Fraksi PKS Nilai Realisasi PAD Pemprov NTB Mengecewakan

oleh -93 Dilihat

MATARAM, SR (23/06/2017)

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD NTB menilai kinerja Pemprov dalam hal penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) pada Tahun Anggaran 2016 sangat mengecewakan. Dalam pengamatan PKS pada kurun waktu 8 tahun terakhir, ini merupakan pertama kali realisasi pendapatan asli daerah turun jika dibandingkan dengan realisasi pada tahun anggaran sebelumnya. Hal ini diungkapkan Ketua Fraksi DPRD NTB, H. Johan Rosihan ST saat menyampaikan pandangan fraksinya terhadap Rancangan Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2016 di Sidang Paripurna DPRD NTB, Kamis (22/6).

Disebutkan Johan, pada tahun anggaran 2016, realisasi PAD turun sebesar Rp  12.817.547.687 (12,8 Milyar) atau minus 0,93% dibandingkan dengan realisasi pada tahun anggaran sebelumnya. Fraksi PKS mencatat, sejak tahun anggaran 2009, PAD NTB terus tumbuh positif dengan rata-rata pertumbuhan di atas 20%, mulai dari Rp 471 Milyar di tahun anggaran 2009 menjadi Rp 515 Milyar di 2010, tumbuh lagi menjadi Rp 741 Milyar di 2011, naik menjadi 745 Milyar di 2012. Berikutnya Tahun 2013 meningkat menjadi Rp 858 Milyar, lalu tumbuh pada 2014 tumbuh menjadi Rp 1,115 Trilyun, dan kembali bertambah pada 2015 menjadi Rp 1,372 Trilyun. Namun pada tahun anggaran 2016, realisasi PAD turun menjadi Rp 1,359 Trilyun. Penurunan realisasi PAD ini ungkap Bang Jo—sapaan politisi vocal ini, agak sulit difahami.

Ia membeberkan bahwa pada tahun anggaran 2016 pihaknya telah membuat kesepakatan jual saham daerah pada PT NNT yang sampai sekarang nasibnya tidak jelas karena Laporan Keuangan PT DMB belum diserahkan. Di saat realisasi PAD ini turun, pertumbuhan ekonomi NTB tetap positif dan termasuk yang terbaik di Indonesia, sementara itu jumlah kunjungan wisatawan juga terus meningkat. Deretan momentum positif tersebut, semestinya berimplikasi positif bagi peningkatan capaian realisasi PAD di Provinsi NTB. Dan yang patut disimak, bahwa penurunan realisasi PAD ini justru terjadi pada akhir-akhir pengabdian TGB Zainul Majdi dan Muh Amin. “Jangan sampai penurunan ini menjadi noda dalam cerita positif yang hendak dibangun pada era kepemimpinan TGB di NTB,” tukasnya.

Selain itu terhadap penurunan PAD yang cukup aneh ini, F-PKS mengusulkan pimpinan DPRD untuk meminta BPK melakukan audit investigatif atas penerimaan asli daerah di Provinsi NTB. Kehadiran BPK sebagai supreme auditor diperlukan untuk mengurai permasalahan dalam tata kelola pendapatan asli daerah. Yang menjadi sorotan F-PKS, meski ada penurunan kinerja atas capaian pendapatan asli daerah di Provinsi NTB, pemerintah daerah tetap mengapresiasi dirinya dengan memberikan insentif pajak daerah sebesar Rp 18,46 Milyar pada tahun anggaran 2016. Terdapat pertumbuhan realisasi pendapatan pada 15 objek PAD, namun saat yang sama juga terdapat penurunan penerimaan pada 13 objek PAD. Misalnya terjadi penurunan realisasi PBB-KB sebesar 38 Milyar, pajak rokok minus 1,8 Milyar, dan bunga deposito minus 7,6 Milyar. Terkait dengan penurunan 13 objek PAD tersebut, Fraksi PKS meminta penjelasan yang lebih rinci atas penyebab turunnya setiap objek PAD, agar respon yang diberikan oleh pemerintah daerah bersifat klinis, bukan bersifat generik yang tidak menyentuh substansi persoalan di lapangan.

Baca Juga  Dua Pilihan Alur Pikir Kebijakan Dalam Membangun Sumbawa

sebelumnya, Fraksi PKS telah menyampaikan pandangan terkait tidak optimalnya retribusi pemakaian kekayaan daerah dan retribusi tempat penginapan yang dimiliki oleh daerah. Realisasi retribusi tempat penginapan pada tahun anggaran 2016 sebesar Rp 2.733.928.400,00 atau setara dengan Rp 7,5 juta perhari. Padahal ratusan jumlah kamar dari 11 tempat penginapan yang dimiliki oleh Pemprov NTB, seperti Wisma Penghubung NTB di Jakarta semestinya memberikan kontribusi yang lebih signifikan bagi peningkatan pertumbuhan retribusi tempat penginapan. “Beberapa usulan yang telah kami sampaikan sebelumnya tampaknya belum direspon cukup baik, utamanya terkait dengan penataan manajemen dan kelembagaan dalam pengelolaan tempat penginapan,” ujarnya.

Demikian dengan realisasi retribusi kekayaan daerah sebesar Rp 3.676.781.427,00 yang menurun setengah milyar dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya. Yang patut menjadi perhatian adalah ratusan objek retribusi kekayaan daerah terkategori macet dengan waktu tunggakan di atas 5 tahun. Tunggakan retribusi tersebut berimplikasi pada pertumbuhan piutang retribusi dalam neraca per 31 Desember 2016 dari Rp 3,9 Milyar menjadi Rp 5,16 Milyar. Terhadap fenomena tersebut, Fraksi PKS meminta pemerintah daerah untuk bertindak lebih tegas dan lebih berani terhadap penunggak retribusi yang jumlahnya ratusan orang/badan khususnya pengguna jasa yang terkategori macet. Fraksi PKS berharap, pemerintah merespon bukan hanya memberikan surat teguran, namun dengan segera memasukkan pihak-pihak tersebut dalam daftar hitam pengguna jasa kekayaan milik daerah. “Kami khawatir, pemerintah daerah sudah memberikan tarif jasa sewa yang murah, namun kemurahan hati tersebut tidak diapresiasi oleh pengguna jasa dengan patuh membayar retribusi,” imbuhnya.

Baca Juga  Pertemuan Rahasia di Jalan Garuda

Selanjutnya dari 8 penyertaan modal yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah, 5 di antaranya memberikan kontribusi pendapatan bagi daerah. Satu di antaranya yaitu PT DMB ditargetkan memberikan Rp 85 Milyar tapi sama sekali tidak memberikan kontribusi alias nol rupiah. Dua penyertaan modal lainnya tidak memiliki kejelasan karena sama sekali tidak diberikan beban target penerimaan daerah yaitu PT STDC dan PT Suara Nusa Media Pratama. Sejauh ini, PT DMB, PT STDC dan PT Suara Nusa juga belum menyerahkan laporan keuangannya, sehingga memunculkan persepsi yang kurang baik bagi kinerja penyertaan modal daerah. Terkait dengan investasi pada dua perusahaan tersebut, dijumpai keterangan, PT Suara Nusa tidak pernah memberikan dokumen hasil RUPS sejak 2011-2015, walaupun telah diminta oleh tim audit. Juga dijumpai keterangan belum adanya pengalihan kepemilikan saham atas nama HIH kepada pemerintah provinsi NTB yang pada awalnya senilai 30,77%. Adapun PT STDC merupakan kerjasama dari Pemprov NTB dengan PT Indobuilco dalam pengelolaan kawasan pariwisata Sire Lombok Barat. Pada kerjasama ini, pada mulanya disepakati nilai saham pemerintah sebesar 25%, namun sampai sekarang nasib dari penyertaan modal ini tidak jelas. “Melalui forum ini, Fraksi PKS meminta rencana tindak lanjut dari pemerintah daerah terkait investasi pada 2 perusahaan tersebut. Bagaimana langkah pemerintah daerah untuk membersihkan neraca dari aktivitas investasi yang tidak memiliki kejelasan bisnis pada masa depan,” tandasnya.

Mengenai investasi pada PT DMB, berkembang informasi bahwa dana hasil penjualan saham sudah masuk ke kas perusahaan daerah. Untuk itu, Fraksi PKS meminta kepada Gubernur untuk segera melaksanakan RUPS dan memperjelas kedudukan dana hasil penjualan saham tersebut untuk memenuhi target pendapatan asli daerah.

Di bagian lain F-PKS juga menyoroti tentang dana transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Pada umumnya  realisasi dana transfer dari pemerintah pusat melampui target 100%, kecuali realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang hanya 50,41%. Fraksi PKS meminta penjelasan mengenai kendala dan hambatan dalam realisasi target DAK tersebut. Kemudian realisasi lain-lain pendapatan yang sah juga sangat rendah yaitu hanya 15,29% dari yang ditargetkan. (JEN/SR)

 

pilkada mahkota mahkota rokok NU
Azzam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *