Oleh: Iwan Febriyanto V*)
Indonesia memiliki kekayaan dan keunggulan sebagai negara tropis yang subur. Pertanian kita sangat cocok untuk pangan pokok (padi), cocok juga untuk sayuran (hortikultura), cocok juga untuk buah-buahan dan lainnya. Pergantian waktu siang dan malam mengajarkan disiplin dan sinar matahari sumber energi yang sangat berharga.
Namun pembangunan sektor pertanian masih menghadapi sejumlah masalah dan tantangan.
Tantangan bidang pertanian
1. Kurangnya akses terhadap teknologi pertanian. Sebagian besar petani kita masih menggunakan sistem pertanian tradisional yang kurang efisien sehingga harus dilakukan peningkatan akses ke teknologi pertanian modern sesuai kebutuhan petani. Hal ini dilematis karena luas lahan tiap keluarga petani sempit.
2. Tingginya biaya produksi. Harga komponen produksi mencakup bibit, pupuk, dan pestisida terus meningkat, memengaruhi keuntungan (profitabilitas) petani; berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta bahwa benih unggul dan pupuk bisa dikembangkan oleh petani bersama ilmuwan. Komersialisasi komponen produksi memberatkan petani. Pada saat yang sama ditemukan pupuk palsu semakin merugikan petani .
3. Krisis air dan irigasi. Pada dasarnya air tidak berkurang jika diatur dan dikelola penggunaannya dengan baik. Air merupakan kebutuhan esensial dan vital. Krisis air dimusim kemarau masih melanda beberapa wilayah. Sistem bertani harus adil dalam penggunaan air. Selain itu kondisi irigasi yang kurang baik dampaknya memengaruhi produktivitas pertanian; penting difikirkan kembali untuk menghadirkan penyuluh pertanian yang ahli.
4. Perubahan iklim. Pola cuaca yang tidak bisa diprediksi menyebabkan terganggunya siklus tanam dan panen, serta kerusakan pada tanaman. Fenomena cuaca semacam ini dikenal dengan “El nino dan La nina”; pemerintah harus afirmasi menyediakan jaminan dan bantuan jika terjadi bencana alam dan gagal panen. Semacam lembaga pembiayaan dan penjaminan bagi petani
5. Terbatasnya akses pemasaran, akibatnya petani kesulitan menjual hasil panen karena sulitnya mencari pembeli dan jaringan distribusi yang terbatas. Petani harus dilatih dan dampingi tentang bisnis (agrobisnis). Petani tidak hanya ahli dalam penanaman padi, tomat, cabe, jahe, sayuran dan tanaman lainnya, tetapi juga mampu menjualnya ke pasar induk atau alses kepasar tradisional. Dengan demikian keluarga petani mendapat keuntungan dan insentif.
6. Masalah pemilikan dan akses lahan. Sejumlah petani dan kelompok tani tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk menanam padi dan lainnya, dan atau tanah mereka dikuasai dan dimiliki oleh pihak lain. Contohnya di kabupaten Cianjur ribuan hektar tanah/sawah dimiliki oleh orang-orang kaya di Jakarta bahkan orang asing, kemudian digarap oleh petani setempat, dengan sistem bagi hasil. Ada pula sistem sewa. Beberapa daerah lain kisahnya lebih menyedihkan, karena seringkali gagal panen karena masalah kekurangan air dan atau kesalahan teknis mengatur air.
Solusi dan simpul masalah:
Untuk menggambarkan kondisi petani dan lahan sawah, Prof. Sadjogyo meneliti dan menemukan fakta bahwa lebih dari 50% petani kita merupakan petani gurem dan kuli tani karena 3/4 % memiliki lahan kurang dari 1 hektar atau 10.000 meter2 . Idealnya tiap keluarga petani hidup dengan lahan sawah sekitar 1 sd 2 hektar. Tahun 2000 Penelitian yang sama dilakukan oleh IPB menemukan fakta lebih suram bahwà luas lahan rata-rata milik keluarga petani kurang dari 5000 meteŕ2 atau 1/2 hektar. Sejak tahun 2000 usia rata-rata petani kita sudah diatas 50 tahun, generasi muda tidak tertarik menjadi petani.
Untuk pertanian dengan luas lahan lebih dari 2 hektar atau 20.000 meter2 bisa membagi jenis tanaman dengan sistem tumpangsari. Sebagian besar lahan ditanami padi agar tersedia stock padi (beras) untuk konsumsi. Jadi konsep prosumsi (produksi dan konsumsi) bisa diterapkan. Gerakan prosumsi mengandung nilai-nilai kemandirian, partisipasi, gotong royong,
Ketahanan dan kedaulatan Pangan
Tantangan berikutnya dunia pertanian harus mencapai keamanan atau ketahanan pangan, kemudian kedaulatan pangan. Kedua capaian ini membutuhkan politik pertanian.
Pemihakan pada bidang pertanian merupakan kewajiban dari pemerintah Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa Indonesia telah meratifikasi Covenan pemenuhan hak-hak rakyat di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pemahaman lainnya mencakup juga hak rakyat untuk memperoleh Pangan yang cukup, baik dan sehat. Apapun tantangannya pemerintah berkewajiban menyediakan pangan secara berkelanjutan. Pada 7 April 1952 Presiden Soekarno berpidato saat peletakan batu pertama Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Sòekarno menyatakan bahwa……..”soal hidup matinya bangsa kita dikemudian hari…….oleh karena itu soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makan rakyat”.
Kesimpulan: membela petani kita
Suatu peribahasa penting untuk kita: “melak bonteng manen bonteng, melak pada manen padi, melak cengek manen cengek”……maknanya.jelas bahwa apa yang kita tanam itulah yang kita petik hasilnya. Para petani telah berkorban.dan berjuang menanam kebaikan (padi, jagung, kacang dan lainnya), maka hak petani untuk mendapatkan pembelaan, jaminan perlindungan dari pupuk palsu, benih unggul harga terjangkau.
Bayangkanlah petani di seluruh Indonesia telah menanam.dan memanen padinya untuk memberi makan 286.000.000 jiwa penduduk.Indonesia.
Petani kita juga.siap untuk capai.swasembada pangan.(tidak hanya beras). Swasembada pangan berkelanjutan akan menciptakan keamanan pangan.dan kedaulatan pangan. (*)
Iwan Febryanto V, adalah peneliti dan penulis multidisipliner. Tinggal di Bogor dan Cianjur.