JEPRED Bersih NTB Usul 4 Putra NTB Ikut Seleksi Capim KPK

oleh -75 Dilihat

MATARAM, SR (1/7/2019)

Jaringan Peradilan (JEPRED) Bersih Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong empat putra NTB untuk mengikuti seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab keempat nama yang diusulkan ini dinilai memenuhi kriteria yang ditetapkan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK.

Koordinator JEPRED Bersih NTB, Amri Nuryadin SH dalam press releasenya, Senin (1/7), menyebutkan ada beberapa criteria Pansel melakukan seleksi calon pimpinan KPK. Yaitu, tidak memiliki rekam jejak buruk baik langsung-maupun tidak langsung terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Tidak pernah tersangkut kasus pelanggaran etika profesi dalam lembaga tempat bekerja. Memiliki konsep baru dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Memiliki pengalaman dalam bekerjasama dengan lembaga Negara dan lembaga sosial. Tidak berafiliasi dengan partai politik dan lembaga swasta. Serta, tidak terlibat dalam gerakan radikalisme.

Berdasarkan kriteria tersebut, JEPRED Bersih NTB mengusulkan figure-figur yang kompeten dan layak untuk memimpin lembaga KPK baik dari sisi keilmuan dan pengalaman memimpin serta jauh dari praktik-praktik korupsi. Pertama, Adhar Hakim, SH., MH. Orang yang sudah sangat berpengalaman bekerja di bawah tekanan karena pernah cukup lama mengemban tugas sebagai seorang jurnalis. Selain itu, dikenal sebagai aktivisi anti korupsi yang mendirikan lembaga sosial yang bergerak di bidang anti korupsi di Nusa Tenggara Barat. Saat ini, jabatan terakhir yang diemban berada pada posisi Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Nusa Tenggara Barat selama dua periode berjalan. Dengan pengalaman memimpinnnya tersebut baik di lembaga sosial maupun di lembaga perwakilan Ombudsman, banyak kasus korupsi, pungutan liar yang diungkap di banyak instansi. Begitu juga dengan tindakan-tindakan pencegahan, sehingga kepercayaan publik dan intansi pemerintahan cukup tinggi kepada Ombudsman RI Provinsi NTB di bawah kepemimpinannya.

Kedua, Dr. Widodo Dwi Putro, SH., M.Hum. Tidak hanya di NTB, namanya hingga saat ini tercatat sebagai peneliti/pengajar di Leiden (Van Vollenhoven Institute) Belanda, Dosen Filsafat di Universitas Mataram ini juga merupakan figur aktivis di era 90’. Beberapa advokasi rakyat/petani di NTB pernah dilakukannya, di antaranya Kasus Masyarakat Gili Trawangan, Kasus Petani Plampang, Kasus Petani Rowok, Kasus Petani Grupuk, dan Kasus Lahan Bandara Internasional Lombok di Tanak Awu. Ia juga  pernah mengenyam profesi sebagai wartawan Suara Nusa. Selain itu, ia juga merupakan mitra bestari Komisi Yudisial RI, berbagai penelitiannya telah diterbitkan menjadi buku baik oleh KY maupun oleh Mahkamah Agung (Buku Saku Hakim Terkait Pembeli Beritikad Baik – Kerjasama MA – LEIP – Leiden). Saat ini pendiri Pusat Studi Filsafat–Taman Metajuridika di Fakultas Hukum Universitas Mataram ini didapuk sebagai Ketua Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI). Ketiga, Hotibul Islam, SH.,M.Hum. Sosok pengajar dan guru yang sederhana bagi banyak orang. Dosen Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Mataram ini dijuluki Pasal Berjalan oleh banyak koleganya. Mantan ketua Laboratorium Hukum FH Unram, yang membawahi BKBH FH Unram. Ia juga pernah menjabat Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI) Universitas Mataram, dan saat ini menjabat Koordinator Pusat Pengkajian Hukum dan Kebijakan di bawah Kesbangpoldagri Provinsi NTB. Dalam mengkaji permasalahan hukum, ia dikenal dan diakui tajam dalam menganalisa dan terang dalam memberi panduan.

Keempat, Dwi Sudarsono, SH. Aktivis FKMM di era 90’an ini dikenal sebagai sosok aktivis prodem yang setia pada garis perjuangan rakyat. Ia saat ini juga merupakan sosok Advokat yang kerap membela rakyat baik secara litigasi maupun non litigasi dalam pelbagai kasus struktural. Sosoknya yang sederhana membuat ia disegani banyak pihak. Saat ini sebagai Direktur Samanta, ia banyak menjalankan program Advokasi Hutan dan Sumber Daya Alam. Ia juga sebagai Dewan Pengawas Lembaga Study Bantuan Hukum-Mataram. Selain itu, pendiri LBH Reform NTB.

Di bagian lain press releasenya, JEPRED Bersih NTB juga mengkritisi adanya framing Komisioner KPK harus terdapat unsur kepolisian dan kejaksaaan. Ini dinilai akan menjadi titik belanga dalam tubuh lembaga KPK. Seleksi Komisioner KPK harus berdasarkan kriteria pakta integritas dan tidak berdasarkan penjatahan dari lembaga tertentu. Karena itu, cara penjatahan seleksi Komisioner KPK harus ditolak. Penjatahan dalam seleksi Komisioner KPK akan mengganggu cara kerja internal KPK dalam proses kerja intelijen, penyelidikan, dan penyidikan kasus Tipikor yang melibatkan oknum lembaga kepolisian dan kejaksaan. Penjatahan unsur kepolisian dan kejaksaan dalam seleksi Komisioner KPK juga dikhawatirkan akan menciptakan konflik kepentingan dalam tubuh KPK. Dimungkinkan proses pemeriksaan kasus Tipikor kandas di tengah jalan karena terjadi tekanan dari kedua lembaga ini. Sementara itu, lanjut Amri, kekhawatiran itu sejalan apabila melihat tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian dan Kejaksaan Agung masing-masing hanya 57 % dan 63 %. Dan ini masih dalam kategori cukup rendah. Di sisi lain, hal yang menarik untuk dipertanyakan adalah mengenai jumlah pendaftar calon pimpinan KPK yang masih sangat minim setelah ditetapkannya Pansel dan waktu pendaftaran. “Apakah ini menandakan orang-orang yang akan mendaftarkan diri menjadi enggan mendaftar karena keberadaan Pansel tersebut?” tutup Amri dalam nada tanya, sembari menuntut Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner KPK tidak terframing Komisioner KPK harus terdapat unsur kepolisian dan kejaksaaan. (SR)