Mantan Dirut di Sumbawa Diperiksa Polisi
SUMBAWA BESAR, SR (19/08/2016)
Hingga kini penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Sumbawa belum berhasil menuntaskan kasus dugaan penyimpangan proses pemberian Kredit Mitra Wirausaha (KMWU) di PT Bank NTB Cabang Sumbawa. Beberapa kali bolak-balik berkas dari kepolisian ke kejaksaan, dan sebaliknya kejaksaan memberikan petunjuk untuk dipenuhi penyidik. Masih saja ada keterangan yang harus ditambah dan didalami, serta saksi yang harus diperiksa. Salah satu petunjuk jaksa adalah kembali meminta keterangan mantan Direktur Bank NTB Cabang Sumbawa, Masusung SE. Petunjuk itu dipenuhi penyidik dengan menghadirkan pejabat yang kini memimpin Bank NTB Cabang Gerung tersebut, Jumat (19/8). Didampingi salah seorang staf Bank NTB Sumbawa, Masusung dimintai keterangan selama tiga jam dari pukul 09.00 hingga 11.00 Wita.
Kapolres Sumbawa, AKBP Muhammad SIK yang dikonfirmasi SAMAWAREA, mengakui masih belum tuntasnya proses penyidikan kasus dugaan korupsi di perbankan tersebut. Hal ini terjadi karena masih ada kekurangan dalam melengkapi pemberkasan. Pihak kejaksaan memberikan sejumlah petunjuk yang harus dipenuhi. “Kita sedang usahakan dengan memanggil sejumlah pihak terkait untuk tambahan keterangan salah satunya mantan Dirut Bank NTB Cabang Sumbawa,” katanya.
Sejauh ini pihak penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka. Para tersangka ini adalah MAR dan MAB—keduanya mantan Pimpinan dan Wakil Pemimpin Cabang Bank NTB Sumbawa. Selain itu SN mantan Penyelia Administrasi dan Kredit. Ketiganya sempat ditahan namun ditangguhkan menyusul adanya permohonan dan jaminan yang diatur dalam ketentuan KUHAP. Selain itu ungkap Kapolres, penyidik juga sudah mengantongi besarnya kerugian negara dari BPKP NTB senilai Rp 2.388.963.150 (Rp 2,38 M).
Seperti diberitakan, sebelumnya laporan kasus kredit bermasalah Bank NTB Tahun 2007 lalu mulai ditangani polisi awal 2015. Bermula dari pemberian kredit kepada 151 karyawan PTNNT senilai total Rp 7,5 miliar atau berkisar Rp 50 juta per orang. Namun dalam pencairan kredit disinyalir tidak sesuai prosedur yaitu dilakukan secara langsung tanpa ada pengecekan lapangan dan jaminan dari kreditur. (JEN/SR)