Forum Sumbawa Menggugat Resmi Polisikan GAR-ITB

oleh -155 Dilihat

SUMBAWA BESAR, samawarea.com (16/2/2021)

Forum Sumbawa Menggugat (FSM) resmi mempolisikan Gerakan Anti Radikal—Institut Teknologi Bandung (GAR-ITB). Laporan dengan delik dugaan pencemaran nama baik ini disampaikan Ketua FSM, Dr. Drs. A. Rachman Alamudy SH., M.Si didampingi para tokoh Sumbawa dan aktivis dari berbagai lintas profesi, organisasi dan etnis, Selasa (16/2/2021). Laporan itu diterima secara resmi oleh Wakapolres Sumbawa, Komisaris Polisi (Kompol) Agung Asmara SIK., M.IK. Laporan polisi ini terkait dengan tuduhan radikal oleh GAR—ITB kepada Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA., Ph.D—tokoh nasional dan dunia asal Sumbawa.

Disebutkan Abi Mang—akrab Ketua FSM ini disapa, ada 6 tuduhan yang disampaikan GAR—ITB terhadap Prof Din Syamsuddin. Din Syamsudin dianggap bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara dan terhadap keputusannya. Hal itu diketahui melalui pernyataan Din pada 29 Juni 2019, sehingga GAR ITB menyebut Din melontarkan tuduhan tentang adanya rona ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi yang memproses serta memutus perkara sengketa Pilpres 2019.

Din dinilai mendiskreditkan pemerintah, menstimulasi perlawanan terhadap pemerintah, yang berisiko terjadinya proses disintegrasi bangsa. Sehingga tindakan Din itu dinilai melalui pernyataan Din dalam webinar “Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19” pada 1 Juni 2020 yang digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute (KJI). GAR menilai saat itu Din menunjukkan kekonsistenannya untuk menyuarakan penilaian yang negatif terhadap pemerintah Indonesia.

Din juga dianggap melakukan framing yang menyesatkan pemahaman masyarakat umum, dan mencederai kredibilitas pemerintah RI yang sah. Bertepatan dengan pra-deklarasi kelompok KAMI pada, 2 Agustus 2020. GAR ITB menilai penyampaian Din dikesankan seolah-olah Indonesia sedang dalam kondisi sangat darurat, akibat dari praktek oligarkhi, kleptokrasi, korupsi, dan politik dinasti.

Din dianggap menjadi pemimpin dari kelompok yang beroposisi terhadap pemerintah. GAR ITB berpendapat, acara deklarasi kelompok KAMI di Jakarta pada 18 Agustus 2020 merupakan sebuah konfirmasi resmi atas posisi Din Syamsudin di dalam kepemimpinan kelompok KAMI. Karenanya kedudukan Din di kelompok KAMI terhadap pemerintah Indonesia dinilai cerminan dari posisi Din terhadap pemerintah pula.

Din dianggap menyebarkan kebohongan, melontarkan fitnah, serta mengagitasi publik agar bergerak melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah. Pidato Din pada saat deklarasi kelompok KAMI di Bandung, Jawa Barat, 7 September 2020, GAR ITB memandang Din kembali menyuarakan sebuah kebohongan publik. Din menyatakan seolah-olah telah terjadi kerusakan-kerusakan negara dan bangsa pada masa kini, yang skalanya bahkan lebih besar daripada kerusakan-kerusakan yang terjadi selama masa penjajahan Belanda.

Selanjutnya Din dinilai melontarkan fitnah dan mengeksploitasi sentimen agama. Bukti yang dilampirkan GAR ITB mengenai respons Din Syamsuddin terhadap kejadian penganiayaan fisik yang dialami oleh Ulama Syekh Ali Jaber. Din menyatakan penilaiannya bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap ulama, dan kejahatan berencana terhadap agama dan keberagamaan. GAR ITB menyampaikan, faktanya, tindak kriminal pidana penganiayaan terhadap Ulama Syekh Ali Jaber tersebut adalah sebuah kasus pidana umum biasa yang sama sekali tidak terorganisir.

Baca Juga  Bisnis Narkoba, Seorang Wanita di Kelurahan Seketeng Dibekuk

Dari keenam point tersebut menurut Abi Mang, tentu tidak beralasan cukup kuat menganggap Prof Din melanggar disiplin PNS yang diatur dalam peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pasal 4 yang berbunyi setiap PNS dilarang menyalahgunakan wewenang, menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain, tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional, bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah.

Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani.

Kemudian, menghalangi berjalannya tugas kedinasan. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden. Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan. Dan memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

“Karena tidak mengandung alasan yang jelas dan tidak memenuhi unsur bahwa Prof Din Syamsudin telah melanggar disiplin PNS, maka apa yang dilakukan oleh Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) berpotensi melanggar Pasal 14 Undang-Udang Nomor 1 Tahun 1941 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum.

Bunyinya, barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau atau denda paling banyak tiga ratus rupiah,” bebernya.

Baca Juga  Sekolah Perempuan “Pelangi” Ubah Perempuan Lebih Berdaya

Dengan demikian, unsur-unsur Pencemaran Nama Baik atau penghinaan yang diungkap Pasal 310 KUHP yang berupa dengan sengaja, menyerang kehormatan atau nama baik. menuduh melakukan suatu perbuatan, menyiarkan tuduhan supaya diketahui umum. Apabila unsur-unsur penghinaan atau pencemaran nama baik ini hanya diucapkan (menista dengan lisan), maka perbuatan itu tergolong dalam Pasa1 310 ayat (1) KUHP. Namun, apabila unsur-unsur tersebut dilakukan dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan (menista dengan surat), maka pelaku dapat dijerat atau terkena sanksi hukum Pasal 310 ayat (2) KUHP.

Tidak hanya sebatas KUHP, lanjut mantan Pimpinan DPRD Sumbawa ini, di dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 27 ayat 3 yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Sebagai bentuk ancaman hukuman yang termaktub dalam pasal tersebut hal ini diungkapkan dalam pasal Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000.

Ungkapan yang terkandung di dalam pasal tersebut merupakan delik penghinaan dan pencemaran nama baik yang merupakan perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga nama baik orang tersebut tercemar atau rusak. Secara historis ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), khususnya Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP.

Ini artinya apa yang dilakukan oleh Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) yang telah melaporkan Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, M.A., Ph.D ke lembaga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dengan dugaan telah melakukan perbuatan pelanggaran disiplin PNS merupakan perbuatan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).

“Untuk itu, kami dari Forum Sumbawa Menggugat mengajukan laporan kepada Bapak Kapolres terhadap perbuatan pencemaran nama baik yang oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) terhadap tokoh nasional bapak  Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, M.A., Ph.D,” tandasnya. (SR)

 

rokok pilkada mahkota NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *