Gubernur Ungkap Kisah Sang Raja Menghukum Mati Adik Kandungnya

oleh -106 Dilihat

Acara Tahlilan dan Doa Bersama Wafatnya Hj Siti Fatimah Ungang Dea Mas

SUMBAWA BESAR, samawarea.com (14/6/2021)

Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah M.Sc menyampaikan terima kasih kepada banyak pihak yang telah terlibat dan berkonstribusi membantu keluarganya selama ibundanya, Hj. Siti Fatimah Ungang Dea Mas, dirawat dan meninggal dunia. Gubernur juga menyampaikan permohonan maaf jika almahumah selama hidup dan berinteraksi terdapat hal yang kurang berkenan.

“Kami berharap masyarakat dapat mendoakan agar almarhumah berada di tempat yang mulia di sisi Allah Subhanahuwata’ala,” kata Gubernur yang akrab disapa Bang Zul saat menyampaikan kata hati atas nama keluarga pada Acara Tahlilan dan Doa Bersama atas meninggalnya Ibunda Gubernur NTB dan Wakil Bupati Sumbawa di Pendopo Wakil Bupati Sumbawa, Senin (14/6) malam.

Hadir dalam kesempatan itu, Kapolda NTB beserta pejabat utama Polda, Kabinda NTB, Bupati Sumbawa, Sekda, Pimpinan dan Anggota DPRD Sumbawa serta anggota Forkopimda Sumbawa.

Bang Zul mengaku, ibunya sakit sudah cukup lama dan keluarga sudah berikhtiar. Namun Allah lebih menyayangi ibunya dan keluarga dengan penuh keikhlasan melepas kepergiannya.

Sebelum mengakhiri kata hatinya, Bang Zul menukil kisah seorang raja yang terpaksa menghukum mati adik kandungnya sendiri. Saat itu seorang raja dengan mahkota kebesaran dan jubahnya yang mahal tampak duduk di singgasana. Melihat kegagahan dan kekuasaan sang raja, orang-orang punya mimpi untuk merasakan bagaimana menjadi raja dan mengenakan mahkota kebesarannya.

Baca Juga  Bupati Sumbawa Minta Usut Tuntas Insiden Panah

Tapi ada aturan kerajaan, jika ada yang berani mengenakan mahkota dan pakaian kebesaran sang raja, siapapun itu maka akan dihukum mati. Ternyata mimpi itu bukan hanya datang dari rakyat biasa, namun adik sang raja pun memiliki keinginan yang sama, yaitu ingin merasakan mengenakan mahkota dan jubah kebesaran raja.

Kesempatan itupun datang, ketika raja sedang mandi di kolam istana. Mahkota dan jubah kebesaran dilepas, dan raja asyik berenang. Adiknya melintas dan secara tak sengaja melihat mahkota dan jubah raja tergeletak di salah satu tempat. Kesempatan itupun tak disia-siakan adiknya, yang kemudian memakai mahkota dan jubah raja.

Ternyata ulah adiknya ini diketahui raja yang baru saja selesai mandi. Karena aturan sudah berlaku, adiknya harus dihukum mati. Namun sebelum dihukum, raja memberikan kesempatan hidup selama seminggu kepada adiknya.

Selama itu juga, raja memberikan kesempatan adiknya untuk memakai mahkota dan jubah kebesaran sepuas-puasnya. Ternyata, tidak seperti yang dibayangkan. Harusnya adiknya bahagia mengenakan mahkota yang diinginkan. Justru sebaliknya, tidak ada senyuman terlihat dari wajahnya, bahkan nampak kurus dan matanya cekung akibat kurang tidur.

Baca Juga  BPK Akui Efektivitas Penanganan Pandemi Covid-19 di NTB

“Kata Raja, wahai adikku, engkau sudah mengenakan mahkota dan jubahku, kenapa wajahmu sedih dan terlihat takut.” Adiknya pun menjawab, bahwa mahkota dan jubah ini ternyata tidak membuat hati senang dan bahagia ketika kesempatan hidup itu hanya seminggu.

“Cerita ini memberikan gambaran, bahwa apapun mahkota yang kita kenakan, berapapun mahalnya jubah yang kita pakai, tidak akan terasa maknanya dibandingkan kematian yang pasti menghampiri, bisa besok, lusa, seminggu, sebulan atau mungkin tahun depan,” ungkap Bang Zul.

Karena itu persiapkan diri untuk kematian, agar ketika menghadap Ilahi pencipta bumi dan seluruh kehidupan, membuat hati begitu membuncah dan bahagia.

Sebelumnya, Kapolda NTB, Irjen Pol. H. Mohammad Iqbal, S.IK., MH., turut mengungkapkan bela sungkawa. Ia berharap seluruh keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan keikhlasan, karena kematian adalah sebuah keniscayaan. (SR)

pilkada mahkota rokok NU
Azzam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *