Menunggu Kualitas Parpol di Pilkada Sumbawa

oleh -150 Dilihat
Heri Kurniawansyah HS

Oleh : Heri Kurniawansyah HS (Dosen Fisipol UNSA)

Mereka yang cenderung populer di ruang publik ataupun di tengah masyarakat di era demokrasi langsung saat ini pada umumnya adalah mereka yang sebagian besarnya terafiliasi dengan partai politik, entah sebagai ketua umum, wakil ketua, sekjen, maupun anggota biasa yang cukup vocal dan acap terdeskripsi di berbagai media. Mengapa demikian, karena mereka memiliki “panggung social” yang lebih besar untuk itu. Namun pada sisi lain, mereka yang populer tersebut belum tentu mendapat simpati dari public. Artinya keistimewaan popularitas yang melekat pada dirinya belum tentu berterima dengan rasionalitas yang dimiliki oleh masyarakat. Untuk membuktikan itu semua sangatlah sederhana, yaitu bisa dengan memastikan apakah sebagian besar calon kepada daerah yang akan muncul ke publik atau yang akan berkontestasi nantinya adalah mereka yang justru didominasi oleh para tokoh non partai (sipil dan birokrat) atau parpol?. Jika bukan dari kalangan parpol, maka justifikasinya adalah parpol telah gagal

Baca Juga  Puteri, Menantu dan Cucu Sultan Sumbawa Dianugerahi Gelar Adat Kebangsawanan

menjadi salah satu organisasi kader untuk melahirkan tokoh progresif atau tokoh-tokoh genius dalam urusan politik dan kebijakan publik, pun sebaliknya. Tentu tidak salah jika parpol mengusung tokoh dari kalangan non partai atau tokoh sipil, sebab semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin. Namun dalam tataran teoritis, perihal yang demikian adalah stigma gagalnya kaderisasi partai, sehingga terkadang partai lebih terlihat unggul dalam mencari bibit potensial non partai ketimbang melahirkan tokoh dari badannya sendiri.

Parpol tentu tidak ingin dikatakan sebagai sebuah “rumah singgahan” semata bagi para pemilik modal atau tokoh publik yang kebetulan ingin menjadi penguasa saja, namun lebih dari itu, unsur kaderisasi adalah siklus yang paling bernilai dalam mentransformasikan pengetahuan-pengetahuan bagi seorang leader kedepannya, dan siklus itulah yang cenderung masih absen dalam tubuh parpol sampai saat ini. Akibatnya parpol secara normatif belum mampu menjalankan fungsi-fungsi bijaknya kepada kelompok sasaran.

Baca Juga  Gubernur Minta Putra NTB Pimpin Poltekpar Lombok

Mengapa itu penting, karena pencapaian tertinggi dari seorang politisi adalah kekuasaan, itu artinya bahwa hanya politisi yang memiliki potensi besar untuk merubah wujud daerah ini kedepannya melalui tangan kekuasaannya. (*)

rokok pilkada mahkota NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *