MATARAM, samawarea.com (19 Oktober 2025) — Polemik mengenai penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) akhirnya menemukan titik terang.
Anggota DPRD NTB Syamsul Fikri mengungkapkan bahwa BTT tidak semata-mata hanya untuk penanganan bencana, tetapi juga dapat dialokasikan untuk program yang bersifat darurat dan mendesak.
Kejelasan ini muncul dalam Rapat Koordinasi dan Persamaan Persepsi Untuk Memperjelas Kewenangan Dalam Proses Penyusunan dan Pelaksanaan APBD 2026 yang berlangsung di Hotel Prime Park Mataram, Jumat (17/10/2025).
Rapat dihadiri Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal, Wakil Gubernur Indah Dhamayanti Putri, serta Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri, Agus Fatoni, Anggota DPRD Provinsi dan seluruh Sekda kabupaten/kota se-NTB.
Dalam forum itu, Syamsul Fikri AR, S.Ag., M.Si yang juga Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD NTB, memanfaatkan momen untuk bertanya langsung kepada Dirjen Keuda soal penggunaan BTT yang kerap menuai kritik.
“Saya menanyakan kepada Dirjen, berkaitan dengan BTT. Ternyata, BTT sifatnya tidak hanya untuk bencana saja, tetapi juga bisa digunakan untuk program-program yang sifatnya darurat dan mendesak,” ungkap Fikri, Minggu (19/10/2025).
Menurut penjelasan Dirjen Keuda Kemendagri Agus Fatoni, penggunaan dana BTT memang tidak terbatas pada penanganan bencana alam, namun juga dapat digunakan dalam kondisi darurat lainnya seperti kerusakan sarana-prasarana yang mengancam pelayanan publik, misalnya atap sekolah bocor, jalan rusak, atau kejadian luar biasa lainnya.
Dirjen Agus Fatoni menjelaskan, penggunaan dana BTT ini mengacu pada PP Nomor 12 Tahun 2019. Ia menegaskan bahwa kategori darurat mencakup hal-hal yang tidak terduga namun bisa mengganggu pelayanan dan berpotensi merugikan masyarakat jika tidak segera ditangani.
“Kalau tidak dilakukan, dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar. Jadi, kriterianya banyak dan bisa digunakan untuk itu,” ujarnya di hadapan peserta rakor.
Lebih lanjut, Agus Fatoni juga mengungkap bahwa praktik penggunaan BTT yang dilakukan Pemprov NTB, termasuk pergeseran anggaran untuk membayar utang BPJS, bonus atlet PON, pembangunan infrastruktur hingga pemenuhan TPP ASN, sudah sesuai aturan.
Dalam APBD Murni 2025, Pemprov NTB mengalokasikan BTT sebesar Rp500,970 miliar, dan kini realisasinya mencapai Rp 484,560 miliar. Sisa anggaran sebesar Rp 16,410 miliar masih tersedia.
Menanggapi anggapan bahwa BTT NTB tergolong besar, Syamsul Fikri membandingkan dengan provinsi lain. Ia mencontohkan saat Dirjen Fatoni menjabat sebagai Pj Gubernur Sumatera Selatan, provinsi tersebut justru mengalokasikan BTT hingga Rp 1 triliun.
“Artinya, BTT kita tidak seberapa dibandingkan daerah lain. Jadi bukan angka yang luar biasa besar,” tegas Fikri, sapaan politisi Demokrat ini.
Dalam kesempatan tersebut, Fikri juga menyampaikan apresiasi terhadap Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, yang dinilai memiliki visi jelas dalam penyusunan APBD 2026.
“Kami sangat sepakat dan mengapresiasi. Kami di Banggar mendukung, asalkan semuanya untuk kepentingan daerah dan kesejahteraan masyarakat, demi terwujudnya NTB Makmur Mendunia,” ujarnya.
Gubernur Iqbal sendiri menekankan pentingnya menyatukan persepsi seluruh pihak dalam penyusunan APBD agar lebih solid, efisien, dan sesuai dengan koridor aturan.
“Kita ingin memastikan bahwa kita membaca buku yang sama, dengan pemahaman yang sama. Sehingga proses penyusunan APBD 2026 bisa berjalan lancar dan teknokratik,” ujar Gubernur Iqbal.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Agus Fatoni menjelaskan bahwa dalam hal pergeseran anggaran dari BTT, kepala daerah memiliki kewenangan penuh dengan menerbitkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
Sementara DPRD, lanjut Fatoni, memiliki fungsi pengawasan agar penggunaan BTT tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (SR)