Pameran Keliling dan Ekspresi Budaya NTB di Istana Dalam Loka, Hj. Ida Fitria: Budaya Harus Dihidupkan

oleh -598 Dilihat

SUMBAWA BESAR, samawarea.com (22 Oktober 2025) — Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sumbawa, Hj. Ida Fitria Syarafuddin Jarot, SE, mengapresiasi penyelenggaraan Pameran Keliling dan Ekspresi Budaya Nusa Tenggara Barat (NTB) yang digelar di Istana Dalam Loka, Sumbawa Besar, pada Rabu sore (22/10/2025).

Kegiatan yang berlangsung selama dua hari, 22–23 Oktober 2025, ini menampilkan beragam koleksi bersejarah yang merekam perjalanan panjang kebudayaan masyarakat NTB, khususnya warisan kesultanan dan tradisi wastra khas Sumbawa.

Dalam kunjungannya, Ketua Dekranasda didampingi Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa, Fithriyati, SP., MT, serta Wakil Ketua Harian Dekranasda, Ir. Irin Wahyu Indarni. Rombongan tampak antusias menyusuri setiap ruang pamer, mengamati detail kain, replika pusaka, serta artefak sarat makna simbolik.

Pameran ini menghadirkan koleksi dari Museum Negeri NTB, UPT Museum Daerah Kabupaten Sumbawa, dan Museum Bala Datu Ranga, yang menampilkan kesinambungan sejarah, estetika, dan filosofi masyarakat Samawa.

Salah satu koleksi yang paling menarik perhatian adalah Sapu’ Alang dengan motif Lonto Engal, kain songket berbahan benang katun dan perak yang digunakan kaum laki-laki Samawa sebagai ikat kepala, simbol kejantanan dan kehormatan.

Ada pula kerudung bermotif Kemang Setange, Wajik, dan Lonto Engal, yang mencerminkan kelembutan dan kesucian perempuan Samawa.

Selain itu, pameran juga menampilkan Kere Alang dengan motif Cepa, Selimpat, Lonto Engal, Piyo, Pohon Hayat, dan Kemang Setange, kain kebesaran para bangsawan Sumbawa yang dikenakan dalam upacara adat. Setiap motif mengandung filosofi mendalam tentang kehidupan, kebangsawanan, dan keseimbangan alam.

Salah satu koleksi paling bersejarah adalah Kere Alang “Meraja Sangaji”, yang dibuat sekitar tahun 1790. Kain ini melambangkan persatuan dua kesultanan besar di NTB Kesultanan Bima dan Kesultanan Sumbawa melalui simbol garuda berkepala dua dan lipan api.

Kain yang dibuat dengan teknik songket dan sulam dari benang katun serta perak ini dahulu digunakan dalam pernikahan agung antara Sultan Bima Abdul Hamid Ruma Mantau Asi Saninu dengan Sultanah Sumbawa Syafiatuddin.

Tak hanya kain tenun, pameran juga memamerkan benda-benda kerajaan seperti Replika Pakebas (Kipas Emas) dan Replika Salepa (wadah rokok Sultan Sumbawa).

Kipas emas yang dibuat di Bali tahun 1998 ini merupakan replika pusaka Kesultanan Sumbawa yang berhias motif Pusuk Rebong, Lonto Engal, dan bentuk geometris, berfungsi sebagai alat simbolik dalam prosesi kerajaan.

Sementara itu, Salepa menampilkan keindahan ukiran logam bermotif Lonto Engal, menggambarkan kemewahan dan kehalusan estetika istana masa lampau.

Dalam kesempatan tersebut, Hj. Ida Fitria Syarafuddin Jarot, menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya kegiatan ini yang dinilai mampu menghadirkan kembali nilai-nilai luhur dan sejarah panjang budaya Samawa di ruang publik.

“Kain tenun, motif, dan benda pusaka yang kita lihat hari ini adalah jejak peradaban yang luar biasa. Di balik keindahannya tersimpan filosofi dan pandangan hidup yang patut dipelajari oleh generasi muda,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya mengaitkan pelestarian warisan budaya dengan pengembangan ekonomi kreatif.

“Dekranasda berkomitmen untuk terus mendukung para pengrajin agar karya mereka tidak hanya lestari, tetapi juga memiliki nilai tambah ekonomi. Budaya bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dihidupkan kembali dalam bentuk baru yang relevan dengan zaman,” tambahnya.

Melalui kegiatan ini, diharapkan masyarakat Sumbawa semakin mencintai dan bangga terhadap kekayaan budaya daerahnya, sekaligus mendorong tumbuhnya industri kreatif berbasis warisan lokal.  (SR)

Yusron Hadi nusantara pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *