Aneh, Konfirmasi Direktur RSUD, Oknum Dewan Marah dan Lecehkan Wartawan

oleh -132 Dilihat

SUMBAWA BESAR, SR (03/01/2018)

Oknum Anggota DPRD Sumbawa, A. Rafiq marah-marah. Pasalnya pejabat terhomat ini keberatan setelah wartawan melakukan konfirmasi ke Direktur RSUD Sumbawa, dr. Selvi terkait persoalan pasien terlantar dan dugaan penyimpangan dana tunjangan dokter spesialis. Bahkan melalui telepon seluler oknum DPRD yang juga Ketua DPC PDIP Sumbawa ini mengeluarkan kalimat bernada ancaman. Hal tersebut dirasakan sangat aneh, padahal materi konfirmasi wartawan tidak ada kaitannya dengan persoalan pribadi A. Rafiq yang notabene suami dari dr. Selvi, tapi lebih pada persoalan publik yang berkaitan dengan jabatan dr. Selvi sebagai Direktur RSUD Sumbawa.

Ceritanya, bermula ketika Jen—wartawan SAMAWAREA, Rabu (3/1) kemarin sekitar pukul 10.30 Wita mengantar isterinya ke rumah sakit. Selain itu juga hendak menemui Direktur RSUD untuk melakukan konfirmasi terkait penyelidikan polisi terhadap dugaan penyimpangan dana tunjangan dokter spesialis. Sebab dugaan itu tengah menjadi perbincangan hangat. Informasinya, Direktur RSUD dr Selvi sudah dipanggil untuk dimintai klarifikasi dilanjutkan Kamis (4/1) hari ini belasan dokter spesialis akan menjalani pemeriksaan penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Sumbawa.

Secara tak sengaja di ruang tunggu RSUD Sumbawa, wartawan ini melihat pasangan suami isteri (Pasutri) yang sudah sedikit udzur. Pasutri itu bernama M. Saleh dan Siti Siah warga Kelurahan Bugis, Kecamatan Sumbawa. Saat itu Saleh dalam kondisi memprihatinkan. Tubuhnya bergetar kemungkinan demam, wajahnya pucat, tak berdaya dan duduk lemas terkulai di kursi . Saleh adalah warga tidak mampu yang dulunya penggali pasir dan kini berprofesi sebagai tukang parkir. Saleh juga salah satu pasien BPJS yang dibayarkan pemerintah. Saat itu Saleh dalam kondisi sakit, datang ke RSUD untuk mendapat pelayanan medis. Sayangnya pihak RSUD di bagian Poli, tidak bisa melayani Saleh karena datang tanpa mengantongi surat rujukan dari Dokter Putu—dokter yang ditunjuk BPJS untuk melayani pasien BPJS. Sebelumnya Saleh dan istrinya sudah berupaya untuk mendapatkan rujukan dengan mendatangi tempat praktek dr. Putu di Klinik Kumara, Jalan Kebayan, Kelurahan Brang Biji. Keduanya berjalan kaki meski Siti Siah menuntun suaminya dengan bersusah payah dari RSUD ke Klinik. Di Klinik ini pasutri itu tidak mendapati dr. Putu. Menurut orang yang ditemui di klinik tersebut kemungkinan dr. Putu ada di RSUD. Keduanya kembali ke RSUD berjalan kaki dan tidak mendapati dr. Putu meski sudah dicari ke ruangan tempat dokter tersebut biasa melayani pasien. Karena bolak-balik inilah membuat M. Saleh tak berdaya. Melihat kondisi suaminya, Siti Siah berusaha menemui petugas RSUD memohon agar bisa melayani suaminya. Tapi petugas menyatakan suaminya bisa dilayani setelah ada surat rujukan. Persoalan ini diketahui Jen wartawan media online SAMAWAREA. Wartawan ini mendatangi BPJS Center untuk meminta solusi agar Saleh yang terlihat “sekarat” bisa ditangani dengan surat rujukan menyusul. Pihak BPJS Center menyatakan surat rujukan sudah menjadi aturan, pihaknya menerima pasien untuk dalam kondisi terverifikasi. Wartawan ini juga mendatangi petugas di Bagian Layanan Informasi RSUD yang kebetulan berada di samping BPJS untuk meminta solusi yang sama. Petugas setempat juga memberikan jawaban yang sama. “Saya juga sempat meminta nomor kontak dr. Putu untuk dihubungi guna mengetahui posisinya. Tapi petugas di Layanan Informasi mengaku tidak menyimpan nomor dokter itu. Padahal seharusnya petugas di Layanan Informasi berinisiatif mencari nomor kontak atau menghubungi Dokter Putu sehingga pasien tak mampu ini terkesan tidak diterlantarkan,” kata Jen.

Baca Juga  Presiden Dorong Pemda Maksimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah dengan Bangun Dana Abadi

Tentu saja sikap oknum petugas ini sangat disesalkan. Jen sempat memberikan masukan kepada petugas tersebut untuk tidak melihat pasien dari baju dan fisiknya yang sangat sederhana tapi dapat memperlakukan semua pasien baik miskin maupun kaya tanpa pilih kasih. Wartawan ini berusaha mencari informasi tentang Dokter Putu, dan salah satu petugas di rumah sakit mengatakan jika dokter tersebut sejak Natal cuti selama 12 hari. Wartawan ini juga sempat menghubungi dr. Putu via SMS dari nomor kontak yang diberikan petugas di Bagian Pendaftaran tapi tidak mendapat jawaban. Secara kebetulan wartawan bertemu dengan dokter Selvi yang berdiri di depan Poli Penyakit Dalam. Langsung saja wartawan ini menemui Direktur tersebut untuk mengkonsultasikan persoalan pasien M. Saleh yang masih duduk di kursi menunggu belas kasih petugas untuk melayaninya. Dr. Selvi juga memberikan jawaban yang seragam dengan stafnya. Menurut dr. Selvi pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menangani pasien tersebut tanpa ada surat rujukan karena sudah menjadi aturan. Yang menjadi kewenangan RSUD terkait dengan transaksi pembayaran pasien BPJS yang sudah dilayani di RSUD. Jika emergency, pasien itu dapat ditangani melalui IGD tanpa rujukan. Jika tidak, diarahkan ke Poli yang disertai dengan surat rujukan dari dokter atau puskesmas yang ditunjuk. Kebetulan dr Selvi berjalan ke arah M. Saleh dan tepat berdiri di samping pasien itu. Lalu Wartawan ini memperlihatkan kepada dr. Selvi kondisi Saleh yang duduk tak berdaya di kursi ruang tunggu. Sayangnya, tidak ada solusi dari Direktur RSUD ini. Saat bersamaan wartawan ini mengkonfirmasi soal dana tunjangan dokter spesialis yang tengah diselidiki polisi. Terhadap hal ini dr. Selvi menolak memberikan keterangan sembari berlalu karena hendak mengantar mertuanya yang sakit. Sepeninggal Direktur RSUD, ada salah satu petugas RSUD yang mengenal M Saleh. Petugas inilah yang berusaha mencari Dokter Putu yang akhirnya ketemu karena secara kebetulan dr. Putu sudah masuk kantor meski agak kesiangan. M Saleh pun akhirnya terlayani langsung oleh dokter low profil ini.

Sore harinya sekitar pukul 17.00 Wita, oknum anggota DPRD, A. Rafiq menghubungi wartawan (Jen). Oknum ini langsung marah-marah menyatakan keberatan terhadap wartawan yang mengkonfirmasi Direktur RSUD. Bahkan oknum ini melontarkan kalimat melecehkan dengan sebutan “wartawan tak beretika”. Tentu saja wartawan ini heran karena tidak mengetahui alasan mengapa oknum itu menjustifikasinya sebagai wartawan tak beretika. Terlebih lagi tidak ada persoalan ataupun kalimat dari wartawan saat konfirmasi dengan direktur RSUD, yang melanggar adab kesopanan atau menyalahi etika profesi jurnalistik. Tidak ada kata kasar, dan semua berjalan normatif. Wartawan inipun sempat menanyakan apa yang menjadi dasar oknum dewan itu sehingga mengatakan wartawan tak beretika. Selain itu juga apa urusan oknum tersebut mencampuri urusan konfirmasi antara wartawan dengan Direktur RSUD karena materi yang disampaikan tidak ada kaitannya dengan rumah tangga oknum tersebut. Apalagi materi konfirmasi itu terkait dengan kepentingan public dan hajat hidup orang banyak. Setelah didesak, oknum ini keberatan dengan kalimat wartawan yang mengatakan kepada petugas rumah sakit adanya perlakuan pilih kasih di RSUD Sumbawa dalam penanganan pasien. “Ini sangat lucu, kok bisanya oknum terhormat ini sampai ikut campur dalam urusan RSUD. Dan mempermasalahkan materi konfirmasi yang tidak ada kaitan dengan dirinya. Yang membuat saya bertanya-tanya apa laporan Direktur RSUD ini kepada suaminya ini sehingga Pak Rafiq marah-marah dan melontarkan kalimat melecehkan wartawan,” tukas Jen.

Baca Juga  Para Bocah Komplotan Curanmor akan ‘Dibebaskan”

Bahkan sebelum menutup pembicaraan melalui telepon, Rafiq yang menjabat sebagai Ketua Komisi II DPRD Sumbawa ini mengeluarkan kalimat bernada ancaman.

Berencana Lapor Polisi

Adanya pelecehan terhadap profesi wartawan ini, Anggota DPRD Sumbawa A. Rafiq terancam dipolisikan. Jen telah menemui Kasat Reskrim Polres Sumbawa terkait rencana laporan Kamis (4/1) hari ini. Jen sudah mengantongi bukti rekaman pelecehan maupun kalimat bernada ancaman dari oknum tersebut. Kasat Reskrim yang ditemui menyatakan akan mengkonsultasikannya dengan ahli bahasa UNRAM maupun Seksi Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Sumbawa.

PWI Dukung Langkah Hukum

Sementara Ketua PWI Sumbawa, Jamhur Husain menyesalkan sikap oknum anggota DPRD tersebut. Ia mendukung langkah hukum yang dilakukan wartawan media online SAMAWAREA ini. Menurut JH—sapaan akrab pria enerjik ini, wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya dilindungi UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Bahkan bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya, dapat dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara.

Terhadap persoalan oknum dewan ini, JH mengingatkan seharusnya Rafiq tidak mencampuri tugas birokrasi istrinya yang notabene Direktur RSUD Sumbawa. Apalagi wartawan melakukan konfirmasi terkait dengan persoalan publik yakni pasien RSUD yang hampir terlantar, bukan kehidupan pribadi oknum dewan tersebut.

Disesalkan Bupati

Hal senada dikatakan Bupati Sumbawa HM Husni Djibril B.Sc yang ditemui kemarin malam. Ia menyesalkan sikap oknum anggota DPRD tersebut. “Harusnya wartawan dirangkul dan dijadikan mitra, bukan dimusuhi apalagi dilecehkan,” ujar Bupati, seraya berharap agar persoalan itu dapat diselesaikan secara kekeluargaan. (SR)

pilkada mahkota mahkota rokok NU
Azzam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *