Transformasi Digital Pendidikan melalui Inpres 7 Tahun 2025

oleh -576 Dilihat

Oleh : Eka Kurniawati, S.Pd *)

Inpres No. 7 Tahun 2025 (“Revitalisasi Satuan Pendidikan, SMA Unggul Garuda, dan Digitalisasi Pembelajaran”) merupakan upaya pemerintah pusat untuk mempercepat transformasi pendidikan nasional melalui tiga pilar utama: pembangunan dan revitalisasi fisik satuan pendidikan, pengembangan sekolah unggulan, dan digitalisasi pembelajaran. Fokus digitalisasi mencakup penyediaan perangkat keras (Interactive Flat Panel, laptop, media penyimpanan konten digital), pengembangan konten digital, pelatihan guru, hingga pemerataan akses di seluruh sekolah dari jenjang PAUD sampai SKB (Satuan Kegiatan Belajar). Targetnya yakni ~288.865 sekolah yang siap mengimplementasikan digitalisasi pembelajaran di tahun 2025.

Digitalisasi memungkinkan materi pembelajaran yang berkualitas dikirim ke sekolah-sekolah di daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan), yang selama ini mengalami keterbatasan sumber daya, tenaga pengajar spesialis, dan fasilitas pembelajaran. Dengan adanya IFP, paket konten digital, laptop, sekolah-sekolah di wilayah terpencil memiliki peluang yang sama dalam menyelenggarakan pembelajaran bermutu.

Asas keadilan dan pemerataan ditegaskan sebagai prinsip operasional program, agar setiap sekolah, tanpa memandang latar belakang geografis, ekonomi, ataupun sosial, memperoleh kesempatan yang setara untuk mengakses sarana dan proses pembelajaran digital.

Dengan integrasi teknologi, metode pembelajaran bisa lebih interaktif, adaptif, dan personal. Misalnya penggunaan media digital, konten multimedia, interaksi real-time lewat platform digital atau perangkat seperti IFP. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa serta membantu pemahaman konsep melalui visualisasi atau simulasi.

Upaya pengenalan koding dan kecerdasan buatan (AI) pada PAUD dan sekolah dasar/menengah (sejumlah sekolah telah mulai melaksanakan) akan memperkuat literasi digital, computational thinking, kreativitas, dan kesiapan menghadapi tantangan global.

Kolaborasi antar pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan sektor teknologi menjadi kunci. Distribusi perangkat dan konten yang terstandar, pelatihan guru, dan dukungan infrastruktur jaringan akan memerlukan koordinasi yang baik. Program-program seperti Akses Internet Bakti, VSAT, dan pembangunan BTS4G yang menyasar daerah yang belum tersentuh sinyal menjadi bagian dari upaya memperkuat infrastruktur digital.

Pemanfaatan konten digital dan solusi teknologi memungkinkan skala yang lebih besar (scale-up) daripada model pembelajaran konvensional yang sangat bergantung pada sumber daya manusia lokal dan fasilitas fisik terbatas.

Walau manfaatnya sangat besar, terdapat beberapa tantangan yang harus diantisipasi agar digitalisasi pendidikan tidak hanya berhasil secara administrasi, tapi berdampak nyata dan berkelanjutan. Berikut penulis uraikan beberapa faktor tantangan yang harus diantisipasi :

1. Infrastruktur dasar yang belum memadai

Koneksi Internet: Banyak sekolah, terutama PAUD di daerah terpencil, belum memiliki akses internet yang memadai atau bahkan sama sekali. Sebagai contoh, tercatat 27.650 satuan PAUD belum punya akses internet.

Ketersediaan listrik: Sebagian sekolah belum teraliri listrik secara stabil atau bahkan tidak memiliki sumber listrik tetap. Tanpa listrik yang memadai, perangkat digital dan media penyimpanan akan sulit dimanfaatkan secara optimal.

Perangkat dan pemeliharaan: Meskipun perangkat sudah disebar, pemeliharaan berkala, ketersediaan spare part, dan ketahanan fisik perangkat di lingkungan yang kadangkala lembab atau kurang terawat menjadi kekhawatiran.

2. Kapasitas Sumber Daya Manusia (Guru dan Pengelola Sekolah)

Tidak semua guru memiliki kompetensi digital yang memadai — baik dalam penggunaan perangkat keras/software, integrasi konten digital dalam praktik pembelajaran, maupun dalam pedagogi adaptif yang memanfaatkan teknologi. Tanpa pelatihan yang baik dan berkelanjutan, perangkat yang dibagikan bisa jadi hanya “hiasan” dan tidak optimal pemanfaatannya.

Resistensi terhadap perubahan: beberapa pendidik atau sekolah mungkin lebih nyaman dengan metode tradisional dan memerlukan pendampingan budaya untuk bergeser ke pedagogi digital.

3. Konten dan relevansi lokal

Konten digital harus sesuai dengan konteks lokal, bahasa daerah, kultur, dan kebutuhan siswa. Jika tidak, siswa di daerah terpencil atau dengan latar belakang bahasa yang bukan bahasa Indonesia baku akan menghadapi hambatan tambahan.

Selain itu, kualitas konten harus tinggi, menarik, dan pedagogis; bukan sekadar “digitalisasi isi buku teks”, melainkan pengembangan materi yang memanfaatkan keunggulan multimedia, interaktivitas, dan adaptasi terhadap kebutuhan siswa.

4. Keberlanjutan dan pendanaan

Pendanaan bukan hanya untuk pengadaan perangkat, tetapi juga untuk operasional: listrik, internet, pemeliharaan, upgrade konten, pelatihan guru berkelanjutan, dan penggantian perangkat tua.

Risiko bahwa setelah tahap awal (“fase rollout”) semangat dan alokasi dana menurun, sehingga program menjadi tidak maksimal di masa selanjutnya.

5. Ketergantungan teknologi dan risiko keamanan

Tantangan keamanan data dan privasi perlu diperhatikan, terutama untuk platform pembelajaran digital dan penyimpanan konten. Ketergantungan pada teknologi bisa membuat proses pembelajaran terhambat jika terjadi gangguan (internet turun, perangkat rusak, listrik padam). Mekanisme backup offline dan solusi alternatif lokal perlu dipersiapkan.

Sebagai pemamngku kepentingan pendidikan nasional kita berharap tujuan dari digitalisasi pembelajaran ini adalah untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan nasional dengan menciptakan proses belajar yang lebih interaktif dan menyenangkan bagi siswa serta memudahkan guru dalam mengakses bahan ajar benar-benar tercapai.

Inpres No. 7 Tahun 2025 berpotensi menjadi katalis besar bagi transformasi pendidikan di Indonesia menuju sistem yang lebih inklusif, modern, dan berdaya saing. Fokus digitalisasi pembelajaran membawa peluang besar: pemerataan akses, peningkatan mutu, pemulihan learning loss, dan penguatan kompetensi abad ke-21.

Namun, manfaat tersebut tidak otomatis tercapai; keberhasilan tergantung pada bagaimana tantangan struktural, kapasitas sumber daya manusia, relevansi konten, kesiapan infrastruktur, dan pendanaan diatasi. Dengan strategi yang matang—pemetaan kondisi nyata di lapangan, pelatihan guru yang berkelanjutan, konten lokal, infrastruktur yang tahan lama, serta sistem monitoring dan evaluasi—digitalisasi pendidikan dapat benar-benar membawa perubahan sistemik yang berkelanjutan.

*) Pemerhati Pendidikan/Orang Tua Siswa di SMPN 1 Sumbawa Besar

nusantara pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *