SUMBAWA BESAR, SR (29/11/2017)
Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi diduga marak terjadi di wilayah hukum Polres Sumbawa. Hal ini disinyalir banyak perusahaan yang melaksanakan aktivitas industry menggunakan BBM bersubsidi. Salah satu modusnya menggunakan rekomendasi yang diterbitkan pihak kecamatan. Ada juga yang menggunakan rekomendasi palsu. Ini terlihat dari aktivitas pengisian BBM di SPBU secara rutin menggunakan drum dalam jumlah yang cukup banyak. Dan pendistribusian BBM itu cenderung ke wilayah selatan, mengingat di sana ada aktivitas pembangunan jalan dan kegiatan pertambangan. Sebagiannya lagi diamnfaatkan untuk usaha pertambakan. Asosiasi Pengusaha Lingkar Selatan (APLS) yang intens melakukan pengawasan terhadap praktek itu memiliki bukti yang cukup terhadap sinyalemen tersebut. Bahkan masalah itu sudah dilaporkan ke pihak kepolisian namun belum ada tindakan nyata. APLS pun akhirnya melaporkan masalah itu kepada pihak kejaksaan yang langsung turun ke lapangan menemukan kenyataan dimaksud. Untuk menyamakan persepsi dan komitmen bersama dalam memberantas praktek ilegal tersebut, APLS mengadukan persoalan itu ke DPRD Sumbawa. Aduan ini ditindaklanjuti Komisi II DPRD setempat dengan menggelar Hearing, Selasa (28/11) kemarin. Hearing yang dipimpin Ketua Komisi II Abdul Rafiq ini selain menghadirkan jajaran APLS, juga Kepala Pertamina Depot Badas, pengusaha SPBU, kejaksaan, kepolisian, camat di wilayah selatan Sumbawa, Bagian Pemerintahan Setda Sumbawa, sejumlah LSM dan PT SJR/PAMA.
Dalam paparannya, Sekretaris APLS, Ahmad Yani SCH S.Pd mengakui kebenaran sinyalemen adanya praktek penyalahgunaan BBM bersubsidi untuk kegiatan industry. Dalam menyelidiki masalah ini, Yani mengaku kerap diteror bahkan diancam secara langsung oleh kaki tangan oknum pemilik BBM tersebut. Meski demikian pihaknya konsisten sehingga banyak bukti yang dikantonginya. Bahkan APLS mengetahui siapa oknum-oknum aparat yang membekingi praktek ilegal itu. Ia mengaku bangga dengan jajaran Kejaksaan Negeri Sumbawa yang langsung merespon informasi yang disampaikannya dengan cara sidak di lapangan. Kendati diketahui Yani bahwa kejaksaan tidak memiliki kewenangan dalam melakukan penangkapan dan penyitaan barang bukti terkait dugaan tindak pidana penyalahgunaan penyaluran BBM bersubsidi. Intinya kejaksaan bisa mengetahui jika praktek tersebut benar-benar terjadi.
Ia melihat beberapa SPBU masih melayani pengisian BBM dari nosel ke drum. Dalam pengisian itu, oknum pengusaha mengantongi rekomendasi. Padahal sejak Tahun 2015 menyusul ditariknya kewenangan persoalan pertambangan dan ESDM ke pusat, Bupati maupun camat tidak dibenarkan lagi menerbitkan atau menandatangani rekomendasi terkait BBM bersubsidi. “Kami heran mengapa rekomendasi itu tetap terbit dan ditandatangani pihak kecamatan,” kata Yani dalam nada tanya.
Ia mengaku menemukan salah satu bukti Rekomendasi BBM diterbitkan pihak Kecamatan Lunyuk. Rekomendasi itu tidak ditandatangani camat melainkan Kasi Trantib setempat, Syafruddin. Surat rekomendasi itu ditembuskan kepada Bupati, Kapolsek Lunyuk, Kepala Pertamina Badas, Kadis Pertambangan dan Energi Sumbawa, dan SPBU Karang Dima. Namun setelah ditelusuri ternyata pejabat yang tertera tembusan surat, tidak mengetahui adanya rekomendasi itu. Sebab tembusannya tidak pernah diterima.
Yani mengaku sudah bosan melihat hilir mudik truk pengangkut BBM yang berlindung di balik surat rekomendasi yang lebih cenderung dimanfaatkan untuk kepentingan industry, padahal sesuai peruntukkan, BBM tersebut seharusnya untuk masyarakat petani dan nelayan. Ia berharap institusi terkait dapat mengecek semua investor yang masuk ke Sumbawa terutama faktur pembelian BBM nya. Yani meyakini, mereka tidak memiliki faktur dimaksud.
Ditambahkan Koordinator APLS Muhammad Yusuf, bahwa dia kerap melihat konvoi truk menuju wilayah selatan membawa BBM jenis solar. Dia sempat mencegat dan memeriksanya, ternyata mereka tidak mengantongi dokumen apapun. Atas dasar itu dia sempat melaporkannya ke Polsek Lunyuk sehingga truk dan BBM itu sempat diamankan. Namun setelah beberapa hari kemudian dilepas. Merasa tidak puas dan kecewa, Yusuf bersama temannya berangkat ke Polda NTB dan langsung melaporkannya ke Dir Intel setempat. Polda langsung menurunkan empat anggotanya mengecek kebenaran informasi tersebut. Tapi sampai saat ini tidak diketahui tindaklanjutnya. “Yang kami bertanya-tanya mengapa bawa BBM pakai jirigen langsung ditangkap dan diproses polisi, tapi yang mengangkut berdrum-drum menggunakan rekom palsu dan ada yang tidak memiliki dokumen bisa melenggang bebas,” tukasnya.
Karenanya harapan satu-satunya untuk mengungkap mafia BBM ini adalah DPRD Sumbawa. Tentu harapannya DPRD dapat mendesak aparat kepolisian untuk bertindak tegas, pasalnya praktek ilegal itu sangat merugikan masyarakat.
Sementara Kepala Pertamina Depot Badas, Budi menjelaskan, penyaluran BBM bersubsidi sudah diatur oleh pemerintah. Pertamina sebagai badan usaha yang mendapat penugasan untuk menyalurkan BBM bersubsidi dalam pelaksanaannya senantiasa mengacu pada aturan yang ditetapkan pemerintah maupun BPH Migas. Jika terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi di luar lingkup lembaga penyalur Pertamina, pihaknya tidak bertanggungjawab. Menurut Budi, penyalahgunaan ini dapat diproses secara pidana oleh kepolisian dengan mengacu UU Migas No. 22 Tahun 2001. Jika terbukti dalam penyalahgunaan oleh lembaga penyalur Pertamina, pihak akan memberikan sanksi administratif mulai dari surat peringatan sampai pada pemutusan hubungan usaha. Sanksi ini mengacu pada perjanjian kerjasama yang ditandatangani oleh sejumlah pihak. “Pemberian sanksi ini terpisah dari penindakan pidana yang dilakukan pihak kepolisian maupun kejaksaan. Artinya pada prinsipnya Pertamina menukung penegakan hukum terhadap tindakan penyalahgunaan BBM bersubsidi,” tandasnya.
Di tempat yang sama Perwakilan SPBU Alas Barat mendukung tindakan Pertamina maupun kepolisian terhadap lembaga penyalur BBM jika melakukan tindakan penyalahgunaan penyaluran BBM bersubsidi. SPBU dalam hal ini hanya menerima dan menjual BBM bersubsidi. Ia mengakui jika dua tahun terakhir ini tidak ada terbit surat rekomendasi pengambilan BBM ke SPBU nya. Hal ini terjadi setelah kewenangan masalah itu ditarik ke pusat. Untuk itu Ia mendukung langkah tegas aparat penegak hukum ketika menemukan adanya indikasi penyalahgunaan penyaluran BBM subsidi.
Sementara Haris Munandar selaku Perwakilan pengusaha sejumlah SPBU di Kota Sumbawa sepakat dengan langkah APLS dan sikap tegas aparat dalam menyikapi penyaluran BBM bersubsidi ini. Namun demikian, pihaknya tidak bisa menolak pengisian BBM menggunakan drum sepanjang ada surat rekomendasi yang menyertai. Sebab sampai sekarang belum ada perubahan UU terkait rekomendasi ini meski saat ini berbeda lembaga yang menanganinya. “Jadi kami tidak tahu aturan mana yang mendasari sehingga rekom dihentikan. Padahal tidak ada perubahan aturannya,” ungkap Haris.
Dalam Perpres No 191 Tahun 2014 telah diatur transportasi yang dapat digunakan untuk pengangkutan BBM selain tangki, ternyata dibenarkan juga mobil ambulance, mobil jenazah dan lainnya termasuk truk. Ketika menggunakan angkutan truk pasti pengisian BBM nya memakai drum. “Kami hanya ingin kejelasan. Sepanjang aturan yang membolehkan menggunakan rekomendasi itu diubah, kami di SPBU tetap memberikan pelayanan,” imbuhnya.
Ketua Komisi II A. Rafiq didampingi Sekretaris Muhammad Yamin SE M.Si bersama anggota Salamuddin Maula dan Nyoman Wisma, merekomendasikan aparat kepolisian dan kejaksaan untuk mengusut dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi baik secara pidana umum maupun tindak pidana korupsi. “Segala bentuk yang merugikan masyarakat dan melanggar hukum harus dilibas. Kami di DPRD ini siap mendukung polisi dan jaksa dalam mengambil tindakan tegas,” pungkasnya. (JEN/SR)






