SUMBAWA BESAR, samawarea.com (25 September 2025) – Kebijakan baru Pemerintah Kabupaten Sumbawa yang tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) No. 28 Tahun 2025 tentang Pemberian Beasiswa Pendidikan, telah makan korban. Pasalnya ada kampus harus kehilangan mahasiswanya yang mengundurkan diri karena Perbup tersebut.
Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Samawa (UNSA), Dr. Ieke Wulan Ayu,STP.,M.Si mengakuinya. Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sumbawa, Kamis (25/9), Doktor Ieke secara terbuka menyampaikan kekecewaannya atas dampak Perbup tersebut yang dinilai mempersulit mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS), khususnya di sektor pendidikan kesehatan.
Ia mengungkapkan fakta mencengangkan, dari 38 calon mahasiswa Program Profesi Ners di UNSA, sebanyak 10 orang terpaksa mengundurkan diri lantaran terkendala aturan baru tersebut. Penyebab utamanya adalah sistem token yang kini harus dilalui melalui regulasi Perbup, yang hanya bisa diakses oleh kampus tertentu.
“Mereka (calon mahasiswa) mundur karena ada token yang tidak bisa keluar. Dengan adanya Perbup ini, dari 38 yang sudah mendaftar Ners, 10 orang batal lanjut. Bayangkan, ini terjadi di tengah janji mencerdaskan SDM Sumbawa,” ujar Doktor Ieke dengan nada kecewa.
Ia menekankan, aturan ini seolah hanya memberi kemudahan bagi institusi tertentu yang disebut-sebut sebagai kampus negeri, seperti Universitas Mataram (Unram), sementara PTS seperti UNSA justru terdampak langsung.
“Kalau kekhususannya hanya berlaku di Unram, bagaimana dengan PTS? Apakah masyarakat tidak berhak sekolah kalau bukan di kampus negeri? Padahal kami juga menghasilkan SDM di bidang kesehatan yang sangat dibutuhkan daerah,” tambahnya.
Lebih lanjut, Doktor Ieke mengingatkan bahwa sebagian besar mahasiswa di UNSA berasal dari keluarga kurang mampu yang hanya bisa melanjutkan pendidikan tinggi berkat beasiswa seperti KIP Kuliah.
“Jangan salahkan kalau nanti perguruan tinggi turun ke jalan menyuarakan aspirasi masyarakat. Kami ini bagian dari masyarakat. Kami datang bukan untuk meminta-minta, tapi untuk mencari keadilan,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyentil adanya kesan keberpihakan pemerintah daerah terhadap satu lembaga pendidikan saja, yang menurutnya mencederai prinsip keadilan dalam dunia pendidikan.
UNSA, sebagai salah satu PTS terbesar di Sumbawa, berkontribusi besar dalam mencetak tenaga kesehatan lokal, mulai dari lulusan D3, S1 Keperawatan, hingga Ners. Jika akses pendidikan dipersulit melalui regulasi yang tidak inklusif, maka target peningkatan kualitas SDM daerah, khususnya di sektor kesehatan, berpotensi terganggu.
“Tolong dipahami, kami ini ikut membangun SDM Sumbawa di bidang kesehatan. Kalau mahasiswa tidak bisa lanjut karena aturan, siapa yang akan isi Puskesmas? Rumah sakit?,” tandasnya, seraya mendesak DPRD Sumbawa agar mengambil sikap tegas atas keluhan masyarakat akademik, agar regulasi seperti Perbup 28/2025 ditinjau ulang dan tidak bersifat diskriminatif terhadap kampus non-negeri. (SR)