SUMBAWA BARAT—Imran Halilintar sepertinya masih tetap mengklaim bahwa lahan 1,9 hektar yang berlokasi di depan SDN 3 Mantun, Desa Mantun, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), adalah miliknya.
Padahal dalam pertemuan yang difasilitasi Kepala Desa Mantun beberapa waktu yang lalu, Imran Halilintar menyatakan, lahan 1,9 hektar bukan miliknya dan telah dikembalikan kepada penggarap. Imran Halilintar hanya mengakui lahannya seluas 14 are, itupun berada di luar lahan 1,9 hektar.
Kepada samawarea.com, Jumat (1/4) malam, Imran Halilintar menyatakan lahan 1,9 hektar itu adalah miliknya. Diceritakannya, dia datang ke Maluk mengikuti program transmigrasi pada Tahun 1984 dan diberikan jatah tanah. Selanjutnya 1985 lahan itu digarap dan tahun berikutnya (1986) diukur pihak Agraria (BPN) sehingga sertifikat terbit pada Tahun 1987. Namun sertifikat itu tidak pernah sampai ke tangannya.
Terhadap hal itu dia pernah melaporkan Kades Imran Zain ke Polres Sumbawa karena penyalahgunaan kewenangan. Ketika rumahnya sudah berdiri dan lokasi itu telah berubah menjadi perkampungan, muncul ahli waris Toe yang mengaku membeli lahan tersebut yang dibeli dari Imran Zain.
Ketika ditanya hasil pertemuan di Kantor Desa Mantun yang dihadiri Nyonya Lusi dan Imran Zain ? Imran Halilintar mengakui jika saat itu dia hanya mengakui lahan miliknya seluas 14 are yang berada di luar 1,9 hektar. Mengenai lahan 1,9 hektar itu telah dikembalikan kepada para penggarap yang kini mendiami lahan tersebut.
Kepala Desa Mantun, Sahril S.Sos yang ditemui terpisah di Maluk mengatakan, persoalan lahan 1,9 hektar ini sempat dimediasinya setelah menerima pengaduan dari Nyonya Lusi selaku ahli waris Slamet Riyadi Kuantanaya alias Toe.
Dalam pengaduannya, Nyonya Lusi mengatakan, lahan miliknya seluas 1,9 hektar yang itu diklaim oleh Imran Halilintar, dan telah ditempati lebih dari 100 kepala keluarga. Pihaknya pun menindaklanjuti pengaduan ini dengan menggelar pertemuan di kantor desa sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda.
Pertemuan pertama menghadirkan ahli waris Toe dan warga yang menempati lahan tersebut. Pertemuan ini untuk mendengar kesanggupan dan kesiapan warga terhadap tawaran Nyonya Lusy untuk memilih apakah meninggalkan lahan atau membayar. Warga yang hadir bersedia untuk membayar kecuali satu orang yang menolak. Kemudian digelar pertemuan kedua. Pertemuan kali ini menghadirkan ahli waris Toe, Imran Zain (penjual) dan Imran Halilintar.
Dalam pertemuan ini, Imran Halilintar mengaku ada 14 are lahan miliknya yang berada di luar 1,9 hektar. Lahan 14 are ini telah dijual kepada Nur Saleh dan Nengah. Untuk lahan 1,9 hektar, Imran Halilintar menyatakan telah mengembalikan kepada penggarap.
Hal ini ditanggapi oleh Imran Zain sekaligus membantah lahan seluas 1,9 hektar milik Imran Halilintar. Menurut Imran Zain, lahan seluas 1,9 hektar itu adalah miliknya sejak Tahun 1980-an.
Selanjutnya lahan itu dibuat sertifikat bersama ratusan obyek lainnya melalui program pemerintah. Sertifikat itupun terbit Tahun 1987 atas namanya. Pada Tahun 1991, Imran Zain menjual lahan tersebut kepada almarhum Toe.
“Dalam pertemuan itu Imran Zain menegaskan lahan 1,9 hektar itu adalah miliknya bukan milik Imran Halilintar. Dibuktikan dengan sertifikat 507 yang kemudian dijual kepada almarhum Toe,” jelas Kades Sahril.
Hal senada dikatakan Nyonya Lusy–Ahli Waris Toe. Sebenarnya dalam pertemuan yang difasilitasi Kades Mantun, siapa pemilik tanah 1,9 hektar itu sudah sangat terang benderang. Sebab Imran Halilintar sudah menyadari jika tanah 1,9 hektar itu bukan miliknya. Ini juga diperkuat dengan pernyataan Imran Zain yang juga hadir dalam pertemuan itu yang mengatakan, lahan seluas 1,9 hektar awalnya miliknya dibuktikan sertifikat hak milik (SHM) yang kemudian dijual kepada almarhum Toe pada Tahun 1991.
“Sekarang dia (Imran Halilintar) ngeles lagi, dan tetap mengklaim lahan itu,” tukas Nyonya Lusi.
Dituturkan Nyonya Lusi, saat transaksi jual beli dengan almarhum Toe, Imran Zain masih menjabat sebagai Kepala Desa setempat (Dulu, Desa Goa, Kecamatan Jereweh). Dan transaksi itu disertai dengan sertifikat hak milik atas lahan tersebut.
“Klaim Imran Halilintar tanpa dasar, tidak ada sepotong surat pun yang bisa ditunjukkan kalau dia sebagai pemiliknya. Dan secara sadar saat pertemuan dia mengakui kalau lahan 1,9 hektar itu bukan miliknya,” tambah Nyonya Lusi.
Mengenai 100 lebih kepala keluarga yang mendiami lahan miliknya, Nyonya Lusi mengaku sudah dimediasi Kades Mantun. Semua warga sudah bersedia untuk membayar.
Sebagai bentuk perhatiannya Nyonya Lusi selaku pemilik tanah tidak memberatkan warga. Meski harga pasaran tanah di lokasi itu berkisar Rp 20—25 juta per are, namun Nyonya Lusi hanya memberikan harga Rp 7,5 juta per are. Harga paling murah ini diberikan Nyonya Lusi agar tidak memberatan dan bisa dijangkau warga.
Yang menjadi kendala saat ini, ungkap Nyonya Lusi adalah proses pemecahan sertifikat. Pihak BPN Sumbawa Barat belum bersedia memprosesnya sampai ada kesepakatan antara Nyonya Lusi dengan Imran Halilintar. Padahal Imran Halilintar tidak ada kaitannya dengan lahan itu. Yang memiliki kaitan langsung adalah Imran Zain selaku pemilik asal dibuktikan dengan SHM No. 507. (SR)