SUMBAWA BESAR, SR (7/9/2019)
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Investasi Kawasan Strategis SAMOTA Provinsi NTB, Ir. H. Badrul Munir, MM mengusulkan agar pemerintah pusat dapat membentuk Badan Otorita sebagai strategi percepatan pengembangan investasi kawasan strategis SAMOTA (Teluk Saleh, Pulau Moyo dan Gunung Tambora), sebagaimana yang dilakukan terhadap Danau Toba dan Labuan Bajo NTT. Usulan ini disampaikan mantan Wagub NTB ini dalam Seminar Bisnis rangkaian pertemuan investor lokal dengan pelaku usaha di kawasan SAMOTA yang dikemas dalam Forum Investor Lokal (FILo), Sabtu (7/9/2019).
Menurut Haji Bam—akrab inisiator Samota ini disapa, pembentukan Badan Otorita ini sangat perlu dilakukan, karena dari sisi regulasi kawasan itu sudah sangat siap daripada kawasan lain. Sebab Badan Otorita itu langsung berada di bawah Presiden, sehingga pengembangan Kawasan SAMOTA cepat terwujud. Apalagi SAMOTA ini telah ditetapkan sebagai Cagar Biosfer dunia di forum internasional, The 31st session of the Man and the Biosphere (MAB) Programme International Coordinating Council di Perancis, 19 Juni 2019 lalu. Selain itu kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Samota tercatat di urutan 17 dari 35 wilayah strategis pengembangan infrastruktur nasional. Artinya, Samota sudah sangat layak memiliki Badan Otorita. “Sektor unggulan sudah ada, juga sudah ada keterpaduan infrastruktur. Tinggal bagaimana pembangunan berbasis masyarakat misalnya ikan mentah jadi kerupuk ikan dan lainnya. Ini akan bernilai ekonomis tinggi dan membuka lapangan kerja. Paling penting mengembangkan kemitraan strategis, untuk siapapun yang mau berinvestasi di sini. Dia dapat apa, kita dapat apa. Cara anda bagaimana cara kami seperti ini, mari kita buat cara bersama dan kita kerjakan bersama tapi manfaatnya untuk kita semua. Ini filosofinya,” beber Haji Bam.
Untuk diketahui, ungkap Haji Bam, kawasan Samota memiliki potensi unik yang tidak dimiliki kawasan lain di dunia. Samota merupakan penggabungan potensi daratan, lautan dan pegunungan (geologi). Yaitu keindahan Pulau Moyo di daratan, keunikan gunung api di Tambora dan takjubnya taman wisata alam lautnya di Teluk Saleh. Wilayah Samota juga lebih luas dari Pulau Lombok. Dalam Kawasan Samota terdapat tiga kabupaten terdiri dari 15 kecamatan dan 83 desa. 10 Kecamatan di Kabupaten Sumbawa, 3 di Kabupaten Dompu dan 2 di Kabupaten Bima. “Semua ini potensi yang harus digarap mengingat nilai produksi kawasan ini di tahun 2015 sebesar Rp 4,55 Triliun. Itu baru sekitar 40 persen dari potensi lestari yang bisa dikelola. Untuk itu kita harus menghadirkan semua camat dan kades di wilayah Samota ini untuk bergerak bersama bagi pengembangan investasi SAMOTA sehingga sebagian besar potensi lestari dapat tergarap maksimal,” tandasnya.
Sementara Dr. Firmansyah—anggota Tim Percepatan Pengembangan Investasi Kawasan Strategis SAMOTA Provinsi NTB menambahkan bahwa pengusaha lokal perlu membentuk konsorsium. Namun sebelumnya harus melakukan beberapa hal yaitu identifikasi, komersialisasi dan distribusi. Pertama, mengidentifikasi jenis usaha pengusaha lokal dan seperti apa skala bisnisnya. Ketika pengusaha lokal ini memiliki kemampuan, maka akan ditawarkan untuk mengisi spot-spot bisnis yang ada. Jika belum mampu secara financial dan pengalaman, Pemda dan Tim Percepatan Pengembangan Investasi Samota menfasilitasi pengusaha lokal untuk menggandeng pengusaha luar. Kemudian mengidentifikasi kawasan-kawasan yang clear and clean dan siap dimasuki oleh investasinya. “Jadi kita tidak sekedar mengundang orang tapi sudah jelas semua apa investasinya. Lalu kita bantu mereka (pengusaha lokal) untuk mengisi ruang-ruang, kalau tidak mampu diisi pengusaha lokal baru kita mendatangkan dari luar, itupun polanya P3 (Public, Privat, Partnership). Jadi ada kerjasama antara investasi luar dengan pengusaha lokal dan masyarakat,” imbuhnya.
Kedua, berusaha mencari pasar untuk komersialisasi dalam bentuk Platform (pasar online). Tentunya daerah blank spot harus diatasi sehingga akses internet berjalan lancar. Dan ketiga, distribusi. Pastinya harus diketahui bagaimana cara pendistribusiannya, dan apa saja produksinya. Sebab tanpa produksi, tidak akan ada distribusi.
Fitrarino—anggota tim lainnya, menyatakan apapun kegiatan pembangunan dan pariwisata di kawasan Samota, harus berbasis masyarakat. Masyarakat dan pengusaha lokal harus dilibatkan. Konsennya saat ini bagaimana meningkatkan nilai produksi potensi lestari kawasan Samota yang baru tergarap hanya 40 persen atau senilai Rp 4.55 triliun. Artinya ada 60 persen lagi yang perlu digali oleh masyarakat dan pengusaha lokal agar yang menikmatinya bukan orang lain. Karena itu SDM pengusaha dan masyarakat lokal harus ditingkatkan. Sebab potensi ini dapat ditingkatkan dengan SDM yang memadai. “Kenyataan sekarang kita minta masyarakat meningkatkan produksi dengan kemampuan ala kadarnya. Kita cenderung memberikan bantuan kepada masyarakat yang bersifat pragmatis. Seperti memberi jaring dan pancing untuk menangkap ikan, hasilnya hanya 5000—6000. Ketika diberikan sentuhan teknologi tangkapan atau teknologi budidaya maka yang dihasilkan jutaan. Laut adalah sumber pangan dengan potensinya melimpah. Tapi kita tidak pernah melirik laut ini sebagai sumber pangan,” tandasnya.
Seminar bisnis ini juga menghadirkan Neni Triyana dari Tim Prajak Danatama Manajemen, yang membeberkan portofolio investasi bagi investor lokal di kawasan Dusun Prajak dan sekitarnya. Disebutkannya, banyak potensi usaha di kawasan Samota yang cukup menjanjikan. Di antaranya membangun cottage dengan standar pariwisata yang ditentukan. Budidaya rumput laut yang dikembangkan bekerjasama dengan Science Techno Park (STP) dan SIKIM. Kemudian Keramba Jaring Apung (KJA) dengan komoditas ikan kerapu ekspor luar negeri, serta budiaya mutiara. “Kegiatan usaha ini menjadi potensi yang bisa digarap dan hasilnya cukup menjanjikan,” ujarnya.
Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi Bappeda Kab Sumbawa, Dr. Dedy Heriwibowo, S.Si., M.Si, mengatakan tujuan digelarnya pertemuan investor lokal dan diskusi bisnis ini bertujuan untuk terbentuknya suatu model investasi berbasis investor lokal dalam pengembangan ekonomi di kawasan SAMOTA. Selain itu mempertemukan potensi sumber daya ekonomi dengan sumber daya finansial sehingga model investasi dapat berjalan. Diungkapkan Doktor Dedi yang memandu seminar tersebut bahwa konsep investasi di kawasan Samota ini berbeda dengan konsep pada umumnya. Selama ini investor datang membawa modal hingga tenaga kerja, namun di Kawasan Samota memiliki konsep pemberdayaan. Masyarakat sebagai pelaku usaha yang didampingi tim manajemen dalam mengawas proses investasi, baik teknis, modal hingga pemasaran. “Ini menjadi peluang bagi teman-teman lulusan penguruan tinggi atau sarjana di Kabupaten Sumbawa. Kawasan Samota ini menjadi tempat baginya untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasinya,” pungkasnya. (JEN/SR/Adv)