BIMA, samawarea.com (7/6/2021)
Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Bima akhirnya menetapkan mantan Kadis Pertanian Kabupaten Bima, berinisial Ir. MT sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini terkait kasus program cetak sawah baru yang dilanjutkan program bantuan pemerintah (Banpen) berupa Saprodi (sarana produksi) yang bersumber dari APBN melalui Dirjen PSP Kementerian Pertanian.
Kapolres Bima melalui Kasat Reskrim, IPTU Adhar, S.Sos, Senin (7/6) menyampaikan, hasil penyidikan Unit Tipikor Satreskrim Polres Bima menemukan fakta bahwa benar pada Tahun 2016 Dinas Pertanian Kabupaten Bima mendapat program cetak sawah baru dengan dilanjutkan program bantuan pemerintah (Banpem) berupa bantuan Saprodi (Sarana Produksi) yang bersumber dari APBN.
Program bantuan Kementerian Pertanian melalui Dirjen PSP ini diluncurkan kepada Dinas Pertanian Propinsi sebagai KPA dan Dinas Pertanian Kabupaten Bima selaku PPK. Bantuan tersebut diperuntukan bagi kelompok petani yang masuk dalam program cetak sawah baru periode Tahun Anggaran 2015–2016.
Sesuai dengan nomor DIPA: SP-018.4.239133/2016 tertanggal 26 febuari 2016, dengan kode kegiatan: 1795.001.001, maka dibentuklah pejabat pengelolaan dana dalam program dimaksud. Seperti Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat di Kementerian Pertanian RI, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kepala Dinas Provinsi NTB, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bima.
Selain itu PPSM adalah Sekretaris Dinas Propinsi NTB, Tim Tekhnis perluasan sawah terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Selanjutnya, Tim Pengawas terdiri dari ketua dan anggota serta Tim Pengawas Lapangan yaitu seluruh KUPT Pertanian Kecamatan setempat dengan jumlah kelompok tani sebanyak 241 Poktan.
Namun panitia yang terbentuk terutama yang berada di Kabupaten Bima ini tidak dilibatkan dalam kegiatan dimaksud. Yang memiliki peranan hanya Kepala Dinas Pertanian, Ketua Tim Tehnis Perluasan Sawah, Sekretaris dan 2 orang staf hononer Dinas Pertanian Kabupaten Bima.
Lebih jauh dikatakan Adhar, bentuk bantuan (Banpem) dengan sistem transfer dana yang langsung ke rekening kelompok tani. Dengan dana tersebut, kelompok tani membelanjakan benih padi, pupuk dan obat-obatan sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana tertuang dalam RUKK (Rencana Usaha Kebutuhan Kelompok). Yaitu benih padi, POC, Pupuk Urea, Pupuk NPK, Pestisida/Herbisida, dan pupuk kandang.
Kabupaten Bima mendapatkan bantuan sebesar Rp 14.474.000.000. Sejumlah dana ini diberikan kepada 83 Poktan senilai Rp 5.560.000.000, dan 158 Poktan sebesar Rp 8.914.000.000.
“Dana Saprodi milik kelompok tani masuk ke dalam rekening kelompok tani dan telah dicairkan oleh kelompok tani itu sendiri secara bertahap sebanyak 2 tahapan yaitu 70% dan 30% dengan rincian pencairan, tahap pertama Rp. 10.139.500.000 (70%) dan tahap kedua Rp 4.113.100.000 (30%),” imbuhnya.
Dalam proses pencairan di bank, lanjut Adhar, wajib membawa surat rekomendasi dari pihak Dinas Pertanian. Setelah kelompok tani datang dengan didampingi KAUPT untuk mengambil surat rekomendasi dan saat itulah Kabid atas perintah Kadis Pertanian meminta kelompok tani datang kembali untuk menyerahkan dana yang diterimanya kepada Dinas Pertanian untuk membayar Saprodi kepada pihak ketiga selaku penyedia yang ditunjuk.
Dari rentetan peristiwa tersebut, Adhar menyatakan terdapat penyimpangan yang bertentangan dengan juklak Bapem Tahun 2016. Yakni, dalam semua persyaratan administrasi yang menjadi tanggungjawab kelompok tani dibuatkan langsung oleh pihak Dinas Pertanian (hanya formalitas). Kelompok tani hanya diminta membuka rekening di bank yang terdekat dan menandatangani administrasi yang sudah dibuatkan oleh pihak Dinas Pertanian.
Kemudian Dinas Pertanian Kabupaten Bima secara sepihak telah menunjuk pihak ketiga selaku penyedia barang Saprodi tanpa sepengetahuan kelompok tani. Seharusnya kelompok tani memiliki kemandirian untuk membelanjakan dana yang diterimanya.
Selain itu pihak ketiga, CV Argo Mitra Sentosa, pihak dinas pertanian (Kabid) atas persetujuan Kadis Pertanian, juga menggunakan perusahan lokal untuk memenuhi kebutuhan Saprodi dengan cara mendatangi dan menunjuk perusahan lokal tersebut. “Ada juga perusahan lokal tanpa sepengetahuan pihak dinas langsung menyalurkan saprodi kepada kelompok tani. Ini terjadi di wilayah Kecamatan Wera,” ungkapnya.
Penyimpangan lainnya, sambung Adhar, pihak Dinas Pertanian dalam hal ini (kabid) melalui KUPT merintahkan kepada kelompok tani penerima bantuan agar menyerahkan kembali uang yang diterima kepada dinas pertanian yang selanjutnya diserahkan kepada dinas pertanian untuk membayar saprodi yang telah dipesannya.
Kelompok tani, Kepala UPT dan Dinas Pertanian Kabupaten Bima mendapatkan aliran dana dengan rincian Rp 97.000 per hektar untuk para UPT, Rp 112.000/Ha untuk para Ketua Poktan, dan Rp 36.000/Ha untuk pihak Dinas Pertanian.
Di samping itu juga ditemukan fakta berdasarkan keterangan para saksi pihak ketiga baik perusahaan lokal yang melakukan droping barang masing-masing kekurangan volume Saprodi Rp 2.289.636.000, dan penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukannya. Hasil audit BPKP Perwakilan Mataram, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 5.116.769.000.
“Dari hasil penyidikan proyek program cetak sawah baru dan bantuan Saprodi dan berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik Satreskrim Polres Bima menetapkan tersangka mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bima (2015—2016) Ir. MT, dan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka,” pungkasnya. (SR)


													




