Sumbawa Besar, SR (17/03)
Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Sumbawa menggelar aksi demo di depan Kantor Dinas Kehutanan Sumbawa, Senin (17/3). Mereka yang sebelum melakukan konvoi dan juga mengaku gabungan dari berbagai komunitas masyarakat adat, menuntut agar hutan negara yang didiami masyarakat adat dijadikan hutan adat.
Koordinator Aksi, Arfandi dalam orasinya mengatakan, keberadaan masyarakat adat sebelumnya diakui oleh negara. Namun, Departemen Kehutanan dan jajarannya melakukan perampasan hak masyarakat adat. Salah satu contoh adalah pada Hutan Adat Pekasa di wilayah Kecamatan Lunyuk.
Dia mengatakan masyarakat adat telah dimarginalkan, yang memberikan kesan negara tidak mengakui keberadaan masyarakat adat. Karenanya dia mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu melawan negara yang telah melakukan penistaan dan perampasan terhadap hak masyarakat. ‘’Apabila negara tidak mengakui masyarakat adat, maka kami tidak akan mengakui negara,” teriaknya.
Sementara itu, Ketua AMAN Sumbawa, Jazardi Gunawan S.IP meminta pemerintah segera mengesahkan rancangan undang-undang mengenai hak masyarakat adat. Dia juga meminta agar Dinas Kehutanan Sumbawa segera menegakkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35, yang menyebutkan hutan adat bukan lagi hutan negara.
Apabila pihak kehutanan mengambil kebijakan tanpa didasari oleh ketentuan, termasuk upaya mengkriminalisasi hak masyarakat adat, maka pihaknya akan melakukan perlawanan.
Massa yang telah lelah berorasi ditemui oleh Kepala Dinas Kehutanan Sumbawa, Ir Sigit Wheratsongko. Di hadapan massa, Sigit menerangkan, persoalan hutan adat dalam putusan MK No. 35 tidak dibaca secara sepotong-sepotong tapi harus juga diperhatikan pasal 4, 5 dan 7. Status hutan sudah diakui, yang tadinya hutan negara dipisahkan menjadi hutan adat dan hutan hak. Dalam pasal 4, bahwa pemerintah menetapkan status kawasan hutan. Pada pasal 5 dan 7 harus dipenuhi juga persyaratan oleh komunitas yang mengakui dirinya sebagai masyarakat adat. Adalah masyarakat adat harus berada dalam masyarakat hukum adat, bukan masyarakat adat yang baru dibuat. Kawasan hutan baru bisa dikatakan sebagai kawasan hutan adat apabila di dalamnya masih ada masyarakat adat. Selain itu, keberadaan masyarakat juga harus mendapat pengakuan dari pemerintah daerah dan diperdakan. ‘’Jangan sepotong-sepotong menyampaikan informasi. Kalau yang disampaikan sepotong-sepotong bisa jadi repot,” tambah Sigit.
Mengenai aktivitas sekelompok masyarakat di kawasan Hutan Pekasa, Sigit memberikan klarifikasi, bahwa pihaknya hanya melakukan operasi dengan menegakkan aturan, dan bukan melakukan tindakan kriminalisasi. “Kalau kegiatan di Hutan Pekasa itu dibiarkan, kami bisa dihukum karena dinilai melakukan pembiaran,” tandasnya.
Mendengar penjelasan itu, massa dengan tertib membubarkan diri. (*)