Perbup Sumbawa Nomor 28/2025 Ancam Masyarakat Miskin Tak Bisa Kuliah di Kampus Lokal

oleh -256 Dilihat

SUMBAWA BESAR, samawarea.com (25 September 2025) Tak hanya Ketua Forum Dosen Universitas Samawa (UNSA) yang mempersoalkan Peraturan Bupati (Perbup) Sumbawa Nomor 28 Tahun 2025 tentang Pemberian Beasiswa Pendidikan, tapi juga para Wakil Rektor UNSA.

Wakil Rektor II Universitas Samawa (UNSA), Muhammad Yamin, SE., M.Si., dan Wakil Rektor III, Wildan, secara terbuka menyampaikan keberatan terhadap beberapa isi dalam peraturan tersebut yang dianggap tidak adil dan berpotensi mendiskriminasi mahasiswa di luar Universitas Mataram (Unram).

Muhammad Yamin menyatakan bahwa Perbup ini terlihat tidak melalui proses akademik dan kajian yuridis yang memadai. Ia mempertanyakan mengapa dalam proses seleksi beasiswa, masyarakat miskin yang seharusnya langsung dibantu justru masih harus melalui verifikasi ketat, termasuk seleksi IPK dan status kemiskinan ulang. Kalau sudah jelas miskin, IP-nya cukup, dan memenuhi syarat, kenapa masih harus diverifikasi ulang? Apa gunanya tim seleksi kalau semua harus diuji lagi dari nol? tegas Yamin yang juga mantan Pimpina DPRD Sumbawa ini.

Ia juga mengkhawatirkan masyarakat miskin yang sudah terlanjur diterima di kampus local (UNSA dan UTS) tidak bisa melanjutkan kuliah. Sebab keberadaan mereka dibiayai dana pokir DPRD. Dengan adanya Perbup ini, maka mereka terancam, karena dana pokir ini tidak bisa digunakan.

Yamin juga menyinggung ketimpangan yang terjadi antara mahasiswa yang kuliah di Unram, khususnya di Fakultas Kedokteran, dengan mahasiswa dari kampus lain seperti UNSA. Menurutnya, Perbup ini terkesan hanya mengakomodasi kebutuhan kelompok tertentu.

“Semua masyarakat Sumbawa berhak mendapatkan akses beasiswa, bukan hanya yang kuliah di Unram atau Fakultas Kedokteran. Jangan sampai APBD hanya digunakan untuk segelintir orang, sementara yang lain terabaikan, katanya.

Ia pun mengingatkan pemerintah daerah untuk tidak “terhipnotis” oleh oknum tertentu dalam pengambilan kebijakan publik, serta menekankan bahwa UNSA adalah bagian dari sejarah dan perkembangan daerah Sumbawa. “UNSA lahir dari rahim Pemda. Jangan justru dibunuh oleh Pemda sendiri,” ujarnya dengan nada tegas.

Hal senada disampaikan Wakil Rektor III UNSA, Wildan M.Pd, yang mengkritisi ketentuan Pasal 8 dalam Perbup tersebut. Ia menjelaskan bahwa ada perbedaan mencolok antara beasiswa umum dan beasiswa khusus, terutama dalam hal komponen pembiayaan.

“Mahasiswa dari kampus lain hanya dibiayai sebagian, seperti biaya pengembangan institusi dan penelitian tugas akhir. Sementara beasiswa khusus untuk Unram, termasuk Fakultas Kedokteran, dibayarkan penuh, dari pendaftaran hingga wisuda,” ungkap Wildan.

Ia menyebut hal ini sebagai bentuk perlakuan diskriminatif yang nyata, karena menciptakan kesenjangan antara mahasiswa dari perguruan tinggi yang berbeda. Bahkan, mantan Ketua KPU Sumbawa ini mempertanyakan keputusan Pemda Sumbawa yang menggelontorkan dana miliaran rupiah ke luar daerah, sementara kampus lokal bisa dikembangkan untuk membuka fakultas kedokteran sendiri.

Kalau memang kebutuhan dokter sangat mendesak, kenapa tidak buka saja Fakultas Kedokteran di Sumbawa? Kenapa uang miliaran harus dikirim ke Mataram?” tanyanya.

Kedua pimpinan UNSA ini secara tegas meminta pemerintah daerah untuk meninjau ulang Perbup Nomor 28 Tahun 2025 agar lebih berpihak kepada seluruh masyarakat Sumbawa tanpa pandang bulu. Mereka menilai bahwa keadilan sosial dan keberpihakan kepada masyarakat miskin harus menjadi landasan utama dalam kebijakan pendidikan.

“Jangan sampai hanya karena satu fakultas di satu universitas, hak ribuan anak Sumbawa lainnya dikorbankan. Ini bukan hanya soal beasiswa, tapi soal keadilan sosial dan pembangunan sumber daya manusia yang merata, pungkasnya. (SR)

nusantara pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *