Situs Cagar Budaya Sumbawa Wisata yang Potensial

oleh -255 Dilihat

Sumbawa Besar, SR (18/09/2015)

Sebanyak 43 situs budaya yang terdaftar di Kabupaten Sumbawa. Situs yang menjadi benda cagar budaya tak bergerak ini tersebar di sejumlah wilayah baik yang dapat dijangkau karena jaraknya dekat dan aksesnya lancar, ada juga yang terisolir. Di antaranya, Makam Sampar yang letaknya tidak jauh dari Kota Sumbawa Besar, sekitar 1 kilometer arah timur Dalam Loka. Dengan mendaki bukit setinggi 100 meter dari Ai Awak maupun Keban Lapan Kelurahan Seketeng, Sumbawa Besar, pengunjung langsung tiba di depan gerbang lokasi perkuburan Makam Sampar. Situs ini disebut Makam Sampar karena terletak di atas sampar (daratan di atas bukit). Sengaja di tempatkan di atas bukit mengikuti tradisi para leluhur yang biasanya membuat makam (perkuburan) di atas bukit. Agak berbeda dengan makam-makam di sekitarnya karena di Makam Sampar ini merupakan kuburan para raja Sumbawa terdahulu bersama ahli kerabatnya. Meskipun lokasinya di atas bukit, namun tidaklah lebih tinggi dari makam-makam rakyat biasa di sekitarnya. Bahkan masih ada makam-makam rakyat biasa yang berada lebih tinggi dari Makam Sampar itu sendiri. Makam Sampar dikelilingi oleh batu-batu yang disusun sedemikian rupa seperti tembok setinggi 1 meter. Siapa nama-nama Raja Sumbawa yang dikuburkan di Makam Sampar tidak dapat ditunjukkan dengan pasti karena tidak ada tanda-tanda khusus yang dicantumkan pada tiap kuburan. Hal ini terjadi dengan alasan bahwa Islam tidak memperkenankan pengkultusan terhadap kuburan. Sekarang ini di sebelah timur Makam Sampar telah dibangun perumahan Bukit Permai, sehingga makin mudah mengunjungi Makam Sampar. Untuk mengunjunginya dapat dipandu oleh juru peliharanya Ahmad Yani yang tinggal di Keban Lapan Seketeng Sumbawa.

Selanjutnya Makam Karongkeng. Karongkeng adalah sebuah desa yang berjarak 6 KM dari ibukota Kecamatan Empang atau 107 KM dari Sumbawa Besar. Untuk mengunjungi Makam Karongkeng dapat menggunakan kendaran cidomo, sepeda motor ataupun mobil karena jalannya cukup baik. Melalui jalur jalan dari Empang, sebelum memasuki Dusun Karongkeng ada tanjakan sepanjang 50 meter. Pada akhir tanjakan sebelah kanan terlihat papan petunjuk Makam Karongkeng. Memasuki areal makam terasa sejuk karena berada di Lutuk kerimbunan daun pohon asam di sekitarnya. Untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan lebih jauh, ada juru pelihara yang tinggalnya tidak jauh dari makam di dalam Dusun Karongkeng yang bernama Ipok (Fatimah)—orang tua dari Adnansyah. Mereka adalah keturunan juru pelihara makam terdahulu. Dari profil makam terlihat bahwa jasad yang terkubur di tempat itu bukanlah orang sembarangan. Adalah H Abdul Karim (Haji Kari) seorang penyiar atau mubaliq Islam. Haji Kari adalah tokoh yang memiki karomah, karena konon dapat pergi dan pulang ke Mekkah tanpa melalui perjalanan yang biasa. Abdul Karim adalah anak dari keluarga biasa, namun Allah mentaqdirkannya dengan ilmu dan karamah sehingga mampu mengembangkan Islam di Sumbawa bagian timur jauh sebelum Raja Sumbawa masuk Islam di Tahun 1623.

Situs berikutnya adalah Ai Renung–situs pertama yang ditemukan di Kabupaten Sumbawa. Penemunya adalah Dinullah Rayes–Budayawan Sumbawa Tahun 1971 bersama Drs Made Purusa dari Balai Arkeologi Denpasar serta tenaga ahli dari pusat Arkeologi nasional yang melakukan penelitian pertama. Pada penelitian pertama ditemukan hanya tiga buah sarkofagus ((kuburan batu), setelah dilakukan penelitian yang berkelanjutan, sampai saat ini sudah ditemukan tujuh buah sarkofagus.

Disebut Situs Ai Renung karena berada di kompleks persawahan Ai-Renung dekat kampung Ai-Renung (saat itu). Seluruh lokasi tersebut berada dalam wilayah Desa Batu Tering Kecamatan Moyo Hulu. Setelah dilakukan pemugaran, Situs Ai-renung sebenarnya sudah dapat dijadikan obyek wisata budaya. Tetapi tersebab tidak ditunjangnya dengan pembangunan jalan raya ke lokasi situs, maka obyek menjadi jarang dikunjungi orang.

Baca Juga  Pentingnya Digital Marketing

Tetapi tidak jarang juga para mahasiswa dan peneliti asing datang ke Ai Renung, terlebih lagi mahasiswa arkeologi. Padahal lokasinya sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi obyek wisata, baik wisata budaya, alam (wana-wisata), camping dan lainnya. Untuk datang ke Ai-Renung harus menempuh perjalanan berjarak 5 Kilometer dari Batu Tering atau 30 Km dari Sumbawa Besar. Sebelum memasuki gerbang Desa Batu Tering, ada simpang jalan ke kanan arah selatan. Kemudian jalan kaki sejauh 5 Km yang ditempuh selama 1 sampai 1,5 jam. Bagi yang nekad boleh saja naik motor karena jalan menanjak dan berbatu-batu. Namun kendaraan tidak diperkenankan dibawa masuk ke lokasi situs Karena akan mengganggu kelestarian benda-cagar budaya.

Bergeser beberapa kilometer ada Situs Lutuk Peti. Letaknya berada di sebelah barat laut dari dusun Kuang-Amo Desa Sempe Kecamatan Moyohulu. Dinamakan Lutuk Batu Peti karena ada batu seperti peti (sarkofagus) yang terletak di atas sebelah ujung bukit. Ujung atas bukit tersebutlah yang dinamakan masyarakat sebagai Lutuk Batu Peti. Jaraknya diperkirakan 6 kilometer dari Kuang-Amo, karena ditempuh dua jam dengan berjalan kaki. Menurut para ahli yang pernah melakukan penelitian ke situs tersebut, umur sarkofagus diperkirakan sudah lebih dari 2.500 tahun, sama dengan umur Situs Tarakin.

Situs Tarakin letaknya agak lebih jauh dari Lutuk Batu Peti dan tidak searah dari Kuang-Amo. Tarakin berada sebelah barat Kuang-Amo, dengan perjalanan 3 jam yang berjarak sekitar 9 KM di atas Gunung Tarakin. Untuk mengunjungi situs ini harus melewati obyek wisata Ai-Beling yang berarti memiliki prospek kepariwisataan yang cukup baik. Namun kondisi jalan raya yang belum memadai maka obyek tersebut belum banyak dikenal orang. Penemuan situs Tarakin dan Lutuk Batu Peti bermula dari keusilan Aries Zulkarnain Penilik Kebudayaan Kecamatan Sumbawa. Saat itu ada kegiatan syuting sinetron Sapugara di sekitar Ai-Beling, banyak warga Dusun Kuang-Amo yang datang menonton kegiatan syuting. Secara naluriah Aries Zulkarnain mewawancarai penduduk sampai dapat mengorek informasi keberadaan benda-benda peninggalan sejarah yang ada di sekitar desa.

Pada umumnya masyarakat Kuang-Amo tidak banyak yang tahu keberadaan sarkopag tersebut karena tempatnya yang jauh terpencil, tertutup dalam semak belungkar. Para pemburu dan penjelajah hutan saja yang mengetahui tempat benda cagar budaya (BCB) dimaksud. Setelah Aries Zulkarnain diangkat menjadi Kepala Seksi Kebudayaan Kebupaten Sumbawa Tahun 1993, dapat meminta Hayatun Nufus (Atun) Pjs Penilik Kebudayaan Kecamatan Moyohulu untuk melakukan survey ke lokasi dengan membuatkan foto-foto. Dari laporan inilah berturut-turut datang tim dari Bidang Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan (PSK) Kanwil Depdikbud Propinsi NTB bersama Balar (Balai Arkeologi) Denpasar serta Pusat Arkeologi Nasional malakukan penelitian pada situs Tarakin dan Lutuk Batu Peti. Dari hasil penelitian itulah akhirnya masyarakat dapat memberikan apresiasi terhadap BCB yang ada di lingkungan mereka sendiri. Foto menunjukkan relief manusia kangkang pada sarkopag situs Tarakin Kuang-Amo Desa Sempe Kecamatan Moyo Hulu.

Berikutnya Situs Raboran. Situs Raboran juga sarkopag, namun karena kurangnya pengetahuan dan pengertian masyarakat terhadap BCB membuatnya tidak terkenal. Letaknya tidak jauh dari Desa Sebasang Kecamatan Moyo Hulu. Raboran dulunya adalah sebuah dusun terpencil di lereng gunung, terkenal sebagai pusat penggemblengan dan belajar ilmu kebal bagi balatentara Kerajaan Sumbawa (Bala Cucuk). Dusun Raboran terakhir dihuni oleh keluarga Sandro Acin (guru ilmu kebal) yang tinggal di sekitar situs Raboran. Dusun Raboran di zaman dahulu sekitar akhir abad 19 masih ada beberapa rumah penduduk. Dusun tersebut merupakan tempat mengajar, melatih, menggembleng dan menguji ilmu kebal seseorang anggota Bala Cucuk. Namun terhadap sarkopagus sebagai BCB, masyarakat belum memiliki pengetahuan sehingga tidak diapresiasi. Bahkan banyak di antaranya yang belum mengetahui akan keberadaannya karena masih dilingkupi oleh semak belukar. Sekarang ini Raboran sudah tidak berpenghuni lagi kecuali keberadaan lahan pertanian, yang berkembang dari ladang menjadi huma (Sumbawa: gempang) dan sebagiannya ada yang dijadikan sawah. Setelah gencarnya penyuluhan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, barulah keberadaan situs Raboran dilaporkan oleh masyarakat. Tahun 1996 diadakan survey pertama dan selanjutnya setelah diadakan penelitian seperlunya, diangkatlah seorang juru pelihara.

Baca Juga  BNI Sumbawa Santuni Kaum Dhuafa

Beralih ke Situs Temang Dongan. Pada mulanya situs Temang Dongan disebut Batu Babung, Batu Balo, dan Batu Ai Paya, namun setelah dilakukan beberapa kali survey ternyata semua BCB yang ditemukan adalah sarkopag yang terletak menyebar pada puncak gunung Temang Dongan, sehingga para Arkeolog dari Balai Arkeologi Denpasar menamakan situs tersebut sebagai Situs Temang Dongan.

Temang Dongan terletak sekitar 4 kilometer arah selatan Desa Pugkit Kecamatan Lape. Untuk sampai ke obyek itu, melalui lereng selatan untuk mendaki gunung setinggi 150 meter tersebut. Di puncak sebelah selatan itulah sarkopagus yang telah berusia ribuan tahun tergeletak di atas dataran. Pemandangan dari puncak Temang Dongan sungguh menarik karena menyajikan keindahan alam. Sayup-sayup sebelah barat dapat menyaksikan kilauan air waduk Batu Bulan. Untuk pengembangan obyek wisata masa depan, Situs Temang Dongan memberikan prospek yang menjanjikan.

Situs lainnya adalah Situs Batu Tata. Situs ini terletak di jalan Batu Dulang-Punik Kecamatan Batu Lanteh. Satu kilometer sebelum sampai ke Punik sebelah kanan jalan, masuk melalui kebun kopi penduduk arah utara 200 meter dari jalan raya tergeletak sebuah batu. Dari bentuknya, batu tersebut adalah menhir, atau tempat pemujaan arwah leluhur. Masyarakat menyebutnya batu tata karena ada tatahan bentuk manusia (manusia kangkang) pada salah satu sisinya. Tetapi sampai saat ditemukannya batu ini tak seorangpun warga yang mengkeramatkannya maupun mengapresiasinya sebagai BCB.

Tak kalah sejarahnya adalah Situs Sampar Rhe. Konon batu itu dibawa oleh Busing Batu Pasak dan Ranga Batu Pasak utusan Kerajaan Goa. Batu itu sekarang terpancang di Sampar Rhe (di lereng sebelah timur Gunung Batu Lante). Setelah dilakukan survey semestinya di Sampar Rhe lereng timur gunung Batu Lanteh belum ditemukan Batu Pasak malah ada beberapa sarkopag yang berbeda dengan sarkopag-sarkopag lain yang pernah ditemukan di Sumbawa. Seperti situs Kalimango yang sulit dikunjungi karena kesulitan transportasi. Namun sebenarnya Kalimango dapat ditempuh melalui dua jalur. Salah satunya melalui Desa Mokong Kecamatan Moyo Hulu, dengan jalan kaki selama 3 jam arah barat dari Mokong. Kemudian melalui Kecamatan Sumbawa lewat Desa Kerekeh Kecamatan Unter Iwis menuju arah selatan yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan. (Jen/SR)

SUMBER : Disporabudpar Kabupaten Sumbawa 2013

rokok pilkada mahkota NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *