Negara dan Konflik Perbatasan Wilayah

oleh -142 Dilihat

Oleh: Iwan Febryanto

Pendahuluan

Isu perbatasan pada dasarnya tidak terbatas hanya sebagai isu lokal dan domistik maupun kawasan. Isu perbatasan pada abad 21 ini telah menjadi isu global dan menjadi perdebatan komunitas internasional melalui lembaga multilateral maupun bilateral. Disatu sisi ada aliran pemikiran yang meyakini bahwa batas-batas fisik dan territorial suatu negara bukan lagi masalah penting karena hubungan perekonomian global akan terus tumbuh melintasi batas bahkan tanpa batas. Hal ini ditandai disrupsi teknologi dan digitalisasi yang semakin luas dalam hubungan antar bangsa dan negara. Digitalisasi makin akseleratif dibidang ekonomi dan bisnis. Pandangan neoliberal bahkan menyatakan bahwa peran negara tidak diperlukan lagi ketika ekonomi pasar benar-benar sempurna. Pandangan ini meyakini bahwa peran negara-bangsa tidak lagi memegang peran efektif dalam distribusi kekayaan dan sumber daya ekonomi langka (Colslough 1993, dikutip dari Leftwich 200:49).

Aliran pemikiran semacam ini juga digagas Janet Ceglossky dalam karya Has Globalization Created a Borderless World? Selanjutnya Anthony Gidden melalui teori Strukturasi menekankan bahwa kekuasaan tergantung watak penguasanya. Gidden menyerang dengan keras watak kapitalistik. Pandangan kritis lainnya dari Jamus Jerome Lim melalui artikelnya berjudul “On the role of the state an increasingly borderless world”.  Faktanya masalah perbatasan suatu negara telah memicu perang dan konflik, bahkan telah melibatkan blok kekuatan militer sebagaimana konflik Rusia vs Ukraina saat ini yang mendorong keterlibatan NATO dan USA melawan Rusia. Isu demarkasi menjadi penting dalam studi hukum internasional.

Berdasarkan teori negara bayangan (proto state theory), penulis merumuskan secara anecdotal bahwa “negara bayangan adalah negara yang berdiri berdasarkan kepentingan yang sama atas sejarah, bahasa, budaya dan suku bangsa serta agama, memiliki milisi bersenjata, memiliki penduduk dan wialayah, tanpa pemerintahan dan tanpa pengakuan masyarakat internasional yang selanjutnya diperjuangkan melalui upaya diplomasi, damai dan perang”.

Perbatasan Wilayah Paska Perang Dunia II

Beberapa negara besar yang terlibat dalam perang dunia II menghadapi perubahan toponimi dan geospatial serta batas wilayah negaranya setelah peperangan berakhir. Negara-negara yang kalah perang merupakan negara yang sangat dirugikan karena posisi politik dan hukum yang lemah serta tekanan ancaman militer yang kuat dari negara pemenang perang. Namun ada pula negara yang berkurang wilayahnya meskipun dalam suasana damai. Negara semacam ini kehilangan batas laut negaranya karena kebijakan pemerintahnya salah dan sesat, misalnya kebijakan menginjinkan penjualan pasir laut ke negara tetangga. Berikut ini beberapa negara yang masih berkonflik atas batas wilayah serta klaim kepemilikannya paska perang dunia II.

  1. Pulau Kuril

Pulau Kuril merupakan salah satu pulau kecil namun strategis dan bersejarah karena pernah ditaklukkan oleh tentara Rusia (Uni Soviyet) menjelang Perang dunia II dan secara penuh dikuasai Rusia paska Perang dunia II. Posisi geografisnya di wilayah Timur laut Hokaido, Jepang. Konflik antara Jepang dan Rusia. Pulau Kuril merupakan pulau yang merupakan gugusan pulau dan terdiri dari rangkaian gunung api. Pada saat perang Dunia II tentara Uni Soviet menyerbu wilayah Kuril dan mengusir penduduknya dari suku Ainu. Jepang masih mengkalim 4 pulau diwilayah selatan ini masih milik Jepang berdasarkan hokum internasional yang berlaku sebelum tahun 1945. Keyakinan Jepang semakin kuat memenangkan sengketa paska bubarnya USSR, dan Jepang meningkatkan diplomasi sejak tahun 1990.

  1. Sahara Barat

Negara Sahara Barat menyerupai Negara Bayangan (Proto State), dengan karakteristik memiliki wilayah kekuasaan, memiliki angkatan bersenjata, memiliki penduduk namun tidak memiliki pemerintahan dan tidak mendapatkan pengakuan kedaulatan dari dunia internasional. Berada dibagian barat laut Afrika dan belum merdeka. Penduduk asli adalah orang Saharawis telah berperang sejak 1970 melawan Maroko. Organisasinya Front Polisadi rio telah berulangkali memberontak dengan kekuatan senjata.

Baca Juga  Banyak Pemilih Ganda di DPT Pilpres 2014

Tahun 1991 kesepakatan damai ditanda tangani dengan Maroko dibawah perlindungan Perserikatan Bangsa Bangsa. Referendum kemerdekaan hingga saat ini terhambat karena pemerintah Maroko memindahkan penduduknya ke wilayah Sahara Barat meski kampanye bersenjata terus dilancarkan Front Polisario. Fenomena Sahara Barat menggambarkan pertarungan antara Maroko dan negara-negara Afrika serta kepentingan negara Eropa khususnya Perancis yang pernah cukup lama menjajah Afrika.

  1. Antartika

Wilayah Antartika memiliki sensasi dan keunikan tersendiri sehingga menggoda negara-negara tertentu untuk mengklaim dan menguasainya. Wilayah ini merupakan kawasan yang sepanjang tahun diselimuti es dan temperature sangat dingin. Selama lebih dari 70 tahun para peneliti mencoba untuk menyesuaikan diri untuk hidup cukup lama di Antartika. Beberapa peniliti suskes mengembangkan pertanian dan sumber pangan. Hampir seluruh wilayahnya merupakan gunung es dan lautan yang membeku. Antartika hingga hari ini diklaim oleh 3 negara yakni Inggris, Perancis dan Argentina. Meski dokumen perjanjian damai sudah disepakati sejak 1959 namun hingga kini belum mendapat pengakuan internasional. Karena itu perjanjian menekankan kegunaan eksklusif secara damai wilayah Antartika untuk selamanya.

  1. Somali-land

Wilayah ini merupakan daerah jajahan Ingris dibarat laut Somalia di Afrika. Sejak akhir Perang Dunia II seluruh wilayah Somalia dipersatukan dibawah administrasi militer Inggris kecuali wilayah Somali-land Prancis. Sejak Somalia merdeka dari Inggris tahun 1960 wilayah itu ingin dipersatukan. Namun perang saudara tak terelakkan sejak 1980 hingga wilayah Utara Teluk Aden itu hancur tanpa kedamaian. Akhirnya Somaliland mengumumkan kemerdekaannya tahun 1991. Tiap klan dan suku mengumumkan kemerdekaan wilayahnya hingga 5 wilayah dari 18 wilayah Somalia. Namun hingga kini belum mendapat pengakuan masyarakat internasional. Fenomena Somali-land dapat dijelaskan dengan teori proto state bahwa negara bayangan dapat berdiri diatas dukungan suku bangsa, penduduk yang memiliki hubungan sejarah dengan wialayah kelahirannya, dengan perlawanan diplomasi, damai maupun bersenjata untuk bertahan meskipun tanpa pengakuan masyarakat internasional. Banyaknya suku bangsa yang mengkalim wilayah Somali-land merupakan tantangan untuk merdeka, sebab konflik berkepanjangan memperburuk ekonomi, kesejahteraan rakyatnya dan memperlemah persatuan.

  1. Pulau Senkaku/pulau Diaoyu

Peta laut dan wialayah kekuasaan China dimasa lalu banyak menimbulkan masalah bagi hokum internasional. Peta laut China dengan Jepang juga bermasalah. Hal yang sama juga dihadapi negara-negara ASEAN. Konflik batas laut China menimbulkan konflik dengan Vietnam, Pilipina dan Indonesia. Khusus dengan Indonesia terkait Natuna Utara yang oleh China disebut sebagai wilayah Laut China Selatan, dimana China menklaim wialayah itu sebagai milik China berdasarkan peta 9 garis putus yang dibuat China tahun 1990an mengacu peta kuno tahun 1400 an.

Pulau ini meskipun tanpa penghuni namun diklaim oleh Jepang, China dan Taiwan. Tahun 2012 sebuah keluarga menjual pulau ini kepada pemerintah Jepang dan menimbulkan reaksi protes China dan menimbulkan kerusuhan. Senkaku sebenarnya berada dalam administrasi pemerintahan Jepang namun masih terus konflik dengan China. Konflik ini dapat memicu ketegangan meluas dikawasan itu. Faktanya Jepang telah membatasi investasinya di China sebagai protes atas ancaman China, sebaliknya China terus menyiapkan pasukannya untuk menduduki pulau Senkaku.

Baca Juga  Eks Gubernur Jabar Dua Periode ke Sumbawa Puji Program Desa Berdaya

Perang dan Damai: Implikasi terhadap perubahan Perbatasan Wilayah

Wilayah barat laut Rusia berbatasan dengan Norwegia, Finlandia, Estonia, Latvia, Lituania dan Polandia. Keduanya berbatasan dengan Kaliningrad Oblast, Belarusia, Ukraina, Georgia, Azerbaijan, Kazakhstan, Tiongkok, Mongolia dan Korea utara. Lebih kurang 14 negara berbatasan darat dengan Rusia. Namun perbatasan maritime (delimitasi) Rusia berbatasan dengan Jepang dan USA.

Perang dan konflik memiliki implikasi serius terhadap status suatu wilayah dan negara baik terkait kedaulatannya maupun batas wilayahnya. Negara-negara yang kalah perang seringkali kehilangan banyak wilayah baik wilayah darat maupun laut. Perubahan status beberapa perhimpunan negara dan blok politik serta pertahanan juga mengahadapi situasi yang sama. Paska perpecahan USSR menjadi 11 negara berdaulat terjadi perubahan geopolitik dan pertahanan dikawasan Eropa dan dunia. Perpecahan USSR merupakan momentum bagi blok NATO dan Amerika Serikat memperluas pengaruh politiknya di negara-negara bekas Uni Soviyet. Salah satu negara penting bagi Rusia dan Eropa adalah Ukraina yang memiliki kekayaan mineral, gas, minyak dan sumberdaya alam lainnya. Bagi Rusia pengawasan terhadap Ukraina sangat penting secara geopolitik selain karena kedua negara berbatasan darat sangat dekat, juga faktor kekayaan sumberdaya alam serta dampaknya terhadap pergerakan pasukan NATO di Ukraina. Secara historis juga penting bahwa kedua negara pernah bersatu dalam blok militer USSR.

Mencegah negara Ukraina bergabung dengan NATO merupakan hal penting dan strategis bagi Rusia. Ancaman Rusia sangat serius dengan memperkuat pasukan dan alutsista di kawasan perbatasan dengan Ukraina, persiapan perang dan perebutan secara menyeluruh wilayah Ukraina. Sebaliknya bagi NATO dan Amerika Serikat hukum internasional melindungi Ukraina dan negara lainnya dari ancaman pendudukan, perang dan sengketa wilayah perbatasan. USA dan NATO juga memindahkan ribuan tentara memasuki Ukraina diakhir tahun 2021. Situasi ini mengingatkan perang 2011 dimana Rusia berhasil mencaplok sebagian wilayah Ukraina dan menempatkan pasukan serta warga Rusia di wilayah penaklukan.

Kesimpulan: Potensi Konflik Perbatasan sangat krusial

Negara-negara tertentu didunia sedang menghadapi masalah tersembunyi dan terpendam atas wilayah negaranya. Negara tertentu seringkali tidak berdaya menjaga perbatasan wilayahnya sehingga menjadi ajang perebutan, konflik dan dimanfaatkan negara lain atau mafia kejahatan perdagangan senjata, narkoba dan human trafficking. Negara lainnya juga tidak memiliki kapasitas menjaga perbatasan wilayahnya karena korupsi dan tata kelola pemerintahannya yang buruk. Negara lainnya juga lemah merawat perbatasan karena faktor sejarah bahwa perbatasannya penuh konflik dan dahulu direbut melalui kesepakatan politik maupun aneksasi militer. Karena itu hampir setiap negara berpotensi kehilangan wilayah darat maupun laut dan udara ketika terjadi konflik dan pertarungan kepentingan ekonomi dan geopolitik. Fenomena Rusia-Ukraina akan menjadi kasus panjang dalam konflik dan menjadi pelajaran geopolitik bagi negara lainnya untuk menjaga demarkasi maupun delimitasi negaranya sesuai hukum internasional.

Catatan untuk Indonesia hari ini isu perubahan batas laut dipicu kebijakan pemerintah yang mengijinkan penjualan dan ekspor pasir laut ke Singapura. Batas laut dan garis pantai Indonesia semakin berkurang, sebaliknya Singapura bertambah luas. Timbunan pasir di pantai Singapura menjorok kearah batas laut Indonesia akan mengubah koordinat delimitasi. Jadi watak kapitalistik melekat dalam kebijakan ini. Watak jual cepat, expor cepat, untung cepat menjadi motif dasar kebijakan yang merusak ekosistem laut/sedimentasi dan mengancam delimitasi Indonesia dimasa depan. (*)

rokok pilkada mahkota NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *