute yang tercantum hanya Kantor Bupati Sumbawa dan Diknas Sumbawa. Sementara di DPRD tidak termuat dalam surat pemberitahuan aksi, sehingga kepolisian tidak mengawal dan melakukan penjagaan. Padahal, jelas Roni, di dalam surat pemberitahuan aksi tertulis jelas ada rute DPRD Sumbawa. “Jadi dugaan kuat, ini skenario mengalihkan isu yang terjadi di Diknas, ingin membungkam aktivis pergerakan dengan cara membenturkan mahasiswa dengan DPRD Sumbawa,” cetusnya.
Kendati demikian, Roni sangat menghargai dan menjunjung tinggi proses hukum terkait pemanggilan terhadap KMPP. “Harapan kami, Kapolres Sumbawa harus bijak, profesional dan komprehensif melihat permasalahan yang terjadi,” pungkasnya. (*)