Oleh: Iwan Febryanto (Peneliti Multidispliner, Konsultan pada Setnas SLRT Kemensos)
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tendiri dari 3 pulau besar yakni pulau Flores, Sumba dan Timor. Selanjutnya dikenal dengan akronim Flobamora. Sesungguhnya di provinsi NTT terdapat lebih dari 100 pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau-pulau besar. Di NTT terdapat pulau Komodo, pulau Alor, pulau Seamo hingga pulau Batek dan
pulau Pasir yang berbatasan dengan garis pantai Australia.
Dalam konteks topografi, wilayah NTT memiliki padang Sabana yang luas, dataran sedang dan tinggi yang kering dengan tingkat curah hujan yang rendah. Beberapa wilayah khususnya di pulau Timor masih menghadapi kesulitan air bersih untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Disebuah desa Pusu kecamatan Amanuban barat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) masyarakatnya harus membeli air dari pengiriman mobil tangki air minum setiap hari. Harga 1 tangki 5000 liter sekitar 200.000 rupiah, masyarakat membelinya dengan gotong royong. Air ditampung di sebuah wadah selanjutnya masyarakat membagi secara merata kedalam bak penampungan yang disiapkan sendiri oleh tiap keluarga dalam satu desa. Mobil tangki mendapatkan air dari pengeboran tanah dengan kedalaman 80 meter. Pengeboran hanya tersedia di 2 titik dalam 5 desa, sehingga masyarakat harus menggunakan air minum secara hemat dan bijaksana. Bagaimana orang So’e (TTS) bertahan dan menghemat air adalah pembelajaran penting bagi gerakan lingkungan. Bagaimana sesungguhnya sejarah air dalam toponimi pulau Timor? Bagaimana penamaan rupabumi tentang air dalam konteks konservasi dan nilai-nilai lokal?
Kata “Oe” dalam banyak makna Air dalam Bahasa Dawan dikenal dengan Oe, tetapi orang Molo kadang menyebutnya dengan Oer dan orang Rote menyebutnya dengan Oel. Secara umum sebutan air dikenal dengan Oe dan sebutan nama tempat diidentifikasi dengan kata oe yang dirangkai dengan makna kata lainnya. Makna kata oe dalam studi toponimi yang penulis lakukan ditemukan makna yang mendalam dan konservatif, misalnya kata Oebesa artinya air dekat pohon kabesa. Oe hala artinya air terrjun dari tebing tersusun seperti petak tempat tidur. Oe Kiu artinya air dekat pohon asam. Oe Susu artinya air yang warnanya seperti susu. Oe tua artinya air yang sumbernya dekat pohon tuak. Oe nunuh artinya air yang sumbernya dari pohon beringin. Oe sapi artinya air yang sumbernya dekat pohon usambi. Oe nise artinya air yang keluar dari dekat pohon gewang/dinding bebak. Oe
aki, artinya air tempat mengasah parang bagi orang tua yang hendak berburu. Oe fatu, artinya air yang keluar dari batu. Oe kele, artinya air yang keluar dari tanah liat. Oe naek artinya air yang banyak dan besar dan sering menjadi tempat destinasi wisata yang ditandai hutan dan pepohonan yang lebat. Oe sena, artinya air yang mulanya cepat kering selanjutnya dipindahkan ke sumbernya yang besar untuk digunakan dimusim kering. Dalam kearifan lokal Timor (local wisdom), Oe sena memiliki makna konservasi air secara bijaksana. Oe nasi, artinya air yang sumbernya dari hutan kecil atau disebut juga air hutan. Oe klofo, artinya air yang keluar dan bersumber dari dalam lumpur. Oe
kefan, artinya air yang bersumber dari tebing dan bisanya keluar saat erosi. Oe belo, artinya air yang sifanya menetap. Sebutan oe belo juga melekat pada marga suku dan orang Rote. Oe sapa’ artinya air yang ditampung dihaek didaun lontar. Oe masi, artinya air asin sebutan untuk air laut. Kata oe masi memiliki akar kata yang sama dengan bahasa Indonesia kata asin dengan masi.
Keunikan konservasi model Timor adalah dengan tidak mengubah bentang alamsecara ekstrim sehingga sebutan nama tempat merupakan asosiasi nama alam dan nama generic. Misalnya kata oe sena dan oe nasi diasosiasikan dengan keberadaaan pohon dan cara memeliharanya. Dengan demikian cara pandang semacam ini patut dihargai dan diapresiasi, sebab berkontribusi bagi pelestarian sumberdaya alam dan habitat. Kata oe dalam Bahasa Dawan sebagai Bahasa daerah yang paling banyak penuturnya di pulau Timor memiliki makna yang dalam dan luas sesuai dengan makna kata yang mengapitnya atau kata yang mengikutinya.
Dalam konteks kajian linguistik ini penulis tertarik mempelajari esensi konservasi alam dan air dalam liturgi kehidupan orang Timor. Konservasi air dan alam sesungguhnya telah dikenal orang Timor dalam kurun waktu ribuan tahun silam. Menelusuri akar “oe” dalam esensinya yang fundamental terkandung makna konservasi dan preservasi alam. Hal ini terkonfirmasi pada daya tahan hidup dan daya lenting orang Timor menghadapi alam pulau Timor yang kering, tandus dan gersang. Curah hujan yang rendah secara topografis dan klimatologis telah berlangsung ribuan tahun. Bagaimana orang Timor beradaptasi dengan alam, menaklukkan alam dalam kegiatan pertanian, perkebunan dan peternakan yang bersifat subsisten dan marginal membutuhkan dukungan negara dalam konteks infrastruktur dasar.
Berdasarkan studi titik mata air dan kedalaman pengeboran sumur air yang terbatas menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan sistem konservasi modern dengan ketersediaan sistem penampungan alami, konservasi alam dan hutan dengan bantuan pemerintah pusat dan daerah. Misalnya pemerintah menyediakan lahan yang cukup bagi kegiatan penghutanan dan penghijauan serta menyediakan insentif bagi masyarakat yang berbakti bagi konservasi alam. Pada saat yang sama diperlukan teknologi embung kecil dan menengah sebagai sarana pendukung irigasi tersier kegiatan pertanian.
Melalui intervensi program pemerintah dapat diarahkan pada upaya mendorong kegiatan ekonomi yang mengurangi ketergantungan pada ekstraksi sumberdaya alam. Misalnya membangun industri berbasis maritim, pengolahan ikan dan hasil laut, industri berbasis kelautan yang produksinya dapat diekspor sebagai pendapatan andalan masyarakat Timor. Pada saat yang sama pemerintah juga bisa mendorong kegiatan ekonomi berbasis manufaktur yang menopang kegiatan ekonomi antar pulau diwilayah Nusa Tenggara. Dengan memberi jeda waktu dekade (10 tahun) mengurangi ekstraksi sumberdaya alam penulis meyakini bahwa kita akan melihat bukit-bukit di pulau Timor akan hijau dan menghasilkan mata air yang indah dan mengalir sepanjang tahun. Embrio sungai-sungai dan mata air dapat diciptakan dengan memberikan kesempatan bagi alam untuk memulihkan dirinya sendiri.
Simpul: Toponimi Oe dan hubungan historisnya
Kata oe yang berarti air dalam Bahasa Dawan adalah kata yang memiliki makna dalam dan bersejarah. Kedekatannya dengan nama tempat seperti pohon, tebing, batu, tanah dan lainnya menunjukkan bahwa orang Timor memberikan nama generik sesuai dengan apa yang mereka lihat dan anggap relevan dengan obyek dan maknanya. Toponimi air dalam bahasa Timor dengan kata “oe” juga memiliki esensi yang sama dengan orang Sunda dengan kata cai (air) atau ci’. Bagaimana hubungan historis nama tempat dan rupabumi di pelosok nusantara selanjutnya penulis bahas dalam buku Toponimi bumi Pertiwi. Bagi orang Timor kekuatan alam adalah kekuatan magis dan relijius sekaligus. Sebagaimana orang Batak yang pandai berkesenian, maka orang Timor juga memiliki
apresiasi seni yang tinggi sebagai ekspresi terhadap alam dan cinta.
Kekuatan dan daya tahan terhadap alam yang panas, kering dan tandus melahirkan nyanyian ceria dan tarian-tarian lembut. Cirinya setiap nyanyian Timor selalu disertai suara sorak sorak orang menyerupai musik acapela asli musikalitas Timor. Di masa depan, melalui adaptasi dan kesepakatan baru dengan alam, orang Timor dapat bertransformasi mengurangi ekstraksi alam dan sumberdaya hutan. Namun ekspresi budaya dan seni dalam penggambaran magis alam Timor harus dikembangkan. Kita akan melihat dekade pulau Timor yang hijau dengan nyanyian Balebo dan Otebeo nana dalam iringan musik Maumere yang ekspresif. Selanjutnya orang Rote akan membuatnya dalam melodi Sasandu yang anggun dan panoramik. Kolaborasi musik alam dan nilai budaya Timor menjadi simfoni indah daya tahan hidup dalam keterbatasan diri dan keganasan cuaca. (*)
Tulisan ini inspirasi saat penulis melakukan penelitian dan kegiatan Monitoring dan Evaluasi Triwulan SLRT di Kabupaten Timor Tengah Selatan NTT tanggal 14 – 16 Agustus 2017. Pelancongan ini merupakan pelancongan ketiga kalinya penulis lakukan di pulau Timor dan sebelumnya penulis pernah tinggal di Pulau Flores (Ende dan Maumere) selama 2 tahun.
Toponimi pulau Timor digali melalui wawancara dengan Martin, Yohannes Muna, Leo, dan Theodora dari Timor Tengah Selatan/TTS.