Usut Tanah Aset Desa Labuhan Jambu, Jaksa Periksa Ketua BPD, Pemeriksaan Kades Ditunda

oleh -1369 Dilihat
Ridwan SH, pengacara

SUMBAWA BESAR (14 Juni 2022)–Kejaksaan Negeri Sumbawa memanggil sejumlah pihak terkait kasus Pengadaan Tanah di Desa Labuan Jambu Kecamatan Tarano Kabupaten Sumbawa yang menggunakan dana APBDes Perubahan Tahun 2019 senilai Rp 168 juta.

Mereka adalah Kades Musykil Hartsah, S.Pd, Syahril (Sekdes), Muhaidin (Bendahara), Asyaga (Ketua BPD), Ulmi Safriana (Ketua TPK) dan Nurwahidah (pemilik tanah). Dari sejumlah pihak yang dipanggil ini, hanya Kades Labuan Jambu yang batal dimintai keterangan, Selasa (13/6). Rencananya Kades akan diperiksa, Rabu (14/6) hari ini.

Ditemui usai diperiksa, Ridwan SH selaku kuasa hukum Nurma dan Nurwahidah selaku pemilik lahan, menuturkan, lahan seluas 1 hektar lebih dari total 2,7 hektar yang diakui sebagai aset desa adalah milik kliennya. Kliennya menguasai lahan itu dengan mengantongi sertifikat hak milik No. 13 Tahun 1982 atas nama Pairai.

Kliennya mendapatkan tanah itu melalui proses hibah dari ahli waris Pairai. Klaim Kades Labuhan Jambu yang mengatakan lahan itu sudah menjadi aset desa setelah melalui proses jual beli dari Amrin—kakak kandung Nurma dan Nurwahidah, menurut Ridwan, adalah sebuah kekeliruan.

Lahan itu tegas pengacara kondang ini, bukan warisan dari H. Mahmud (orang tua dari Nurma, Nurwahidah dan Amrin). Berdasarkan dokumen yang ada, saat masih hidup, Pairai menjadikan sertifikat lahan tersebut jaminan di bank.

Kemudian Pairai memberikan surat kuasa kepada H. Mahmud untuk mengurus proses di bank sehingga sertifikat itu tidak lagi menjadi agunan. Hingga Pairai dan H. Mahmud meninggal dunia, sertifikat itu masih menjadi agunan di bank. Artinya H. Mahmud tidak bisa menyelesaikan apa yang menjadi permintaan Pairai sebagaimana surat kuasa tersebut.

Selanjutnya Nurma dan Nurwahidah berhasil mengambil sertifikat itu dengan menyelesaikan segala proses yang berkaitan dengan pihak perbankan. Entah sebagai bentuk terima kasih, ahli waris Pairai menghibahan lahan dimaksud kepada Nurma dan Nurwahidah.

“Jadi, lahan ini bukan milik H. Mahmud, tapi milik Pairai yang kemudian dihibahkan kepada Nurma dan Nurwahidah. Beda, kalau tanah itu milik H. Mahmud, maka selain Nurma dan Nurwahidah, ada juga jatah dari Amrin, kakak kandung keduanya,” jelas Ridwan.

Sampai ini saat ini, ungkap Ridwan, kliennya tidak pernah menjual atau memindahtangankan lahan yang terletak di Desa Labuan Jambu tersebut kepada pihak manapun termasuk pemerintah Desa Labuhan Jambu.

Di bagian lain, Ridwan mempertanyakan dasar proses jual beli lahan kliennya antara pihak desa dan Amrin yang transaksinya berlangsung di Palu. Sebab lahan itu bersertifikat dan dikuasai kliennya.

“Entah dengan cara bagaimana, prosesnya seperti apa, dan apa aturannya yang dipakai, tiba-tiba pihak desa mengatakan telah membeli tanah itu. Sebab sampai dengan saat ini klien saya belum pernah menandatangani surat dan belum pernah menerima uang ganti rugi atas tanah tersebut,” kata pengacara yang telah banyak memenangkan kasus-kasus di peradilan ini.

Demikian juga, ketika pengadaan tanah untuk kepentingan umum, harus mengikuti aturan, salah satunya melibatkan appraisal (lembaga independen). Justru proses ini tidak dilakukan. “Masih banyak proses yang dilanggar,” sesalnya, seraya meminta kejaksaan mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat.

Sebelumnya sebagaimana diberitakan samawarea.com 8 Maret 2022 lalu, Kades Labuan Jambu, Musykil Hartsah, S.Pd, menyatakan bahwa pengadaan tanah seluas 1 hektar lebih tersebut dilakukan menggunakan anggaran APBDes Perubahan Tahun 2019 sebesar Rp 168 juta. Tanah itu dibeli kepada Amrin—kakak kandung Nurmah dan Nurwahidah sebesar Rp 150 juta. Plus pajak, totalnya mencapai Rp 168 juta. Jika dibandingkan dengan tanah di dekatnya, harga Rp 150 juta itu sangat murah, karena lokasinya strategis dan berada di pinggir jalan. Untuk membeli tanah ini digelar rapat menghadirkan BPD sehingga disetujui untuk dilakukan pembayaran tanah itu.

Mengingat Amrin berada di Palu dan tidak bisa datang karena tugas, Kades mengaku mengutus Wakil Ketua BPD, Ir Suaide dan Lukman Hikmat ke Palu. Di sanalah dilakukan transaksi dibuktikan dengan berita acara, kwitansi jual beli dan SPPT.

Sebelum dibayar lanjut Kades, pihaknya memanggil para pihak yang berkaitan dengan tanah dimaksud. Yaitu Nurma dan Nurwahidah ke kantor desa. Sebab kedua wanita itu ada di Labuan Jambu, sementara Amrin bertugas di Palu sebagai pegawai Kementerian Perhubungan. Ini dilakukan desa karena tanah itu berawal dari milik Pairai yang kemudian diberikan kepada H. Mahmud yang merupakan orang tua dari Amrin, Nurmah dan Nurwahidah.

Dalam pertemuan tersebut dibahas mana yang menjadi bagian Amrin, Nurma dan Nurwahidah. Keduanya menyebutkan bagian-bagian mereka termasuk bagian hak dari Amrin. Hak dari Amrin inilah yang dibayar oleh desa. Artinya secara mekanisme pembelian tanah, menurut Kades Musykil, itu sudah sesuai.

Demikian dengan fisik tanah juga ada, meski dalam perjalanannya tanah yang telah dibeli dari Amrin ini dipersoalkan oleh Nurma, sehingga proyek besar dari Kementerian PUPR untuk pengembangan pariwisata Labuan Jambu senilai miliaran rupiah, gagal, dan dialihkan ke Desa Labuan Aji Kecamatan Badas. “Kita sudah ketinggalan satu momentum karena proyek ini batal akibat adanya persoalan tanah ini,” imbuhnya.

Mengenai pembelian tanah yang tidak melibatkan appraisal, diakui Kades Musykil. Untuk membayar appraisal harus menggunakan dana APBDes dan besarnya mencapai Rp 50 juta. Atas pertimbangan inilah, pihaknya tidak menggunakan appraisal, untuk berhemat.

“Intinya kami melakukan pembayaran tanah atas dasar musyarawah di tingkat desa. APBDes juga sudah dievaluasi di tingkat kecamatan maupun kabupaten, dan tidak ada persoalan. Kalaupun nanti secara hukum yang dilakukannya salah, kami siap melaksanakan keputusan hukum termasuk mengembalikan uang pengadaan tanah itu,” tandasnya.

Tentunya sambung Musykil, pihaknya juga akan menuntut Amrin bertanggung jawab karena yang tanah dijual tersebut ternyata fiktif. “Kita tunggu bagaimana nanti hasil putusan hukum. Intinya kita taat asas dan taat hukum. apapun putusan hukum kita ikuti dan laksanakan,” pungkasnya. (SR)

nusantara pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *