SAMAWAREA PARLEMENTARIA, KERJASAMA DENGAN DPRD KABUPATEN SUMBAWA
SUMBAWA BESAR, samawarea.com (13 Februari 2025) – Persoalan lahan PT Sumbawa Bangkit Sejahtera (PT SBS) di Kecamatan Plampang belum berakhir. Masalah ini bergulir sejak beberapa tahun lalu. Karenanya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumbawa mengundang sejumlah pihak terkait untuk hearing, Rabu, 12 Februari 2025. Fokus hearing ini untuk membahas penguasaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT SBS.
Hearing tersebut langsung dipimpin Ketua DPRD Sumbawa Nanang Nasiruddin, S.AP., M.M.Inov bersama Wakil Ketua HM Berlian Rayes, S.Ag.,M.M.Inov dan Wakil Ketua III Zulfikar Demitry, SH.,MH. Ikut mendampingi Ketua komisi III Syaifullah, S.Pd.,M.M.Inov, Wakil Ketua Komisi III Sri Wahyuni, S.AP beserta Anggota Hj.Jamila, S.Pd,SD, H. Rusdi, dan Saipul Arif serta Juliansyah, SE anggota Komisi II.
Selain itu hadir Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Setda Sumbawa, I Ketut Sumadi Arta SH, Kepala Dinas PRKP Pipin Shakti Bitongo SE., M.Eng, Perwakilan Kapolres Sumbawa, Dandim 1607 Sumbawa, Camat Plampang, Camat Labangka, PT . SBS , Kades Suka Mulya Labangka lll, Kades Sepakat, Kades Selante, Kades Usar dan LSM LPPK NTB, perwakilan masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Olat Maras, LSM LPPK NTB, dan perwakilan dari PT SBS.
Dalam kesempatan itu Jasardi Gunawan dari LBH Olat Maras menyampaikan bahwa pihaknya telah mendampingi masyarakat sejak April 2023. Sebelumnya telah terjadi kesepakatan antara masyarakat dan PT SBS di Kantor BPN Sumbawa yang dihadiri berbagai pihak, termasuk dari PT SBS.
Dalam kesepakatan tersebut, PT SBS berjanji akan memberikan lahan seluas 50 hektar kepada masyarakat. Sepanjang belum direalisasikan kesepakatan itu, warga meminta BPN Kanwil NTB untuk tidak menerbitkan HGU. Persoalan ini terus bergulir, dan sempat ditangani DPRD dan Pemda, namun tidak ada penyelesaian. Justru, tujuh orang warga yang menuntut haknya justru dipidana.
LBH Olat Maras juga menyoroti adanya perbedaan informasi terkait HGU PT SBS. Pihaknya mendapatkan informasi dari BPN bahwa HGU belum diterbitkan, tapi ternyata sudah terbit, sehingga memantik kemarahan masyarakat.
Sugianto—pendamping warga lainnya, mengakui adanya kesepakatan antara masyarakat dan PT SBS. Saat pertemuan yang dihadiri pihak BPN Sumbawa, PT SBS menawarkan 30 hektar lahan untuk masyarakat sebagai plasma. Namun setelah melalui negosiasi, disepakati 50 hektar untuk masyarakat dan 10 hektar untuk plasma. Hingga saat ini, kesepakatan tersebut belum terealisasi.
Sugianto juga mempertanyakan keabsahan HGU PT SBS dan meminta kejelasan mengenai status lahan yang disengketakan. Ia juga menyoroti adanya oknum kepala desa yang membuat sporadik di lahan tersebut.
Menanggapi hal itu, Perwakilan PT SBS, Bahtian menjelaskan bahwa perusahaan mereka hadir di Sumbawa pada tahun 2013 dengan izin lokasi nomor 1571 tahun 2013. Mereka berinvestasi atas undangan Pemda Sumbawa.
PT SBS mengakui adanya masyarakat yang menggarap tanah, sehingga mereka memberikan ijin bukan jual beli. PT SBS mengelola ijin lokasi lahan seluas 1.245,42 hektar, di antaranya 490 hektar sudah memiliki HGU dan lebih dari 600 hektar belum dikelola. Izin penggunaan tanah diterbitkan pada 2013, dengan SK izin lokasi sejak 2000.
Perusahaan juga telah melakukan sosialisasi program plasma pada 30 Oktober 2023. Selain itu melibatkan Komnas HAM dalam penyelesaian sengketa pada 23 Maret 2024. PT SBS mengklaim telah melakukan pembersihan lahan dan penanaman sisal sejak tahun 2017 dan mulai panen di Lepu.
Mereka juga mengklaim telah memberikan kompensasi dan tali asih kepada masyarakat. Namun pada tahun 2022, pertumbuhan tanaman sisal tidak bagus sehingga dilakukan pembersihan lahan dan penanaman kembali.
PT SBS menjelaskan, HGU yang dikantonginya terbit Tahun 2023. Atas penerbitan itu, mereka digugat masyarakat di PTUN Mataram. Hasilnya gugatan itu ditolak hingga tingkat Kasasi. PT SBS juga membantah telah melepaskan tanah kepada masyarakat, melainkan dalam bentuk lain yakni pemberian modal dan petani plasma. Sebab PT SBS hanya memiliki sertifikat HGU yang sifatnya sementara atau kontrak yang waktunya terbatas, selama 35 tahun.
Ketua Komisi III DPRD Sumbawa, Syaifullah meminta agar dilakukan kajian ulang terhadap penggunaan HGU PT SBS seperti yang ada di Blok Teluk Santong. Ditegaskan Hera—sapaan akrabnya, lahan tersebut tidak dapat dimiliki oleh pihak manapun, karena PT SBS hanya mwengantongi hak kontrak, bukan hak milik.
Sementara Ketua DPRD Kabupaten Sumbawa Nanang Nasirudin mengatakan, diundangnya semua pihak untuk mendapatkan solusi agar persoalan lahan ini berakhir. “Kami ingin pertemuan ini menghasilkan solusi agar masalah ini tidak terus berkepanjangan,” ujarnya.
Karena itu DPRD Sumbawa mengeluarkan rekomendasi. Yaitu, PT.SBS dan LPPK NTB sepakat untuk memberikan lahan sebanyak 50 hektar dalam bentuk plasma bukan sebagai hak milik. Ketentuan plasma yang diberikan mengikuti aturan perusahaan dan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Kemudian, mengkaji kembali surat ijin pembukaan lahan PT. SBS, dan HGU PT SBS yang diperuntukkan untuk sisal sesuai dengan hak yang diberikan. (SR)