Penyair Perempuan NTB Hadiri MIWF 2019

oleh -97 Dilihat

MATARAM, SR (1/7/2019)

Baiq Ilda Karwayu adalah salah seorang penyair perempuan yang gigih berkesenian dan memperjuangkan literasi di NTB. Kegigihan penyair kelahiran Denpasar, 26 tahun silam ini mengantarkan Ilda panggilan akrabnya, mewakili NTB dalam ajang Makassar International Writers Festival (MIWF) 2019. Sebuah perhelatan literasi terbesar se-Indonesia Timur yang digelar di Benteng Rotterdam Makssar 26-29 Juni 2019 yang lalu. Ilda bersama 68 orang penulis dan pembicara se-Indonesia membagikan pengalaman dan cerita tentang karya mereka di MIWF. Ilda sendiri telah menulis beberapa antologi puisi, baik antologi tunggal maupun kolaborasi bersama penyair nusantara lainnya. Buku antologi tunggalnya diterbitkan BPB tajuk 2018 yang lalu bertajuk “Eulogy”.

Sementara puisi kolaborasi Ilda di antaranya, Antologi Puisi 100 Penyair Perempuan (KPPI 2013), “ISIS dan Musim-musim”; Antologi Puisi 17 Penyair Indonesia Timur (PBP 2014), Antologi Puisi Penyair Perempuan NTB (Akarpohon 2015), “Kembang Mata; Puisi pilihan Suara NTB (Suara NTB 2014), “Mata yang Gelap” Puisi pilihan Suara NTB (Suara NTB 2016), “A Skyful of Rain” (Rainy Day’s festival 2018), “Bangkalan Dalam Sastra Indonesia (Bangkalan Literasy Festival, 2018).

Mengikuti MIWF, bukan satu-satunya prestasi Ilda dalam berkesenian dan berliterasi. Di tahun 2017, Ilda juga terpilih magang di The Japan Foundation Jakarta dalam program Magang Nusantara yang diampu oleh Yayasan Kelola. Bagi Ilda, kedua kesempatan tersebut semakin memotivasi dirinya dalam berkarya dan berkesenian. Ilda mungkin akan selalu mengingat pengalamannya bertemu Avianti Armand salah seorang penulis favoritnya dalam MIWF. “Saya sangat mengagumi Avianti Armad. Dia mampu menggabungkan metode profesionalitas kerjanya sebagai seorang arsitek ke dalam proses kreatif menulisnya. Rapi sekali. Jadi kita bisa merasakan desain yang kokoh pada puisi dan cerpennya. Sekokoh bangunan yang dirancangnya dengan teliti,” tuturnya pada Tim Media sekembalinya dari Makassar, (30/6). “Saya pengen bisa begitu. Saya seorang guru. Apa yang bisa saya lakukan dengan menjadi seorang guru untuk karya saya. If she can do that, why am I not?” lanjut Ilda yang kesehariannya mengajar Bahasa Inggris dan BIPA di Mataram Lingua Franca Institute (MaLFI).

Baca Juga  Didatangi HNSI, Johan Rosihan Siap Perjuangkan Nasib 60 Ribu Nelayan NTB

Sementara itu, di The Japan Foundation Jakarta, untuk pertama kalinya Ilda berkesempatan ngekost. Hal yang tidak pernah dapat dirasakannya selama tinggal di Lombok. Dari pengalaman tersebut, Ilda banyak belajar kemandirian tinggal di seberang pulau. Ia juga berkesempatan “melahap” banyak kegiatan di Jakarta. “Kegiatan (kesenian) di sana lebih beragam, tentu saja nggak akan saya alami di Lombok. Selain itu saya juga berkesempatan bertemu dengan orang2 berbudi luhur yang banyak menginspirasi saya,” papar alumni Universitas Mataram tersebut.

Menjadi seniman perempuan di Daerah tidak semulus dibandingkan berkarier di Ibu Kota. Selama berkesenian, Ilda yang juga merupakan program manager di Komunitas Akarpohon Mataram,banyak menghadapi stereotype masyarakat. Seperti terkesan menjadi pengangguran, perempuan nakal karena sering pulang malam, mendobrak norma, hingga tidak menikah, harus digeluti Ilda selama berkesenian. Untungnya Ilda yang juga aktif dalam seni pertunjukan teater membalas seluruh stereotype tersebut dengan berbagai karyanya.

Baca Juga  Rebranding UTS, Berkaca dari MIT Kampus Terbaik Dunia

Bersama Komunitas Akarpohon Mataram, kini Ilda terus berjuang agar Kesusastraan semakin berkembang di NTB. Berbagai kegiatan rutin digelar, di antaranya “Tilikteks” yaitu menilik dan mendiskusikan sebuah teks sekaligus meresponnya dengan dengan musik atau pertunjukan setiap satu bulan sekali. Ada juga, “Perayaan Buku” yaitu sebuah acara bedah buku penulis NTB maupun penulis Luar NTB, serta “Tukar Pikir” yang mendiskusikan topik non-sastra dengan menghadirkan seorang ahli sebagai pemantik diskusi. Kegiatan ini rutin digelar setiap senin sore bertempat di sekretariat Komunitas Akarpohon Mataram atau di Aula Taman Budaya NTB. Di akhir wawancara, Ilda memberikan tips menghadapi writingblock atau kebuntuan menulis yang kerap dihadapi penulis, termasuk dirinya. “Cari orang buat diskusi. Biasanya orang ekstrovert seperti saya membutuhkan itu. Kalau Introvert mungkin perbanyak membaca karya orang lain yang dapat memantik untuk menulis,” tandasnya. (SR)

rokok pilkada mahkota NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *