Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Sumbawa Sedikit Meningkat

oleh -490 Dilihat

SUMBAWA BESAR, samawarea.com (15 November 2021)

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) di Kabupaten Sumbawa pada Tahun 2021 mengalami sedikit kenaikan. Berdasarkan data di Dinas P2KB3A Kabupaten Sumbawa, kasus kekerasan perempuan dan anak yang ditangani pada tahun ini mencapai 64 kasus, terdiri dari 37 kasus anak dan 22 kasus perempuan serta 5 tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Sementara tahun 2020 lalu, tercatat 63 kasus terdiri dari 43 kasus anak dan 20 kasus perempuan. Demikian diungkapkan Kepala P2KBP3A Sumbawa melalui Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak, Laeli Febrianti S.STP., M.Si kepada samawarea.com di ruang kerjanya, Senin (15/11).

Khusus kasus kekerasan terhadap anak pada Tahun 2021, lanjut Febri—sapaan mantan Lurah Pekat ini, terbilang cukup signifikan. Namun didominasi kasus persetubuhan terhadap anak. Data Januari—Oktober, ada 17 kasus persetubuhan anak dan 7 kasus pencabulan. Dan di masa pandemi, ada 13 kasus penganiayaan terhadap anak baik dilakukan oleh teman sebaya maupun orang dewasa.

Sementara untuk kasus kekerasan terhadap perempuan, tambah Febri, sebanyak 13 kasus dan paling banyak KDRT. Sisanya kasus pencabulan, pemerkosaan dan perzinahan.

Untuk meminimalisir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pihaknya melakukan berbagai upaya. Hal ini mendapat dukungan dari pemerintah pusat melalui alokasi dana DAK BOPA 2021 sebesar Rp 519 juta. Dana ini sebagian besar digunakan untuk penanganan kasus, sisanya untuk pencegahan dan operasional.

Kegiatan yang sudah dilaksanakan di antaranya, pelatihan manajemen penanganan kasus terhadap perempuan dan anak. Kemudian Rapat Koordinasi (Rakor) Pencegahan TPPO. Selain itu melakukan pendampingan dan advokasi kepada para korban kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Semua laporan yang masuk, ungkap Febri, terlayani 100 persen. Ada yang diselesaikan secara litigasi hingga memiliki putusan hukum yang tetap melalui proses peradilan, juga diselesaikan secara non litigasi (di luar peradilan). Paling banyak yang diselesaikan secara non litigasi adalah KDRT.

Namun terkadang cara damai ini kurang tepat dan tidak ada efek jera. Sebab pasca damai dan dimediasi, sering terjadi pengulangan kasus, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Sedangkan untuk kasus anak, semuanya diproses melalui persidangan. Meski diakui putusannya ada yang merasa puas dan tidak puas.

Ia mengakui masih banyak kasus-kasus serupa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hanya Ada yang dilaporkan dan ada yang tidak. Bisa jadi yang tidak melapor karena tidak memiliki akses yang cukup, maupun adanya ancaman dari pelaku.

Karenanya ia berharap dukungan masyarakat, ketika ada kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di lingkungannya, segera lapor polisi agar dapat ditangani secara professional. Di samping itu, pihaknya juga turun tangan untuk melakukan advokasi baik pendampingan hukum maupun pemulihan psikis dan lainnya. (SR/**)

nusantara pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *