SUMBAWA BESAR, samawarea.com (1 Oktober 2025) – Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam mendeteksi dan melindungi anak dari kekerasan.
Demikian disampaikan Bunda PAUD Kabupaten Sumbawa, Hj. Ida Fitria Syarafuddin Jarot SE, saat membuka Pelatihan Manajemen Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Anak yang digelar Dinas P2KBP3A Kabupaten Sumbawa, di Hotel Dewi, Selasa (30/9/2025).
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni dr. Hj. Nieta Aryani dan Tati Haryati, S.Psi., MM., serta diikuti praktisi perlindungan anak, pengelola UPT, staf bidang perlindungan perempuan dan anak, hingga pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dari berbagai wilayah di Kabupaten Sumbawa.
Dalam sambutannya, Bunda PAUD menyampaikan apresiasi kepada para peserta dan menekankan bahwa isu perlindungan anak bukan sekadar tanggung jawab instansi pemerintah, melainkan tanggung jawab kolektif semua pihak.
“Anak yang tiba-tiba murung, takut berpisah dari guru, atau sering menggambar tema ketakutan bisa menjadi sinyal awal adanya kekerasan. Guru PAUD adalah pihak pertama yang melihat dan mendengar, maka mereka juga yang pertama bisa menyelamatkan,” ujar Hj. Ida Fitria.
Ia mencontohkan kasus nyata di Surabaya, kepekaan seorang guru TK dalam mengamati perubahan perilaku anak menjadi titik awal pengungkapan kasus kekerasan. “Kasus ini mengajarkan kita bahwa kepekaan guru bisa menjadi kunci penyelamatan anak dari situasi berbahaya,” tambahnya.
Lebih lanjut, pelatihan ini dirancang untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang penanganan kasus kekerasan terhadap anak, mulai dari tahap pelaporan, pendampingan, layanan medis dan psikologis, hingga rehabilitasi.
“Respon pertama sangat menentukan. Anak korban tidak butuh tudingan, mereka butuh ruang aman, pelukan yang hangat, dan keyakinan bahwa ada orang dewasa yang berdiri di pihak mereka,” tegasnya.
Bunda PAUD juga menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Ia menyarankan agar setiap guru PAUD mengetahui jalur pelaporan dan koordinasi yang tepat, termasuk kontak UPT PPA, layanan konseling, dan prosedur pengaduan yang efektif. “Teknologi memang bisa mempercepat pelaporan, tapi empati manusialah yang menjadi inti dari perlindungan terhadap anak,” katanya.
Menutup sambutannya, Bunda PAUD berharap agar pelatihan ini tidak hanya menjadi kegiatan seremonial, melainkan dapat ditindaklanjuti secara konkret di lapangan.
“Sepulang dari sini, bentuklah tim kecil di satuan PAUD, lakukan simulasi penanganan, dan susun modul edukasi untuk orang tua. Kita mungkin bukan psikolog atau ahli hukum, tapi kita bisa menjadi bagian dari jaringan pelindung anak,” pungkasnya.
Selanjutnya narasumber. Dr. Hj. Nieta Aryani menyoroti pentingnya penguatan peran keluarga dalam mencegah kekerasan terhadap anak usia dini. Sementara itu, Tati Haryati, S.Psi., M.M., memaparkan strategi manajemen kasus kekerasan anak yang relevan dengan kondisi sosial budaya di Kabupaten Sumbawa.
Pelatihan ini diharapkan menjadi langkah nyata menuju sistem perlindungan anak yang lebih responsif, berempati, dan terintegrasi di seluruh satuan PAUD. (SR)