Faisal Basri: Ekonomi Indonesia Agak Ugal-ugalan

oleh -238 Dilihat

JAKARTA, SR (16/12/2016)

“Ekonomi Pemerintahan Presiden Jokowi agak ugal-ugalan. Ekonomi dipaksakan dengan jalan pintas padahal dalam ekonomi tidak dikenal jalan pintas,” KATA Faisal Basri–Ekonom dan Staf Pengajar Universitas Indonesia (UI).

Faisal Basri memberi gambaran pembangunan ekonomi Indonesia harus memperhatikan stamina untuk lari marathon sementara energi dan tekanan darah masih terbatas. Supaya tidak semaput di tengah jalan maka energi dan tekanan darah harus normal.

Di tahun ketiga pemerintahan Jokowi disebutnya sebagai tahun koreksi karena secara nyata dalam APBN tahun 2017 menunjukan konsolidasi atau tidak ada kenaikan baik dalam penerimaan maupun pengeluaran. Hal ini dikaitkan dengan munculnya Sri Muliyani yang dianggap mampu membuat penekanan terhadap anggaran dibanding pendahulunya, Bambang Brodjonegoro yang selalu tampil untuk mengoreksi. Namun di tahun 2018 dan 2019 dia melihat terjadinya peningkatan yang lebih pesat dari tiga tahun pertama Jokowi memerintah. Dalam dua tahun terakhir, tekanan berat ekonomi dialami oleh masyarakat kalangan bawah.

Ia mendesak DPR untuk tidak mengajak pemerintah berbicara di permukaan namun harus melihat kelompok bawah yang merasakan kesengsaraan. Kebijakan populis akan merusak pondasi ekonomi jangka panjang terutama seperti yang terjadi pada Kementerian Pertanian melalui kebijakan intervensi harga. Ketimpangan pendapatan sudah berada pada level yang mengkhawatirkan. Untuk meredamnya perlu tindakan afirmatif.

Harga beras Indonesia tergolong paling tinggi di antara negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Kamboja dimana harga beras Filipina jauh di bawah harga standar Indonesia. Peningkatan harga ini kata Faisal, terjadi karena Indonesia banyak menerapkan pajak implisit kepada produk makanan. Sementara di negara lain seperti Turki, Vietnam dan Brazil terjadi penurunan. “Ini salah urus ya karena Menteri Pertanian-nya ngaco melulu. DPR menyetujui alokasi untuk pertanian naik terus dan uangnya kemana. Gak jelas seperti subsidi pupuk, irigasi, subsidi bibit naik terus tapi hasilnya impor naik terus,” kata Faisal saat menjadi pembicara di Fraksi-PKS DPR, dalam acara Refleksi Ahir Tahun & Outlook Ekonomi Indonesia 2017, Kamis (15/12) kemarin.

Dia menjelaskan, impor beras sampai Oktober 2016 mencapai 1,16 juta ton. Angka ini menurut dia bertolak belakang dengan swasembada. Dalam kasus inj DPR tidak pernah keras kepada Menteri pertanian padahal agriculture support naiknya luar biasa berlipat lipat ditengah semua negara lain menurun. Ia berharap parlemen mempertanyakan hal-hal ini kepada Pemerintah.

Ia merujuk data BPS menyebutkan, ketimpangan turun dibawah 0,4 Gini Ratio. Tetapi angka tersebut kata dia merupakan ketimpangan pengeluaran yang bisa diumpamakan seperti dirinya dengan Anthoni Salim pengeluarannya hampir sama seperti minum air mineral yang harganya tidak seberapa. “Makan, dia emang banyak pantangnya. Dia kalau pakai mobil tidak bisa sekaligus sepuluh mibil. Semahal mahalnya mobil dia paling dengan mobil saya sepuluh kali lipat,” tuturnya.

Menurut dia yang harus diperhatikan adalah ketimpangan pendapatan dan kekayaan. Saat ini 1% kekayaan orang Indonesia menguasai 50,3% kekayaan nasional. 10% terkaya menguasai 77% kekayaan nasional dimana kekayaan nasional dimaksud didapat dari sistem kroni yang diperoleh dari kedekatan dengan kekuasaan atau 2/3 kekayaannya didapat dari kronisasi. Indeks kronism Indonesia kata Faisal memburuk dari 18 turun menjadi 8 dan 7 (semakin kecil angkanya indeks semakin jelek, Red). Ini faktanya rasa keadilan sambil mengutip keterangan sahabatnya mengatakan kekayaan Indonesia dikuasai 30 keluarga. (ZM/SR)

Keterangan Foto: Faisal Basri di F-PKS menyampaiakan pemaparan ekonomi Indonesia. (Foto: Zainuddin Muhammad–SAMAWAREA Biro Jakarta)

nusantara pilkada NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *