MATARAM, samawarea.com (28 Oktober 2025) — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memberikan apresiasi tinggi kepada Balai Bahasa Provinsi NTB atas konsistensinya dalam melestarikan bahasa dan sastra daerah melalui penyelenggaraan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) 2025.
Kegiatan tahunan ini menjadi puncak program Revitalisasi Bahasa Daerah dan dinilai berperan penting dalam menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap bahasa Sasak, Samawa, dan Mbojo.
Plt. Kepala Bidang GTK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB, Nur Ahmad, yang mewakili Gubernur NTB pada penutupan FTBI 2025, menyampaikan bahwa program ini sejalan dengan visi “NTB Mendunia” yang menekankan pentingnya memperkuat identitas budaya daerah melalui bahasa dan sastra.
“Pemerintah provinsi berkomitmen untuk terus mendorong pengajaran bahasa daerah dalam kurikulum muatan lokal di semua jenjang pendidikan,” ujar Nur Ahmad.
Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi NTB, Dwi Pratiwi, menjelaskan bahwa FTBI 2025 merupakan penyelenggaraan keempat sejak program revitalisasi digulirkan. Festival ini menjadi puncak dari serangkaian kegiatan penguatan pelindungan bahasa dan sastra daerah, seperti rapat koordinasi, diskusi kelompok terpumpun, bimbingan teknis bagi guru master, hingga pemantauan dan evaluasi di setiap kabupaten/kota.
Dalam konferensi persnya, Dwi Pratiwi mengungkapkan bahwa masih terdapat tiga kabupaten yang belum memiliki peraturan daerah tentang pelindungan bahasa dan sastra, yakni Lombok Utara, Sumbawa Barat, dan Dompu.
“Kami berharap seluruh kabupaten/kota di NTB segera memiliki landasan hukum yang kuat untuk mendukung pelestarian bahasa daerah,” ujarnya.
Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan FTBI, antara lain keterbatasan guru bahasa daerah serta ketersediaan buku ajar. Untuk mengatasi hal tersebut, Balai Bahasa NTB tengah menyusun Kamus Sasambo–Indonesia serta menerbitkan buku cerita anak berbahasa daerah, agar pembelajaran bahasa daerah semakin menarik bagi generasi muda.
Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Dora Amalia, yang turut hadir secara daring, menyampaikan apresiasinya terhadap semangat para guru dan peserta FTBI.
“FTBI bukan sekadar ajang lomba, tetapi juga bagian penting dari upaya menjaga eksistensi bahasa daerah di tengah arus globalisasi,” ungkap Dora.
Penutupan FTBI 2025 ditandai dengan pengumuman para pemenang lomba bahasa daerah Sasak, Samawa, dan Mbojo. Sebanyak 251 peserta dari berbagai jenjang pendidikan dan instansi turut ambil bagian dalam tujuh cabang lomba yang digelar sejak 25 Oktober lalu.
Kegiatan ini menjadi bukti nyata sinergi antara pemerintah daerah, Balai Bahasa, dan masyarakat dalam menumbuhkan “tunas-tunas ibu” — generasi muda yang mencintai dan melestarikan bahasa daerahnya. (SR)






