Haji Saat: Ini Solusi untuk Proyek Pasar Brang Bara

oleh -293 Dilihat
Pasar Brang Bara

SUMBAWA BESAR, SR (10/10/2017)

Pembangunan Pasar Modern Brang Bara terus mendapat sorotan. Bukan hanya sempat dua kali gagal tender dan pemenangnya perusahaan asal Papua, tapi yang paling riskan adalah proyek tanah urugnya. Sebab dari hasil investigasi lapangan jajaran Kejaksaan Negeri Sumbawa menemukan indikasi adanya perbuatan melawan hukum (PMH). Sepanjang proyek tanah urug bermasalah, dikhawatirkan menjadi penghambat pelaksanaan pembangunan pasar senilai Rp 6 miliar tersebut.Apa yang harus dilakukan agar proyek tanah urug tuntas dan pembangunan pasar dapat terlaksana ?

Pakar Kontruksi, H. Asaat Abdullah ST memberikan jawabannya. Kepada SAMAWAREA, Selasa (10/10), Haji Saat—sapaan singkatnya meminta PPK atau pelaksana proyek segera melakukan ujilab terhadap pengurukan tanah. Ketika hasil ujilab menyatakan kepadatan tanah tersebut layak meski secara kasat mata terkesan asal-asalan, maka urukan itu tidak bermasalah. Sebaliknya meski kepadatan terlihat bagus, tapi ketika hasil ujilab membuktikan tidak layak, maka tanah tersebut harus dibongkar. Menurut Haji Saat, masih ada waktu untuk melakukannya dan pengerjaannya tidak berlangsung lama karena materialnya tidak dibeli lagi dan sudah berada di lokasi. Setelah dibongkar kepadatannya dilakukan secara berlapis lalu disiram dan digilas untuk pemadatan menggunakan alat berat. Alat beratnya tidak sembarang harus menggunakan jenis Vibro. “Mesin Vibro ini memiliki getar sehingga air dan gelembung udara keluar dari dalam tanah. Tanah menjadi rapat dan lengket. Tidak seperti kondisi saat ini terlihat padat di permukaan tapi di dalamnya terdapat celah atau gelembung udara. Ketika di atasnya ditimpa beban yang berat, tanah itu akan bergeser dan bisa ambrol,” jelasnya, seraya mendesak PPK dan rekanan segera mengambil sikap sebelum terlambat.

Baca Juga  Bakar Sampah, 63 Rumah Hangus

Demikian dengan Pembangunan Pasar Brang Bara yang memberikan waktu kepada rekanan untuk menuntaskannya hanya 70 hari. Secara tekhnis waktu yang dinilai sedikit ini sudah mencukupi. Apalagi pembuatan bangunan pasar itu menggunakan baja dan kemungkinan sekarang sudah dipesan kontraktor. Kemudian, saran Haji Saat, rekanan harus sudah membuat menu kerja agar reschedulenya matang termasuk mengatur tanggal tibanya pengiriman material. Dengan tertib waktu ini, tahapan-tahapan yang direncanakan akan selesai tepat waktu.

Selanjutnya saat mulai pengerjaan proyek, harus ada Show Cause Meeting (SCM) atau rapat pembuktian keterlambatan. SCM ini diadakan oleh PPK apabila adanya kondisi kontrak kerja yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan schedule yang telah dibuat. Dalam hal ini PPK harus memberikan peringatan tertulis kepada kontraktor mengenai keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan, selanjutnya menyelenggarakan SCM. “Melalui SCM ini menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh rekanan dalam periode waktu tertentu yang dituangkan dalam berita acara SCM tingkat pertama. Jika gagal dituangkan dalam SCM tingkat kedua, seterusnya SCM ketiga. Jika kembali gagal, barulah PPK menerbitkan surat peringatan kepada rekanan atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan hingga dilakukan pemutusan kontrak. Intinya SCM ini digelar untuk memotivasi rekanan agar keterlambatan pekerjaan dapat dikejar dan dipacu,” ujar Haji Saat.

Baca Juga  Aspirasi PAC, Sinyal Kuat Demokrat Merapat ke Novi-Talif

Di bagian lain Haji Saat juga menyoroti setiap proyek bermasalah, selalu kontraktor yang menjadi sasaran. Harusnya tidak dipersalahkan satu pihak saja karena prinsip kontrak itui adalah berkeadilan. Kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan proyek harus dikaji untuk mengidentifikasi dimana letaknya. Bisa saja kesalahan terjadi pada pengawasan maupun perencanaan. Untuk itu mantan Kadis PU Sumbawa ini mengingatkan aparatur yang diberikan tugas melakukan pengawasan ketika melihat kesalahan di awal tidak didiamkan. Kebiasaan pengawas ini menegur rekanan ketika proyek hampir tuntas. Dengan arogannya meminta rekanan membongkar hasil pengerjaannya. “Inikan kurangajar namanya, kasihan kontraktor berapa kerugian yang sudah dialami. Biasanya pengawas seperti ini yang punya kepentingan dalam proyek. Selain jadi pengawas dia juga ngesub untuk mendapatkan bagian dari proyek itu di antaranya memasukkan material. Ketika keinginannya tidak diakomodir, dia berulah membiarkan adanya kesalahan nanti saat proyek hampir selesai baru menegur dan meminta untuk dibongkar,” beber Haji Saat.

Ketika rekanannya diseret ke ranah hukum atas kesalahan pengerjaan proyek, harusnya pengawas juga ikut diangkut. Sebab pengawas sangat berperan dalam pelaksanaan proyek untuk mengarahkan ketika terjadi kekeliruan dalam pengerjaan. Itupun jika pengawas melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar. (JEN/SR)

pilkada mahkota rokok NU
Azzam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *