SUMBAWA BESAR, samawarea.com (11 November 2025) —Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Sumbawa dan FPRB Provinsi NTB turun ke Pulau Medang dan Pulau Moyo. Kegiatan ini dalam rangka penilaian ketangguhan pulau-pulau kecil di Kabupaten Sumbawa.
Kegiatan di Pulau Moyo dan Pulau Medang dilaksanakan pada tanggal 11-13 November. Tim FPRB Sumbawa dan FPRB NTB disebar di semua desa di kedua pulau. Kegiatan ini menindaklanjuti kegiatan penilaian di Pulau Bungin yang diselenggarakan pada September 2025.
“Dari hasil kajian ini kita harapkan memberikan gambaran tentang ketangguhan pulau kecil, bukan hanya di Sumbawa tapi juga di NTB,’’ kata Wakil Ketua FPRB Sumbawa Dr Rusdianto.
Dalam kajian ke Pulau Moyo dan Pulau Medang, tim mengidentifikasi dan menganalisis kerentanan pulau-pulau kecil terhadap berbagai ancaman, baik alam maupun antropogenik.
Tim juga akan mengukur tingkat ketangguhan pulau-pulau kecil berdasarkan indikator-indikator yang relevan (ekonomi, sosial, lingkungan, kelembagaan, infrastruktur).
Dalam kajian ini nantinya akan merumuskan strategi dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan ketangguhan pulau kecil, termasuk adaptasi perubahan iklim, mitigasi bencana, pengelolaan sumber daya, dan pengembangan kapasitas masyarakat. Menyediakan data dan informasi yang akurat sebagai dasar pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan berkelanjutan di pulau-pulau kecil, khususnya Pulau Bungin, Pulau Moyo dan Pulau Medang Kabupaten Sumbawa.
“Selama ini data-data terkait pulau kecil masih kurang, kita harapkan dengan ketersediaan data ini bisa menjadi dasar pengambilan kebijakan terhadap pulau kecil,’’ kata Dr Rusdianto yang juga Kabid KL BPBD Sumbawa ini.
Sebagai contoh, dalam kajian di Pulau Bungin terungkap bahwa di Pulau Bungin pernah terjadi kebakaran yang menghanguskan puluhan rumah. Saat itu belum ada sistem penanganan bencana kebakaran.
Belajar dari pengalaman itulah Bungin kemudian membuat perencanaan untuk penanganan kebakaran. Penempatan alat pemadan, jalur, hingga tim. Begitu juga dengan kejadian bencana lainnya, seperti kejadian gempa, banjir rob. Perlu tim untuk bergerak ketika terjadi bencana. Sambil menunggu kedatangan tim BPBD maupun Dinsos dari kabupaten.
“Jadi ini nantinya membangun sistem ketangguhan di pulau-pulau kecil. Bayangkan kalau hanya menunggu tim dari kabupaten, butuh waktu,’’ ujarnya.
Selain itu keberadaan informasi kebencanaan penting sebagai bahan edukasi pada masyarakat. Informasi yang dipasang di tempat umum, kegiatan sosialisasi dan edukasi kebencaan penting menjadi kegiatan di masing-masing pulau kecil. Semua kondisi ini terungkap ketika tim turun melakukan penilaian langsung ke Pulau Bungin.
“Sehingga nanti dengan informasi ini, bisa merekomendasikan program ke masing-masing pulau,’’ imbuhnya.
Kebijakan untuk Pulau Kecil
Kajian ketangguhan pulau-pulau kecil sebelumnya pernah dilaksanakan di Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air Kabupaten Lombok Utara. Kegiatan itu dilaksanakan oleh FPRB NTB.
Hasil kajian dari Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Sumbawa ini nantinya akan didiseminasikan, rekomendasi-rekomendasi, dan model ketangguhan pulau kecil diharapkan menjadi dasar pengambilan kebijakan. Dalam kajian lebih lanjut, hasil dari dua kabupaten ini bisa menjadi model untuk pulau-pulau kecil lainnya di NTB, bahkan bisa menjadi model di tingkat nasional.
“Permasalah di pulau-pulau kecil sangat kompleks, banyak tantangan. Melalui kajian yang dilakukan FPRB Sumbawa dan FPRB NTB ini memberikan gambar tentang ketangguhan pulau kecil,’’ kata Wakil Ketua FPRB Provinsi NTB, Sulistiyono.
Pulau-pulau kecil yang dijadikan lokasi kajian memiliki kekhasan masing-masing. Gili Trawangan adalah pusat wisata kelas dunia, Gili Meno walaupun destinasi wisata tapi memiliki pembeda dengan Gili Trawangan. Begitu juga dengan Gili Air, dimana menjadi pusat pemerintahan ketiga pulau tersebut, masyarakat dan wisatawan beraktivitas di pulau yang sama.
Pulau Moyo yang sebagian besar wilayahnya kawasan konservasi berada di bawah kewenangan Taman Nasional Moyo Satonda. Sehingga kondisi di Pulau Moyo dipengaruhi oleh kebijakan dan program dari Taman Nasional.
Pulau Medang yang sebagian besar penduduknya sebagai nelayan menjadi pembeda dengan Moyo, walaupun keduanya berdekatan. Satu pulau itu terdapat dua desa yang berdekatan. Pulau Bungin, yang masyarakatnya melaut, tapi masih mudah akses ke daratan Sumbawa setelah ada akses jalan.
“Sehingga masing-masing pulau lokasi kajian ini mewakili ciri khas masing-masing. Inilah yang memperkaya kajian ini,’’ katanya. (SR)






