SUMBAWA BESAR, samawarea.com (10 Juni 2025) – Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Julmansyah S.Hut, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi lingkungan dan lahan di Kabupaten Sumbawa.
Dalam paparannya bertajuk “Kebijakan dan Program Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumbawa”, Julmansyah yang menjadi narasumber pada Musrembang Kabupaten Sumbawa di La Grande Sumbawa Grand Hotel, Selasa (10/6/25), menyebutkan bahwa realitas kerusakan lingkungan sudah terlalu nyata.
“Kita menyaksikan penurunan debit air secara signifikan, hilangnya mata air, lahan-lahan yang kehilangan produktivitas, serta krisis pangan dan ternak. Ini bukan sekadar angka, ini panggilan sejarah. Saatnya Bupati dan Wakil Bupati memimpin gerakan perubahan dari hulu,” tegas mantan Kadis Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi NTB ini.
Dalam forum itu, Julmansyah juga menyinggung cara pandang masyarakat Tau Samawa terhadap lahan yang selama ini menjadi basis penghidupan. Lahan bagi masyarakat Sumbawa bukan hanya sebidang tanah, tetapi ruang hidup, sumber pangan, air, dan nilai budaya. Namun kini, air yang dulu melimpah seperti dalam ungkapan “Mole Pade Antap. Telas Kebo Jaran”, mulai langka, bahkan hilang.
Data menunjukkan, lebih dari 55% area penanaman jagung di Kabupaten Sumbawa, Dompu, dan Bima dilakukan di lahan dengan kemiringan di atas 15 derajat, area yang secara ekologis rawan erosi dan degradasi. Luas pertanian lahan kering di Sumbawa pada tahun 2024 mencapai 135.813,48 hektar, sebagian besar tanpa sistem pengelolaan konservatif.
Julmansyah mengajak Pemkab Sumbawa untuk benar-benar memeriksa substansi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Ia menekankan, RPJMD bukan hanya janji politik yang dibingkai dokumen, tetapi resep pembangunan yang harus berbasis diagnosa tepat.
“Jika salah mendiagnosa masalah seperti krisis air dan produktivitas lahan yang menurun maka seluruh strategi pembangunan bisa gagal total. RPJMD harus menjawab tantangan hari ini dan esok, termasuk krisis air dan ketahanan pangan,” ujarnya.
Julmansyah juga menyarankan agar disediakan data perubahan pola tanam dan indeks pertanaman pada seluruh Daerah Irigasi (DI), data produktivitas komoditi pertanian, data spasial kawasan hutan, sumber air, serta overlay dengan sistem irigasi. Serta Peta DAS yang ingin dipertahankan atau dipulihkan.
Menurut mantan Pj Bupati Sumbawa Barat ini, lahan-lahan di Sumbawa tak lagi mampu menopang produktivitas seperti dulu. Banyak peternak mengeluhkan ternak yang kurus kering, populasi yang menurun, serta ketergantungan tinggi terhadap bahan pangan dari luar daerah.
“Kalau kita ingin industri berkembang dan tambang seperti Dodo Rinti berjalan, maka kebutuhan dasar seperti air dan pangan harus kuat dulu. Jika tidak, kita hanya akan memupuk konflik baru,” tegasnya.
Julmansyah menutup presentasinya dengan seruan untuk kembali ke akar budaya local yaitu melestarikan hutan, menghargai tanah, dan memulihkan DAS sebagai bagian dari sistem kehidupan.
“Menghijaukan Sumbawa bukan hanya soal menanam pohon. Ini soal menyelamatkan mata air, menumbuhkan kembali nilai lokal, dan menghidupkan ekonomi masyarakat dari lahan yang sehat. Pemimpin hari ini harus berani mengambil keputusan yang berpihak pada masa depan,” pungkasnya.
Untuk diketahui Musrembang itu dihadiri langsung Bupati Sumbawa Ir. H. Syarafuddin Jarot MP, Wakil Bupati, Drs. H Mohamad Ansori, Anggota DPRD Provinsi NTB, H. Asaat Abdullah ST, Ketua DPRD Nanang Nasiruddin S.AP., M.M.Inov dan tiga pimpinan DPRD lainnya, H. Berlian Rayes S.Ag., M.M.Inov, Gitta Lisbano SH M.Kn, dan Zulfikar Demitri SH MH, Kepala Bappeda NTB dan Sumbawa, kepala OPD dan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan lainnya. (SR)