SUMBAWA BESAR, samawarea.com (28 Februari 2024) – Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan merespon perkembangan harga beras yang semakin “ugal-ugalan”. Bahkan Ia menilai harga beras tertinggi dalam sejarah.
Menurutnya kondisi harga beras yang semakin mahal dan stoknya di pasaran semakin langka adalah akibat dari kegagalan pemerintah dalam hal produksi beras dan buruknya tata kelola beras mulai dari hulu sampai hilir.
“Kita menyayangkan pernyataan Presiden Jokowi yang tidak bisa memberi solusi atas kenaikan harga beras bahkan hanya menyalahkan perubahan cuaca sehingga produksi berkurang dan harga beras menjadi naik. Saya tegaskan persoalan beras tidak sesederhana itu,” cetus Johan.
Ia mengakui memang benar terjadi penurunan produksi beras akibat perubahan iklim tapi jumlahnya tidaklah signifikan. Justeru penyebab signifikan dari terus menurunnya produksi beras adalah terjadinya laju alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian yang terus meningkat setiap tahun, dan penurunan produktivitas padi dan beras akibat dari penggunaan pupuk dan pestisida berlebih.
Bahkan Johan menilai Kebijakan Impor beras selama ini yang selalu merugikan petani dan masyarakat luas menjadi sebab rusaknya kemandirian pangan nasional.
Legislator asal dapil NTB 1 ini berharap pemerintah segera mengambil langkah konkrit untuk mengatasi persoalan beras ini. “Harus ada terobosan baru dari pemerintah untuk meningkatkan produksi beras seperti optimalisasi seluruh daerah, produksi beras dengan dukungan anggaran yang besar untuk kebutuhan benih, pupuk, alsintan dan irigasi yang prima sebagai langkah intensifikasi produksi.”
“Selama ini pemerintah gagal memperbaiki tata kelola beras mulai tata kelola harga, pasca panen, distribusi, manajemen stok, integrasi pasar beras, dan tata kelola konsumsi beras, dan lain-lain,” imbuh Johan.
Politisi PKS ini mendorong peningkatan produksi beras melalui penggunaan padi unggul bersertifikat untuk mendongkrak produktivitas menggunakan system budidaya yang lebih baik dengan memberdayakan para penyuluh pertanian dan perlindungan kepada petani secara optimal. Selain itu pemerintah harus mengatasi kondisi food looses (kehilangan) padi yang masih besar di Indonesia melalui penanganan pascapanen yang tepat.
Johan melanjutkan bahwa Persoalan kelangkaan dan harga beras yang terus meroket ini, tidak hanya dilihat bahwa harga dunia sedang tinggi atau menyalahkan cuaca. Namun pemerintah sendiri gagal melakukan perbaikan tata kelola beras dan angka produksi terus menurun setiap tahun. Bahkan dari sisi rata-rata konsumsi beras malah mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir yang menurut data BPS cenderung menurun 11,6% konsumsi beras per kapita.
Ketua DPP PKS ini menandaskan bahwa pemerintah harus memperbaiki kondisi pasar beras di Indonesia, sehingga harga dapat lebih stabil dan stok di pasaran tidak langka seperti sekarang.
“Saya menganjurkan agar segera diperbaiki pola distribusi beras yang lebih efisien di seluruh wilayah Indonesia serta integrasi harga beras di pasaran mengingat harga beras domestik cenderung lebih tinggi dibandingkan harga beras internasional,” kata Johan.
Johan menyebutkan bahwa produksi pada tahun 2023 lalu mengalami penurunan sekitar satu juta ton dan pemerintah tidak mampu mengantisipasi terjadinya gagal panen di daerah sentra beras akibat rendahnya kinerja dan anggaran pertanian.
“Kita saksikan ratusan warga antre berjam-jam untuk mendapatkan beras murah karena harga beras melonjak menyentuh harga Rp 14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp 18.000 per kilogram untuk beras premium. Pemerintah harus segera melakukan langkah strategis untuk menjaga stabilitas harga beras sebagai komoditi pangan pokok demi ketahanan pangan dan stabilitas nasional,” pungkasnya. (SR)