Tambang Elang di Antara Hutan Kritis dan Kepungan PETI

oleh -86 Dilihat

SUMBAWA BESAR, samawarea.com (12 Oktober 2025) – Kabupaten Sumbawa, salah satu daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dikenal dengan keindahan dan kekayaan sumber daya alamnya. Di balik keindahan alamnya yang menawan, Pulau Sumbawa kini menyimpan kisah tentang sebuah pertarungan yang senyap namun mendesak. Di satu sisi, bumi ini dikaruniai sumber daya alam luar biasa seperti tembaga, emas, dan kekayaan tambang lainnya yang jika dikelola dengan baik, mampu mengangkat taraf hidup masyarakat dan menyokong ekonomi nasional. Namun di sisi lain, kekayaan itu tersimpan di balik kawasan hutan yang makin rapuh, hutan kritis yang menjadi nadi terakhir ekosistem lokal, sumber air, dan ruang hidup bagi ribuan makhluk, termasuk manusia.

Kabupaten Sumbawa memiliki kawasan hutan dan lahan yang paling luas. Dari luas NTB 19,675.89 Km2, 33,83% (6,655.92 Km2) berada di Kabupaten Sumbawa. Namun sayangnya di Tahun 2024, lahan kritis juga sangat luas yakni mencapai 1.584,71 Km2 (24%).

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6598.MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2011 tanggal 27 Oktober 2021 tentang Peta perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas hutan di Kabupaten Sumbawa adalah 389.552,20 Ha atau 58,63% dari total luas wilayah Kabupaten Sumbawa dengan luas 664.399 Ha, sedangkan luas hutan Kabupaten Sumbawa mencapai 36,60% dari luas kawasan hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Menurut data yang disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumbawa, Dr. Dedi Heriwibowo, dari Kawasan hutan seluas 396.227,34 Ha di Kabupaten Sumbawa, ada beberapa faktor yang menjadi penyumbang kerusakan hutan akibat alih fungsi lahan menjadi area pertanian.

Untuk lahan kering seluas 35.595,52 Ha, pemukiman seluas 27,72 Ha, lahan terbuka 1.543,97 Ha, tambang seluas 233,85 Ha dan sawah 768,29 Ha, tambak 1.106,27 Ha serta izin perhutanan sosial seluas 6.757,78 Ha (di luas areal yang ditanami jagung) dengan total 45.845,39 Ha sehingga tercatat 11,57% kawasan hutan di Kabupaten Sumbawa mengalami kerusakan.

Alih fungsi lahan menjadi salah satu penyebab utama degradasi lingkungan. Sumber dari Dinas Lingkungan Hidup NTB sambung Doktor Dedi, menunjukkan bahwa setiap tahun sekitar 500 hingga 1.000 hektare lahan di Sumbawa mengalami perubahan fungsi, baik menjadi area perkebunan maupun tambang. Perubahan tata guna lahan ini sering kali tidak diimbangi dengan pengelolaan berkelanjutan, sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem dan berkurangnya kualitas lingkungan hidup.

Selain itu, praktek illegal logging masih menjadi tantangan serius. Meski berbagai upaya penegakan hukum telah dilakukan, aktivitas penebangan liar tetap berlangsung di beberapa kecamatan yang memiliki hutan produksi. Dampaknya tidak hanya mengurangi tutupan hutan, tetapi juga memperparah konflik tenurial antara masyarakat dengan aparat kehutanan, sekaligus merugikan daerah dari sisi potensi penerimaan negara.

Faktor lain yang memperparah kerusakan lingkungan di Sumbawa adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumbawa mencatat bahwa dalam periode 2020–2023 terdapat lebih dari 1.200 hektare hutan dan lahan terbakar, terutama di musim kemarau panjang. Kebakaran ini tidak hanya merusak vegetasi, tetapi juga meningkatkan emisi karbon yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Kondisi degradasi hutan dan lahan ini berdampak langsung pada menurunnya daya dukung lingkungan. Salah satu dampak paling nyata adalah berkurangnya ketersediaan air bersih, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun irigasi pertanian. Beberapa daerah seperti Kecamatan Moyo Hulu, Lopok, dan Lape mulai mengalami penurunan debit air sungai yang signifikan, terutama saat musim kemarau. Demikian dengan mata air, dari 500-an titik kini menyusut menjadi 103 titik mata air pada Tahun 2024. Sejumlah mata air ini tersebar di beberapa kecamatan.

DATA MATA AIR KAB. SUMBAWA Tahun 2024

No. Nama / Ketua Kelompok Nama Mata Air Lokasi
1. Bina Bersama/ M Syur No. HP. 085253763349 Ai Batu  
2. Saling Beme/ A. Wahab Muhammad No. HP. 082 146 199 965 Ai Rintung Ropang
3. Buin Kedok/ Pendi Gusnadi No. Hp. 081 998 995 539 Buin Kedok Unter Iwes
4   Buin Padak Pelat Kec. Unteriwes
5   Buin Jeringo Pelat Kec Unteriwes
6   Tiu Tiris Pelat Kec. Unteriwes
7   Tiu Kesung I Pelat Kec. Unteriwes
8   Tiu Kesung II Pelat Kec. Unteriwes
9   H.Muh.Said Pelat Kec. Unteriwes
10   Ai Pancar Soat I Kerekeh Kec. Unteriwes
11   Ai Pancar Soat II Kerekeh Kec. Unteriwes
12   Ai Pancar Soat III Kerekeh Kec. Unteriwes
13   Pancor Selaki I Kerekeh Kec. Unteriwes
14   Pancor Selaki II Kerekeh Kec. Unteriwes
15   Pancor Selaki III Kerekeh Kec. Unteriwes
16   Kokar Bua Jorok Kec. Unteriwes
17 Saling Sakiki/ Arfah Jal  No. Hp. 085 338 754 845 Buin Panan Lantung
18 Maju Bersama/ Windra No. Hp. 082341 478 061 Buin Uma Tampang Moyo Hulu
19 Jontal Muda/ Musliadi No. Hp. 082340557290 Kokar Monte Moyo Hulu
20 Jontal Muda/ Musliadi No. Hp. 082340557290 Kokar Monte Moyo Hulu
21 Jontal Muda/ Musliadi No. Hp. 082340557290 Kokar Burah Moyo Hulu
22 Jontal Muda/ Musliadi No. Hp. 082340557290 Kokar Batu Moyo Hulu
23 Jontal Muda/ Musliadi No. Hp. 082340557290 Buin Beta Moyo Hulu
24 Buin Sowai/ M. Ingam No. HP. 085245900741 Buen Sowai Moyo hulu
25   Ai Mual Batu Tering Kec. Moyo Hulu
26   Ai Bulu Semamung Kec. Moyo Hulu
27   Ai Mata Lito Kec. Moyo Hulu
28   Patani Lito Kec. Moyo Hulu
29   Pada Lito Kec. Moyo Hulu
30   Ai Mual Lito Kec. Moyo Hulu
31   Ai Kawat Semamung Kec. Moyo Hulu
32 Miri Serasang/ Anto, A.Ma No. Hp. 085 205055185 Ai Sejala          Kelungkung
33 Karya Baru/ A. Sudin Ai Leneng Kec. Rhee
34 HPHA/ Husin Ibrahim Ai Panan Luk Kec. Rhee
35   Ai Mas Luk Kec. Rhee
36   Ai Leneng Luk Kec. Rhee
37   Beringinsila Rhee Beru Kec. Rhee
38 Batu Lanteh Center/ Edy Wijaya Kusuma No. Hp. 082339017770 Nong Ular Kec. Batu Lanteh
39 Batu Lanteh Center/ Edy Wijaya Kusuma No. Hp. 082339017770 Mata Ai Berang Peniki Kec. Batu Lanteh
40   Bukit Semongkat Klungkung Kec. Batulanteh
41. Maris Gama/ A. Rais Salim Orang Bia Kec. Lenang Guar
42. Ai Lanak/ M. Yasin Ai Lanak Kec. Lenangguar
43. Ai Mual/ Zulkarnaein  No. Hp. 085337771914 Ai Mual Kec, Leangguar
44 Ai Mual/ Zulkarnaein  No. Hp. 085337771914 Ai Satoyang Kec. Lenangguar
45 Ai Mual/ Zulkarnaein  No. Hp. 085337771914 Ai Kumang Kec. Lenangguar
46 Maris Gama/A Rais Salim No. Hp. Buin Baruas Kec. Lenangguar
47 Maris Gama/A Rais Salim No. Hp. Kokar Treng Kec. Lenangguar
48      
49 Buen Telu/ Kahararuddin No.Hp. 085338255371 Buen Telu Lopok
50 Ai Mual/ Kaharuddin No. Hp.085 338 255 371 Ai Nyir Lopok
51 Telu Kele/ Ishaq Karsa No. HP. 085239008238 Sebra Alas
52   Delap Merente Beru Kec. Alas
53   Seketok Merente Beru Kec. Alas
54 Paluwe / Biolah Hp. 082339427022 Ai Sebeng Kec. Buer
55 Paluwe / Biolah Hp. 082339427022 Ai Kalokar Kec. Buer
56 Ai Cente/ Nyoman Sulistra Ai Cente Utan
57 Ai Cente/ Nyoman Sulistra Ai Lemar Utan
58   Ai Muncar Montong Kec. Utan
59   Ai Berengeng Montong Kec. Utan
60   Ai Surik Montong Kec. Utan
61   Ai Punti Utan
62 Wanasari/ I made Kerta No. Hp. 082339872671 Ai Dede Kec. Labangka
63 Wanasari/ I made Kerta No. Hp. 082339872671 Ai Dado Kec. Labangka
64 Seroja/ Musa No. Hp. 081805785009 Ai Penyaka Desa Mapin Kec. Alas Barat
65 Seroja/ Musa No. Hp. 081805785009 Ai Sering Ode Desa Mapin Kec. Alas Barat
66 09004’4.04”/ 117005’7.36” Tebil Sukamaju Kec.Lunyuk
67 09005’3.43”/ 117002’9.38” Sepang Sukamaju Kec.Lunyuk
68   Buin Bontong Sukamaju Kec.Lunyuk
69   Sampar Goal Sukamaju Kec.Lunyuk
70   Ai Lompa Labuhan Aji Kec.Tarano
71   Ai Bembe Labuhan Aji Kec.Tarano
72   Buin Putang Labuhan Aji Kec.Tarano
73   Pak Acok Labuhan Aji Kec. Tarano
74   Reban Bidang Labuhan Janbu Kec. Tarano
75   AI Maya Labuhan Badas
76   Sumer Payung Karang Dima Labuhan Badas
77   Karantina Badas Labuhan Badas
78   Badas Labuhan Badas
79   Ai Lenek Karang Dima Labuhan Badas
80   Buin Getih Plampang
81   Ai Palman I Sejari Kec. Plampang
82   Ai Palman II Sejari Kec. Plampang
83   Ai Mual Belo Kec. Plampang
84   Ai Tebal Belo Kec. Plampang
85   Pola Mata Belo Kec. Plampang
86   Sangar Lamenta Kec. Empang
87   Ai Pakat Lamenta Kec. Empang
88   Ai Cente Lamenta Kec. Empang
89   Ai Bua Lamenta Kec. Empang
90   Ai Manggadar I Lamenta Kec. Empang
91   Ai Manggadar II Lamenta Kec. Empang
92   Ai Manggadar III Lamenta Kec. Empang
93   Ai Nyir I Lamenta Kec. Empang
94   Ai Nyir II Lamenta Kec. Empang
95   Ai Nyir III Lamenta Kec. Empang
96   Buin Batu I Lamenta Kec. Empang
97   Buin Batu II Lamenta Kec. Empang
98   Buin Batu III Lamenta Kec. Empang
99   Ai Maja Lamenta Kec. Empang
100   Ai Maja I Muna Kec. Empang
101   Ai Maja II Muna Kec. Empang
102   Ai Banyu Muna Kec. Empang
103   Ai Buas Labuhan Aji Kec. Empang

Kerusakan hutan juga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Padahal, Sumbawa dikenal memiliki berbagai spesies flora dan fauna endemik, termasuk burung gosong kaki merah (Megapodius reinwardt), rusa timor (Cervus timorensis), hingga aneka tumbuhan obat tradisional. Jika degradasi terus berlanjut, maka kekayaan hayati yang menjadi kebanggaan daerah ini terancam punah dan tidak dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Di sisi lain, berkurangnya tutupan hutan juga meningkatkan risiko bencana alam. Tanpa vegetasi yang memadai, kawasan rawan longsor dan banjir bandang semakin meluas. Peristiwa banjir besar yang melanda Kecamatan Alas dan Utan pada 2021 menjadi contoh nyata, di mana ribuan rumah warga terendam akibat meluapnya sungai yang kehilangan daerah resapannya.

Menjawab tantangan ini, Pemerintah Kabupaten Sumbawa mencanangkan sebuah upaya Inisiatif Daerah dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis (INDA-RHL) sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi sekarang dan masa depan. Inisiatif ini menargetkan rehabilitasi puluhan ribu hektare hutan dan lahan kritis melalui penanaman kembali (reboisasi), penghijauan, serta penerapan agroforestri yang ramah lingkungan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa di Sumbawa terdapat lebih dari 70 ribu hektare lahan kritis yang membutuhkan intervensi segera.

Inisiatif ini tidak hanya melibatkan pemerintah daerah, tetapi juga menggandeng masyarakat, sektor swasta, akademisi, hingga aparat penegak hukum. Skema kolaborasi seperti pemberian insentif bagi petani pelaku rehabilitasi hutan dan lahan, pelestari hutan, kemitraan dengan perusahaan untuk program CSR lingkungan, hingga penegakan hukum bagi pelaku perusakan hutan menjadi bagian integral dari strategi yang dijalankan. Dengan demikian, inisiatif ini bersifat inklusif dan berbasis partisipasi.

Harapannya, melalui inisiatif rehabilitasi hutan dan lahan kritis, Kabupaten Sumbawa mampu mengembalikan fungsi ekologis hutannya sekaligus memperkuat ketahanan lingkungan. Upaya ini bukan hanya soal menjaga kelestarian alam, tetapi juga memastikan keberlanjutan hidup masyarakat yang menggantungkan harapan pada sumber daya alam. Dengan komitmen bersama, Sumbawa dapat menjadi contoh daerah yang berhasil menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.

Jadikan Bumi Sumbawa Jadi Model Global

Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafuddin Jarot, MP, menambahkan bahwa visi besarnya adalah menjadikan Bumi Sumbawa sebagai model global dalam upaya penghijauan hutan berbasis tanaman bernilai ekonomi tinggi. Strategi ini dinilai mampu menjawab tantangan ekonomi masyarakat sekaligus menyelamatkan lingkungan dalam jangka panjang.

Bupati Haji Jarot menegaskan bahwa selama ini fokus banyak pihak cenderung pada peningkatan nilai tambah produk pertanian yang sudah ada, seperti kopi, kemiri, atau jagung, tanpa memikirkan bagaimana mempersiapkan lahan dan tanaman sejak awal.

Padahal, menurutnya, langkah awal ini sangat krusial. “Kita terlalu sibuk di hilir, padahal hulu kita sudah kritis. Produksi tanaman menurun drastis, banyak yang hampir punah. Harus ada perubahan paradigma, tanam dulu yang bernilai ekonomis tinggi, baru bicara hilirisasi,” tegas Haji Jarot.

Tiga Tanaman Unggulan, Investasi Hijau Masa Depan

Program penghijauan produktif ini sebut Bupati, fokus pada tiga jenis tanaman yang telah terbukti memiliki nilai ekonomis tinggi serta cocok untuk kondisi geografis Sumbawa, baik di dataran tinggi maupun rendah. Yaitu, Sengon Laut (Seiman Laut). Tanaman ini disebut sebagai “ATM hidup” bagi petani.

Dalam uji coba di Jawa, pohon ini mampu menghasilkan hingga Rp 240 juta per hektar setelah usia tanam 5 tahun. Petani bisa mendapatkan penghasilan berkala, seperti “gajian dari hutan”. “Satu hektar bisa jadi sumber penghasilan jangka panjang. Produksi bisa diatur, tidak tergantung musim panen. Ini solusi konkret,” ujar Bupati.

Kemudian Kemiri. Dengan 150 pohon per hektar, tanaman ini mampu menghasilkan 50–150 kg per pohon. Harga pasar mencapai Rp 20.000 per kg. Dalam hitungan sederhana, potensi pendapatan bisa tembus Rp 300 juta per hektar jika dirawat optimal. “Tidak butuh banyak air, mudah tumbuh, dan hasilnya luar biasa. Tanaman ini cocok untuk dataran tinggi maupun rendah,” tambah Magister Pertanian jebolan Institut Pertanian Bogor ini.

Berikutnya, Porang. Tanaman umbi yang kini populer di pasar ekspor, khususnya Jepang dan Tiongkok, juga masuk dalam prioritas. Dengan 5.000 pohon porang, potensi hasilnya bisa mencapai Rp 200 juta per siklus tanam, dengan perawatan relatif mudah dan ramah lingkungan. “Pasarnya sudah ada. Bahkan, pabriknya sedang dibangun di NTB bagian Timur. Kita hanya tinggal menanam,” jelasnya.

Hijaukan Hutan, Sejahterakan Petani

Lebih dari sekadar penghijauan, menurut Haji Jarot, strategi ini ditujukan untuk menjawab tantangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di pedesaan. Dengan menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, masyarakat tak hanya menghijaukan kembali hutan Sumbawa, tapi juga menjadikannya sumber kehidupan yang berkelanjutan. “Kalau petani menanam tanaman ini, bukan hanya dia yang sejahtera, tapi anak-cucunya juga ikut merasakan manfaatnya,” tandas mantan Ketua Dewan Pembina Yayasan Olat Perigi PT Newmont Nusa Tenggara ini.

Yang lebih jauh lagi, sambung Bupati, langkah beraninya ini membuka peluang besar menjadikan daerahnya sebagai laboratorium hijau dunia. Dengan komitmen pemerintah daerah, dukungan petani, dan kerjasama lintas sektor, visi menjadikan Sumbawa sebagai ikon penghijauan produktif berbasis ekonomi bukanlah mimpi tetapi kenyataan yang tengah dibangun.

“Mole Pade Antap, Telas Kebo Jaran”

Senada dengan Bupati Sumbawa, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Julmansyah S.Hut, M.Hut saat menyampaikan paparannya bertajuk “Kebijakan dan Program Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumbawa”.

Julmansyah yang menjadi narasumber pada Musrembang Kabupaten Sumbawa di La Grande Sumbawa Grand Hotel, Sumbawa, Agustus 2025 lalu, menyebutkan bahwa realitas kerusakan lingkungan sudah terlalu nyata. “Kita menyaksikan penurunan debit air secara signifikan, hilangnya mata air, lahan-lahan yang kehilangan produktivitas, serta krisis pangan dan ternak. Ini bukan sekadar angka, ini panggilan sejarah. Saatnya Bupati dan Wakil Bupati memimpin gerakan perubahan dari hulu,” tegas mantan Kadis Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi NTB ini.

Dalam forum itu, Julmansyah juga menyinggung cara pandang masyarakat Tau Samawa terhadap lahan yang selama ini menjadi basis penghidupan. Lahan bagi masyarakat Sumbawa bukan hanya sebidang tanah, tetapi ruang hidup, sumber pangan, air, dan nilai budaya. Namun kini, air yang dulu melimpah seperti dalam ungkapan “Mole Pade Antap. Telas Kebo Jaran” (panen berlimpah dan ternak berkembang biak) mulai langka, bahkan hilang.

Data menunjukkan, lebih dari 55% area penanaman jagung di Kabupaten Sumbawa, Dompu, dan Bima dilakukan di lahan dengan kemiringan di atas 15 derajat, area yang secara ekologis rawan erosi dan degradasi. Luas pertanian lahan kering di Sumbawa pada tahun 2024 mencapai 135.813,48 hektar, sebagian besar tanpa sistem pengelolaan konservatif.

Julmansyah mengajak Pemkab Sumbawa untuk benar-benar memeriksa substansi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Ia menekankan, RPJMD bukan hanya janji politik yang dibingkai dokumen, tetapi resep pembangunan yang harus berbasis diagnosa tepat. “Jika salah mendiagnosa masalah seperti krisis air dan produktivitas lahan yang menurun maka seluruh strategi pembangunan bisa gagal total. RPJMD harus menjawab tantangan hari ini dan esok, termasuk krisis air dan ketahanan pangan,” ujarnya.

Julmansyah juga menyarankan agar disediakan data perubahan pola tanam dan indeks pertanaman pada seluruh Daerah Irigasi (DI), data produktivitas komoditi pertanian, data spasial kawasan hutan, sumber air, serta overlay dengan sistem irigasi. Serta Peta DAS yang ingin dipertahankan atau dipulihkan.

Menurut mantan Pj Bupati Sumbawa Barat ini, lahan-lahan di Sumbawa tak lagi mampu menopang produktivitas seperti dulu. Banyak peternak mengeluhkan ternak yang kurus kering, populasi yang menurun, serta ketergantungan tinggi terhadap bahan pangan dari luar daerah. “Kalau kita ingin industri berkembang dan tambang seperti Dodo Rinti berjalan, maka kebutuhan dasar seperti air dan pangan harus kuat dulu. Jika tidak, kita hanya akan memupuk konflik baru,” tegasnya.

Ia menyerukan untuk kembali ke akar budaya lokal yaitu melestarikan hutan, menghargai tanah, dan memulihkan DAS sebagai bagian dari sistem kehidupan. “Menghijaukan Sumbawa bukan hanya soal menanam pohon. Ini soal menyelamatkan mata air, menumbuhkan kembali nilai lokal, dan menghidupkan ekonomi masyarakat dari lahan yang sehat. Pemimpin hari ini harus berani mengambil keputusan yang berpihak pada masa depan,” cetusnya.

Untuk pengelolaan lahan kering dan kawasan hutan yang cukup luas namun belum optimal dimanfaatkan mantan KPH Ampang Kampaja Plampang Kabupaten Sumbawa ini juga menekankan pentingnya strategi inovatif untuk menjawab tantangan produktivitas lahan dan kelangkaan air yang kian mengancam ketahanan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. “Luas lahan kering yang ada saat ini mencapai 130.735 hektare dalam kawasan hutan dan 68.378 hektare di luar kawasan hutan. Kita butuh peta kesesuaian tanaman agar potensi ini bisa dioptimalkan,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa Sumbawa menghadapi tantangan serius berupa produktivitas lahan yang rendah serta kelangkaan air, terutama akibat kerusakan sumber daya air. Hal ini berdampak langsung pada pertanian dan peternakan sebagai tulang punggung ekonomi masyarakat. “Nenek moyang kita bukan pelaut, mereka petani. Ketika air tersedia dan lahan subur, maka kesejahteraan bisa dicapai,” tegasnya.

Jul memperkenalkan pendekatan agroforestry atau kebun campur sebagai alternatif berkelanjutan dibandingkan model pertanian monokultur seperti jagung yang selama ini mendominasi. “Dengan agroforestry, cukup tanam sekali dan bisa panen berkali-kali sepanjang tahun. Akar tanaman juga menyimpan air tanah, menyerap CO2, dan menciptakan hawa sejuk,” jelasnya.

Model kebun campur ini telah terbukti di beberapa daerah, seperti durian di Lombok Utara dan alpukat di Lampung. Petani didorong untuk mandiri melalui persemaian sendiri dan tidak tergantung pada pembibitan eksternal. KLHK bersama Pemda Sumbawa telah merancang sejumlah langkah konkret, di antaranya pembangunan Nursery Hub permanen di Kebun Bangkong serta penguatan kapasitas kelompok tani lahan kering dan perhutanan sosial. Distribusi bibit akan dilakukan melalui program Desa Hijau dan Desa Proklim. Pelatihan pembuatan bibit berkualitas juga akan difasilitasi melalui alokasi OPD Kabupaten.

Tidak hanya itu, pemerintah juga membuka ruang kolaborasi luas, menggandeng universitas, NGO, perusahaan tambang (Amman dan SJR), pengusaha tambak, hingga lembaga internasional untuk memperkuat perlindungan dan pemanfaatan hutan.

Menyinggung pengelolaan hutan, Julmansyah memberikan alternatif. Yakni, melalui dokumen Integrated Area Development (IAD), Pemkab Sumbawa dapat terlibat aktif dalam pengelolaan hutan meski bukan kewenangannya langsung. Hal ini telah diterapkan di Kabupaten Madiun dan menjadi model kolaborasi perlindungan hutan antara pusat dan daerah. Namun tantangan pembiayaan masih menjadi ganjalan. “Kapasitas fiskal Sumbawa terbatas, kita harus kreatif mencari alternatif pembiayaan. Pemerintah pusat sedang hadapi beban utang besar, ini harus jadi pertimbangan dalam menyusun RPJMD,” imbuhnya.

Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bergerak bersama, mengembangkan sistem pertanian ramah iklim, meningkatkan daya beli masyarakat, dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Pulau Sumbawa.

PETI: Tambang Tanpa Izin yang Merambah Segalanya

Bukan hanya beralihnya fungsi kawasan ke lahan pertanian, kerusakan hutan juga disebabkan adanya aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI). Di tengah gencarnya kegiatan eksplorasi perusahaan-perusahaan besar, seperti PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di kawasan Elang dan Dodo, serta PT Sumbawa Juta Raya (SJR) di Pengulir, tumbuh pula aktivitas liar yang lebih sulit dikendalikan. Yakni, Penambangan Tanpa Izin (PETI). Aktivitas ini menjalar bagai api di musim kemarau, membakar habis kawasan hutan, merusak sempadan sungai, dan meninggalkan bekas luka panjang di bentang alam Sumbawa.

PETI tidak hanya menggali emas dari perut bumi tanpa izin, tetapi juga menabur racun ke dalam tanah dan air. Merkuri dan sianida, dua bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam proses ekstraksi emas, mencemari sungai dan sumur warga. Hasil penelitian dari LIPI menemukan kadar merkuri di sejumlah aliran sungai yang jauh di atas ambang batas aman WHO. Warga di sekitar lokasi PETI mulai merasakan dampaknya gatal-gatal, gangguan pencernaan, bahkan kasus cacat lahir mulai menjadi perbincangan sunyi di desa-desa terpencil. Aktivitas illegal ini marak terlihat di wilayah Kecamatan Ropang dan Lantung, yang menjadi bagian dari wilayah konsensi tambang berizin (Amman dan SJR).

Tak hanya itu, aktivitas PETI juga merambah daerah lainnya seperti Labuhan Terata, Tanjung Bele, Bukit Labaong Desa Hijrah, Ngali, Teluk Santong Plampang, dan Kecamatan Empang. Bukan hanya PETI, perluasan lahan pertanian untuk penanaman jagung juga menjadi momok, karena aktivitasnya yang tak terkendali. Meski terlambat, namun pemerintah terus berupaya untuk menghentikan kegiatan yang merusak hutan dan lingkungan, dibarengi dengan solusi. Sebuah langkah bersejarah diambil Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan jajaran Polda NTB untuk menghentikan aktivitas pertambangan tanpa izin.

14 Blok WPR di NTB

Diinisiasi Kapolda NTB, Irjen Pol. Hadi Gunawan, S.H., S.IK.. aktivitas tersebut dilegalkan dengan menetapkan beberapa lokasi sebagai wilayah penambangan rakyat (WPR). Tercatat ada 14 blok WPR yaitu Lemer 19, Lemer 20, Lemer 21, Simba 4 dan Simba 5, yang berada di Sekotong Lombok Barat.

Kemudian di Sumbawa Barat terdapat Blok WPR Tebo (Poto Tano), Seloto dan dan Lang Iler—keduanya berada di Taliwang. Berikutnya di Kecamatan Lantung Kabupaten Sumbawa tercatat dua blok yaitu Lantung 1 dan Lantung 2. Untuk Kabupaten Dompu, tiga titik berada di Kecamatan Pajo adalah Lepadi, Ranggo dan Natawera.

Terakhir di Kabupaten Bima berada di Blok Pesa Kecamatan Lambitu. Sebenarnya ada dua blok lagi di Kabupaten Sumbawa yang sempat diajukan untuk WPR, namun pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tidak memenuhi syarat di Lantung dan Badi Kecamatan Lape.

Untuk mengusulkan penerbitan Ijin Penambangan Rakyat (IPR), salah satu persyaratan adalah dibentuknya Koperasi Produsen (KP). Dari 14 Blok WPR yang memenuhi syarat ini, terbentuk 26 KP yang beranggotakan berbagai unsur termasuk pemilik lahan dan masyarakat sekitar. Dari puluhan  KP tersebut, yang baru terbit Perizinan Berusaha Berbasis Mikro adalah Koperasi Produsen Salonong Bukit Lestari di Desa Lantung Ai Mual, Kecamatan Lantung tepatnya Blok Lantung 2.

Izin bernomor 19122400556140005 untuk pertambangan emas dan perak ini diikuti dengan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi NTB No. 503/01/IPR/DPMPTSP/2025 tertanggal 22 September 2025 tentang Persetujuan Izin Pertambangan Rakyat untuk Komoditas Emas dan Perak (KLBI 07301) Kepala Koperasi Produsen Salonong Bukit Lestari.

Selanjutnya Koperasi tersebut resmi menerima Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diserahkan langsung Gubernur NTB, Dr. H. Lalu Muhammad Iqbal, didampingi Kapolda NTB, Irjen Pol. Hadi Gunawan, S.H., S.IK.. Peluncuran IPR ini menjadi harapan baru untuk menghadirkan praktik pertambangan yang legal, bersih, dan berpihak kepada masyarakat lokal.

Kapolda Hadi Gunawan menegaskan jika koperasi bukan sekadar badan usaha, tetapi sebuah gerakan sosial yang menjunjung tinggi nilai gotong royong, dan kekeluargaan, nilai-nilai yang sangat sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.

“Koperasi terbukti mampu menjadi penyangga ekonomi nasional, khususnya di tengah tantangan global saat ini. Dengan iklim usaha yang aman dan kondusif, kita dukung koperasi menjadi pilihan utama untuk membangun kemandirian ekonomi,” tegas Kapolda.

Ia juga mengajak generasi muda NTB untuk terlibat aktif dalam gerakan koperasi. Dalam konteks pertambangan rakyat, Kapolda menekankan pentingnya memenuhi semua persyaratan, agar kegiatan tambang yang dilakukan koperasi dapat berjalan dengan baik, bersih, dan ramah lingkungan.

Demikian Gubernur NTB Dr. H. Lalu Muhammad Iqbal mengungkapkan filosofi mendalam tentang koperasi sebagai “soko guru” atau tiang utama ekonomi bangsa. Ia menyebut, Indonesia sebagai satu-satunya negara yang secara eksplisit mencantumkan koperasi dalam konstitusinya.

“Selama soko guru ini berdiri, ekonomi Indonesia tidak akan runtuh. Dan koperasi adalah tiang itu. Karena itulah Presiden Prabowo mendorong lahirnya koperasi-koperasi baru, termasuk koperasi merah putih,” ujar Gubernur.

Gubernur pun menyampaikan rasa hormat dan apresiasinya kepada Kapolda NTB, yang telah menggagas dan mengawal inisiatif legalisasi pertambangan rakyat melalui koperasi, hingga berhasil diluncurkan hari ini. Ia menambahkan jika selama 10 tahun lebih praktik tambang ilegal menghantui NTB, tapi tak pernah benar-benar bisa dihentikan. Kini, kehadiran koperasi tambang yang legal diharapkan menjadi alternatif nyata untuk menghentikan siklus tersebut.

“Kita tidak bisa terus-terusan membiarkan kerusakan lingkungan dan ketimpangan ekonomi ini terjadi. Hadirnya koperasi tambang adalah solusi nyata, asal dijalankan sesuai aturan dan diawasi secara konsisten,” ujarnya.

Mewakili Kantor Staf Presiden (KSP) RI, Brigjen TNI (Purn) Irianto turut hadir dan menyatakan dukungannya. Ia melihat inisiatif ini selaras dengan misi Deputi 5 KSP, yang fokus pada pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.

“Koperasi tambang ini bisa menjadi model nasional. Sinergi antara penambang, aparat, media, dan masyarakat adalah terobosan yang luar biasa, untuk menekan tambang ilegal dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Irianto.

Peluncuran IPR untuk Koperasi Selonong Bukit Lestari ini, sebagai IPR pertama di Indonesia yang secara khusus diberikan kepada koperasi, dan menjadi contoh awal dalam membangun tambang rakyat berbasis kelembagaan lokal yang sah. Dengan harapan besar dan semangat kolaborasi, Kapolda NTB, Gubernur, dan seluruh pemangku kepentingan berkomitmen menjadikan inisiatif ini sebagai role model nasional. Masyarakat NTB kini tidak hanya mendapatkan harapan, tetapi juga jalan baru untuk mengelola sumber daya alam secara berdaulat, legal, dan berkelanjutan.

Untuk diketahui, pertambangan memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Menurut laporan Dinas Pertambangan dan Energi NTB, sebagaimana disampaikan Kadisnya, Samsuddin S.Hut., M.Si, bahwa sektor tambang menyumbang sekitar 10% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumbawa, dan menyediakan lapangan kerja bagi ribuan warga setempat. Karena itu, tantangan utama adalah bagaimana mengelola sumber daya alam ini secara berkelanjutan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.

Untuk itu, perlu dilakukan pengawasan ketat terhadap praktik pertambangan, penerapan teknologi ramah lingkungan, serta rehabilitasi lahan pasca tambang yang efektif. Pemerintah daerah bersama perusahaan tambang dan komunitas harus berkolaborasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan konservasi alam. Dengan demikian, Sumbawa dapat tetap mempertahankan hutan kritisnya sebagai sumber kehidupan dan warisan bagi generasi mendatang.

Salah satu langkah ini dilakukan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), perusahaan yang menguasai 25.000 hektar wilayah konsesi di Batu Hijau Sumbawa Barat dan Elang Sumbawa. Kendati masih dalam tahap eksplorasi di Elang – Dodo Rinti Kabupaten Sumbawa, upaya pelestarian lingkungan dan kawasan hutan terus dilakukan, di samping pemberdayaan terhadap masyarakat sebagai upaya untuk ikut serta dalam menjaga hutan.

AMMAN Luncurkan PERTAMAS, Dorong Transformasi Sosial Ekonomi di Zona Penyangga Tambang

Komitmen ini ditunjukkan dengan melaksanakan program unggulan bertajuk Perhutanan Sosial dan Transformasi Penghidupan Masyarakat (PERTAMAS), Rabu (8/10/2025). Program ini diluncurkan di wilayah penyangga tambang, tepatnya di Desa Emang Lestari, Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, sebagai bagian dari agenda Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Program PERTAMAS hadir menjawab tantangan pengelolaan hutan di zona penyangga tambang AMMAN yang masuk dalam kawasan perhutanan sosial.

Kawasan ini menghadapi ancaman degradasi hutan dan potensi konflik, yang berdampak langsung terhadap keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar. “Kami ingin menciptakan nilai bersama baik untuk perusahaan maupun komunitas. PERTAMAS menjadi bukti nyata komitmen AMMAN terhadap pembangunan berkelanjutan yang berpihak pada masyarakat dan lingkungan,” ungkap Aji Suryanto, Senior Manager Social Impact AMMAN.

Aji menjelaskan, PERTAMAS dibangun di atas tiga pilar utama. Adalah Pilar Ekologi, mendorong kelestarian hutan secara partisipatif dengan melibatkan Kelompok Tani Hutan (KTH). Upaya ini mencakup pengukuran cadangan karbon, pengembangan demplot agroforestri, serta sistem mitigasi kebakaran hutan.

Pilar Ekonomi, mendorong pengembangan usaha Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti madu, minyak kayu putih, dan kopi. AMMAN memfasilitasi pelatihan, sertifikasi produk, hingga penyusunan Rencana Usaha Perhutanan Sosial (RUPS) agar produk-produk tersebut dapat menjangkau pasar yang lebih luas.

Pilar Sosial, penguatan kelembagaan inklusif melalui pelatihan manajemen KTH, penyusunan Peraturan Desa (Perdes), penyelesaian konflik, dan pendampingan hukum. Forum multipihak juga rutin digelar untuk menjaga sinergi dan transparansi lintas aktor. Hingga saat ini, PERTAMAS telah melibatkan empat KTH aktif, Sagena Indah, Batu Akik, Sampar Baru, dan Brang Lamar, yang menjadi garda depan dalam pengelolaan kegiatan konservasi dan ekonomi hutan.

Program ini juga didukung oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan mitra pelaksana KONSEPSI, yang berperan dalam pembinaan teknis serta penguatan legalitas dokumen perhutanan sosial. Sejumlah capaian awal PERTAMAS antara lain, pelaksanaan studi Penilaian Pedesaan Partisipatif (PRA), pelatihan pendamping lapangan dan workshop sinergi lintas pihak, penandatanganan MoU kolaborasi multipihak, persiapan penanaman di lahan demplot seluas 5 hektar per wilayah, dan audiensi dengan kementerian dan stakeholder nasional.

Dengan pendekatan menyeluruh dan partisipatif, PERTAMAS digadang menjadi pilot project yang dapat direplikasi di wilayah lain dengan tantangan serupa. Program ini menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dan penjaga ekosistem, sekaligus memperkuat posisi AMMAN sebagai perusahaan tambang yang mengedepankan prinsip keberlanjutan dan keadilan sosial. “PERTAMAS adalah bukti bahwa pengelolaan hutan tidak hanya soal pelestarian alam, tetapi juga menyangkut kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial bagi masyarakat lokal,” pungkas Aji.

KPH Brang Beh: PERTAMAS AMMAN Dukung Rehabilitasi Hutan dan Sumber Air 

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Brang Beh, Dedi Purwanto, mengapresiasi peluncuran Program PERTAMAS oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) sebagai bentuk nyata kontribusi perusahaan dalam upaya pelestarian hutan dan pemberdayaan masyarakat di zona penyangga tambang.

Menurut Dedi, salah satu lokasi demplot agroforestri yang saat ini disiapkan adalah di Dusun Sampar Lok, Desa Emang Lestari, dengan luasan sekitar 5 hektar. Seluruh bibit yang ditanam merupakan tanaman produktif seperti alpukat, mangga, dan kemiri.

“Pemilihan lokasi ini sangat strategis karena berada di dekat sumber air yang dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan air bersih. Rehabilitasi hutan melalui agroforestri di wilayah ini diharapkan mampu menjaga ketersediaan air sekaligus memperkuat ketahanan ekosistem,” jelas Dedi.

Dedi menjelaskan, keterlibatan AMMAN dalam program ini merupakan bagian dari kewajiban sebagai pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), sebagaimana tertuang dalam regulasi yang mengharuskan perusahaan tambang untuk tidak hanya menjaga kawasan hutan, tetapi juga melakukan pemberdayaan masyarakat di sekitar tambang.

KPH Brang Beh, bersama mitra pelaksana KONSEPSI, telah melakukan penilaian teknis dan ilmiah sebelum menentukan lokasi prioritas untuk program PERTAMAS. Dari beberapa kelompok yang diusulkan, KTH Brang Lamar dipilih karena beberapa alasan strategis. “Akses yang mudah, potensi ekonomi masyarakat, dan lokasi yang berada di wilayah konsolidasi sumber mata air ini menjadi dasar kuat kenapa Brang Lamar yang kita dorong terlebih dahulu,” tambahnya.

Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan bahwa kawasan hutan di wilayah ini pernah mengalami kerusakan cukup signifikan pada awal 2000-an. Minimnya pengawasan saat itu menyebabkan degradasi yang luas. “Dulu hanya satu petugas yang mengawasi lebih dari 59 ribu hektar. Pasca pembentukan KPH tahun 2017, kita mencatat sekitar 133 hektar hutan dalam kondisi rusak. Tapi sejak itu, laju kerusakan berhasil ditekan,” ungkapnya.

Sebagai bagian dari rehabilitasi, PERTAMAS mengusung konsep agroforestri berbasis tanaman produktif, bukan kayu komersial. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi berkelanjutan tanpa merusak ekosistem.

“Kita arahkan agar masyarakat menanam tanaman buah, bukan kayu yang nantinya bisa ditebang. Bahkan untuk tanaman semusim, kami merekomendasikan jenis seperti kacang-kacangan, bukan jagung, karena penggunaan pestisida atau pembakaran saat panen dapat merusak tanaman inti dan sumber mata air,” tegas Dedi.

Terkait teknis penanaman, Dedi menjelaskan bahwa penundaan dilakukan karena musim kemarau panjang yang melanda wilayah Kecamatan Lunyuk sejak April lalu. Namun kini, dengan mulai datangnya musim hujan, pihaknya siap memulai penanaman serentak. “Kita sudah mulai persiapan. Harapannya, dengan penanaman di awal musim hujan, tanaman bisa tumbuh optimal dan tidak mati kekeringan,” ujarnya.

Emang Lestari Jadi Contoh Desa Hijau

Kepala Desa Emang Lestari, Deni Mirdani, SP, menyambut juga positif pelaksanaan Program Perhutanan Sosial dan Transformasi Penghidupan Masyarakat (PERTAMAS) di wilayahnya. Menurutnya, program yang diinisiasi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) ini menjadi wujud nyata dari sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam menghadirkan solusi atas kerusakan hutan dan krisis air yang selama ini menjadi persoalan utama di Desa Emang Lestari, khususnya di Dusun Brang Lamar.

“Hari ini adalah hari yang penuh berkah bagi kami. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah menetapkan Desa Emang Lestari sebagai lokasi pelaksanaan demplot agroforestri, yang akan ditanami tanaman buah seperti kemiri, mangga, dan alpukat,” ujar Deni.

Deni menegaskan bahwa lokasi demplot yang dipilih merupakan wilayah tangkapan air yang sangat vital bagi masyarakat sekitar. Keberadaan sumber mata air di titik tersebut menjadi tumpuan utama warga untuk kebutuhan air bersih.

“Beberapa bulan lalu kami ajukan program air bersih karena kondisi sumber air di Brang Lamar sangat kritis. Alhamdulillah tahun ini mulai dikerjakan dan hampir rampung. Tapi keberlanjutan air ini hanya bisa dijaga jika kawasan penyangga juga ditanam kembali dengan pohon,” jelasnya.

Melalui kegiatan penanaman pohon ini, kata Deni, desa tidak hanya menjaga sumber daya alam, tetapi juga membangun kembali ekosistem yang sehat dan produktif, yang berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat.

Kepala desa juga menekankan pentingnya menjadikan program ini sebagai pintu masuk untuk transformasi ekonomi lokal. Ia berharap upaya penghijauan dan rehabilitasi hutan ini dapat mengubah kawasan tandus menjadi lahan yang hijau dan produktif secara ekonomi.

“Tanah kita subur, air cukup, dan petani di sini sangat bergantung pada sektor pertanian. Kalau program ini dikelola dengan baik, saya yakin kita bisa menghasilkan produk-produk pertanian yang tidak kalah dari daerah lain, bahkan bisa menyaingi komoditas luar yang selama ini membanjiri pasar kita,” tegas Deni.

Deni juga mengusulkan agar pengembangan selanjutnya tidak berhenti hanya pada satu titik, tetapi diperluas ke area-area lain yang memiliki potensi serupa. Ia menyebutkan bahwa wilayah Lunyuk memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung buah dan produk agroforestri lokal yang kompetitif.

Meski optimis, Deni juga menyampaikan kekhawatiran terkait musim tanam yang bertepatan dengan El Nino, yang menyebabkan curah hujan tidak menentu. Karena itu, ia berharap ada komitmen penuh dari seluruh pihak, khususnya Kelompok Tani Hutan (KTH), untuk merawat tanaman agar tidak sia-sia. “Kita sudah tanam 500 bibit. Jangan hanya ditanam, tapi dirawat hingga tumbuh dan memberi manfaat. Saya mohon dukungan dari KPH, AMMAN, dan semua pihak agar ini jadi model keberhasilan, bukan hanya proyek sesaat,” imbuhnya.

Dengan partisipasi aktif masyarakat dan dukungan lintas sektor, Deni Murdani berharap Desa Emang Lestari bisa menjadi contoh bagaimana hutan desa dapat berkembang menjadi desa hijau, yang kuat secara ekologis, sosial, dan ekonomi.

Kadus dan KTH Brang Lamar Harap Program Diperluas dan Berkelanjutan

Kepala Dusun Brang Lamar, Fahruddin, menilai pelaksanaan Program PERTAMAS di wilayahnya sangat bermanfaat. Menurutnya, dukungan dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), KPH Brang Beh, dan Kelompok Tani Hutan (KTH) telah memberikan semangat baru bagi masyarakat dalam upaya memperbaiki kondisi lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

“Kami sangat-sangat bersyukur atas dukungan yang luar biasa dari PT AMMAN dan semua pihak. Ini menjadi peluang besar bagi masyarakat kami, yang sebelumnya tidak banyak mendapatkan akses terhadap program pemberdayaan seperti ini,” ungkap Fahruddin yang didampingi KTH Sampar Lok, Sumardi alias Somes, saat ditemui di lokasi kegiatan Media Visit, Rabu (8/10).

Ia juga menyampaikan harapan agar program seperti PERTAMAS bisa berjalan jangka panjang dan tidak berhenti hanya sampai pada penanaman awal. “Kalau ini berhasil, kami siap menjaganya. Tapi kami juga ingin tahu, bagaimana cara ke depan memasarkan hasilnya, misalnya buah alpukat, mangga, atau kemiri ke mana akan dijual? Ini yang kami harapkan bisa didampingi juga oleh PT AMMAN,” lanjutnya.

Selain program agroforestri, Fahruddin juga menyampaikan aspirasi masyarakat agar bentuk pemberdayaan ekonomi bisa diperluas. Ia menyoroti keterbatasan kesempatan kerja masyarakat lokal di sektor formal tambang karena keterbatasan usia, pendidikan, maupun keterampilan. “Mayoritas masyarakat kami tidak bekerja di PT AMMAN. Jadi, kami sangat berharap ada program-program alternatif, misalnya pelatihan dan dukungan untuk beternak bebek, budidaya ikan, atau usaha lainnya yang bisa dilakukan di sekitar rumah dan kampung,” ucapnya.

Fahruddin juga menekankan pentingnya dampak positif yang merata dari kehadiran perusahaan tambang di wilayah Lunyuk, khususnya di desa-desa zona penyangga seperti Brang Lamar. “Kami tidak ingin hanya jadi penonton. Harapan kami, ada bentuk dukungan lanjutan yang bisa benar-benar dirasakan masyarakat secara langsung,” tegasnya.

Dengan semangat kolaboratif dan aspirasi yang kuat dari masyarakat, Program PERTAMAS bukan hanya menjadi solusi atas kerusakan lingkungan, tetapi juga menjadi harapan baru bagi transformasi ekonomi desa. (SR)

nusantara pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *