Kajian Pengaruh Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Keadaan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

oleh -983 Dilihat

Oleh: Nurul Amri Komarudin, S.Si., M.Si. (Dosen Teknik Lingkungan, Universitas Teknologi Sumbawa)

Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari Afrika Barat, yang dapat tumbuh baik di daerah tropis lembab seperti Indonesia. Selain itu Kelapa Sawit juga mempunyai peran yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Ada tiga alasan pentingnya peranan tanaman kelapa sawit terhadap perekonomian indonesia.

Pertama, minyak kelapa sawit merupakan bahan baku utama untuk minyak goreng, dan minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat. Kedua, peranannya dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut Teguh (2019) penyerapan tenaga kerja di subsektor perkebunan kelapa sawit cukup besar, dengan kebutuhan tenaga kerja untuk pada tahun 2018 mencapai 4,5 juta orang. Ketiga, Kelapa Sawit sebagai salah satu komoditi andalan dalam pemasukan pajak dan devisa. Sehingga luas perkebunan kelapa sawit meningkat setiap tahunnya, perkebunan kelapa sawit juga mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia yaitu sebesar 45.02% dan berkontribusi terhadap perolehan devisa ekspor non migas, dengan persentase kontribusi sebesar 87.58% dari total ekspor non migas.

Menurut Dirjen Perkebunan (2020), Pada tahun 2018 sampai 2019 luas perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia khususnya Kalimantan dan Sumatera, mengalami peningkatan sebesar 25,42%. Perluasan perkebunan kelapa sawit menjadi suatu perhatian yang cukup serius karena berpengaruh langsung terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di sekitar perkebunan kelapa sawit tersebut. Beberapa masyarakat beranggapan bahwa perkebunan kelapa sawit dapat mengurangi kemampuan hutan mengkonversi CO2 sehingga mempercepat terjadinya global warming, kemudian pembukaan perkebunan kelapa sawit juga menimbulkan masalah sosial karena kelapa sawit memperkerjakan pekerja secara tidak layak dan hampir mirip dengan perbudakan sehingga menimbulkan konflik sosial.

Berdasarkan hal-hal tersebut, analisis dan kajian mengenai pengaruh perluasan perkebunan Kelapa Sawit terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan sekitar ataupun di dalam pertanamannya perlu dilakukan. Analisa yang dilakukan yaitu melalui studi literatur dengan menganalisis dari berbagai aspek atau sudut pandang yaitu dari aspek aspek sosial budaya, aspek ekonomi dan karakteristik lingkungan fisiknya. Melalui analisis ini, diharapkan dapat diperoleh hasil yang kongkrit dan menemukan solusi mengenai pengaruh perluasan perkebunan kelapa sawit terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan disekitarnya.

Hasil Kajian menunjukkan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat sangat pesat, pada tahun 1980 luasnya mencapai 295 ribu ha dan berubah menjadi 16.4 juta ha pada tahun 2019. Selain itu perkebunan kelapa sawit telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap GDP (Gross Domestic Product) dari sektor pertanian dan kehutanan di Indonesia (BPS 2019). Dari subsektor perkebunan 50 % adalah diperoleh dari 10 perkebuanan kelapa sawit. sehingga dengan adanya informasi tersebut, kelapa sawit mempunyai peran yang cukup penting dalam aspek sosial dan perekonomian Indonesia.

Karakteristik fisika lingkungan pada pertanaman kelapa sawit jika dibandingkan dengan ekosistem lahan lainnya menunujukkan bahwa suhu udara dan kelembaban udara harian perkebunan kelapa sawit dan ekosistem hutan besarnya tidak berbeda terlalu jauh, tetapi suhu udara dan kelembaban harian ekosistem ladang mengubah keadaan suhu udara dan kelembaban udara ekosistem awalnya, hal ini disebabkan oleh perubahan tingkat intensitas radiasi surya di bawah tajuk ekosistem kelapa sawit dan ladang. Kandungan CO2 di udara pada pertanaman kelapa sawit tidak jauh berbeda dengan kondisi di areal hutan, terutama pada siang hari, tetapi pada malam hari kandungan CO2 di udara pada areal hutan meningkat sangat tinggi, hal ini diakibatkan oleh aktivitas respirasi yang sangat intensif pada malam hari di areal hutan.

Dari beberapa pengukuran yang dilakukan oleh Henson et al. (2012), kelapa sawit mampu menyerap gas CO2 lebih tinggi daripada hutan. Penyerapan kelapa sawit sampai 74 ton/ha/tahun, sedangkan rata-rata penyerapan hutan hanya 32 ton/ha/tahun. Hasil study literatur juga menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit di Jambi, didapat  bahwa potensi penyerapan CO2 oleh tanaman kelapa sawit berkisar pada 20  ton/ha/hari pada umur 2 tahun dan 19 ton /ha/hari pada umur 19 tahun dengan ratarata 76 ton/ja/tahun. Sehingga anggapan perkebunan kelapa sawit tidak ramah lingkungan tidak seluruhnya benar, karena perkebunan ini mampu menyerap lebih banyak CO2, Sehingga mampu mengurangi gas rumah kaca atau berperan mereduksi pemanasan global, selain itu lebih banyak menghasilkan O2, dan lebih efisien dalam menggunakan energi matahari.

Untuk kajian lebih lanjut, perlunya dilakukan penelitian jangka panjang untuk melihat perubahan keadaan lingkungan yang sifatnya pengaturan lingkungan dan iklim (Regulating Service) pada pengubahan lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, serta kajian  menjadikan kelapa sawit sebagai peluang ekonomi bagi masyarakat Indonesia. (*) 

nusantara pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *