Dipecat dari PDIP, Mustami Merasa Didzolimi

oleh -200 Dilihat

Sumbawa Besar, SR (01/03)

H Mustami H Hamzah B.Sc SH mulai angkat bicara soal pemecatan atas dirinya dari PDI Perjuangan (PDIP) sebagai dampak pelaksanaan Konfercab PDIP belum lama ini. H Mustami dipecat karena dinilai indisipliner karena mengajukan protes terhadap hasil Konfercab hingga akhirnya melahirkan pengurus baru yang diketuai Abdul Rafiq—Ketua Fraksi PDIP DPRD Sumbawa. “Saya telah didzolimi,” ucap Haji Tami—sapaan akrab tokoh kharismatik ini dalam wawancara khusus, Jumat (27/2).

Ia mensinyalir mekanisme dalam Konfercab penuh dengan rekayasa dan setingan untuk menjegalnya kembali menjadi Ketua DPC PDIP Sumbawa. Sebab Konfercab itu tidak sesuai dengan mekanisme DPP, dan diyakininya Ketua Umum Megawati tidak mengetahui permasalahan tersebut. Indikasinya, dalam surat DPP menyebutkan calon yang diutus maksimal tiga orang sesuai SK 066-067. Tapi ketika sampai di DPD PDIP NTB meminta tambahan dua orang lagi menjadi lima orang. Dua orang dimaksud adalah Abdul Rafiq dan Edy Syahriansyah. Demikian dengan fit and propert test (tertulis) merupakan hal baru dan seharusnya tidak mutlak untuk dijadikan acuan menggugurkan calon. Jika mereka ingin membedah, harusnya hasil kepemimpinannya sebagai ketua DPC PDIP Sumbawa selama ini diumumkan untuk memastikan apakah kader dimaksud baik atau buruk. Tidak ada alasan dirinya dianggap tidak layak memimpin partai, sementara selama ini kepemimpinannya boleh dikatakan sukses. Selain pernah dicalonkan DPD dan DPP sebagai calon Bupati Sumbawa, PDIP Sumbawa selalu menjadi pemenang Pileg di Sumbawa. Bahkan sejak kepemimpinannya, PDIP Sumbawa kerap dijadikan contoh oleh seluruh pengurus PDIP kabupaten/kota di NTB. “Mataram saja yang menjadi basis belum bisa membuktikannya. Kita di Sumbawa sudah membuktikan menjadi yang terbaik, ini terjadi karena kekompakan, kesolidan kader dan simpatisan. Tidak ada yang membangkang, semua loyal,” kata Haji Tami.

Cara yang diterapkan dalam sangat tidak diterimanya. “PDIP adalah partai besar pemenang secara nasional, ini kok menjalankan hal-hal sepertinya partai ini mau bubar besok. Apakah ini yang kita sebut partai nasionalis dan demokratis. Justru yang saya saksikan dengan praktek seperti ini PDIP melanggar system demokrasi,” timpalnya.

Setingan besar lainnya, ungkap Haji Tami, adalah upaya memecat dan mem-PAW kader PDIP yang menjadi anggota DPRD Sumbawa. Sebab kader tersebut merupakan orang-orang yang loyal dan dikenal setia terhadap dirinya. Ketika mereka mengikuti Haji Tami keluar dari ruangan Konfercab, secara otomatis saat itu juga dipecat dan sudah pasti akan ada pergantian keanggotaan DPRD di Sumbawa. “Tapi saya secara sadar tidak menginginkan anggota DPRD itu keluar dari ruangan karena memang mereka dalam tekanan. Saya katakan kepada mereka jangan anda keluar karena anda punya beban besar dan anda belum setahun menjadi anggota DPRD, biarlah saya sendiri yang bertanggung jawab terhadap masalah ini,” kata Haji Tami.

Baca Juga  Polisi Minta Musda KNPI Sumbawa Ditunda

Tidak hanya anggota DPRD dari PDIP, utusan 79 orang pada Konfercab itu diancam untuk dipecat. Namun mereka tidak peduli ikut keluar bersama dirinya karena mereka beranggapan mekanisme telah melabrak aturan partai. Mereka juga telah menyatakan tidak butuh hidup di partai. “Makanya semua keluar, cuma dua saja yang tidak keluar yaitu Kecamatan Alas dan Kecamatan Utan,” sebutnya.

Memang diakuinya, pemecatan terhadap dia membuat kader PDIP bersedih dan hingga kini hampir 90 persen PAC mundur mereka tidak mengenal Megawati, Husni Jibril maupun Rahmat Hidayat. Yang mereka kenal di PDIP hanya Mustami H Hamzah yang dianggap telah terbukti berjasa membesarkan partai tersebut di Sumbawa.

Namun Haji Tami tidak menampik ada beberapa orang yang tidak setia. Sebab diakuinya sejak lama ada dua kubu di PDIP Sumbawa, yaitu kubu Husni Jibril dan kubu Mustami H Hamzah. Meski demikian ia tidak mempermasalahkannya, karena rakyat, kader dan simpatisan akan menilainya serta waktulah yang akan membuktikannya.

Haji Tami mengaku telah menyampaikan persoalan pemecatan sekaligus mekanisme yang terjadi pada Konfercab itu secara tertulis kepada Megawati Soekarno Putri selaku Ketua Umum DPP PDIP. Mengenai direspon atau tidak, yang terpenting dia sudah melakukan pembelaan diri. “Jangan dianggap saya seolah-olah orang yang tidak berpendidikan, dan dianggap budak. Saya punya prinsip dan jiwa bahwa orang Sumbawa tidak pernah menjadi pengemis. Orang Sumbawa sangat berani dan tegas, makanya saya tidak mau menerima apa adanya harus ada perlawanan agar ini menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat Sumbawa,” tegasnya.

Di bagian lain Haji Tami mengklarifikasi sejumlah tudingan DPD terhadap dirinya. Seperti tudingan merekrut pengurus partai dominan dari keluarganya. Ditegaskan Haji Tami, sejak dia memimpin PDIP tidak satupun keluarga dekatnya masuk dalam kepengurusan partai. Dan ia tidak menginginkan keluarga dekatnya terjun ke ranah politik.

Baca Juga  Toyota Rush untuk Camat, Hi-Lux untuk Dandim

Kemudian soal pencalonannya saat itu sebagai calon Bupati Sumbawa, itu bukan kehendaknya secara pribadi karena DPC tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan calon. Semua itu kewenangan DPD dan DPP karena justru mendorong dan mendukungnya maju. Tidak pernah ada instruksi atau teguran dari partai agar dia menyerahkan jabatan ketua DPC kepada Lalu Budi Suryata. Hanya ketika dia menunaikan ibadah haji selama 40 hari di Makkah, ia menyerahkan jabatan pimpinan DPRD Sumbawa sementara kepada Lalu Budi sesuai permintaan partai. “Selama ini saya tidak pernah merasa ada teguran dari DPD dan DPP. Apa kesalahan saya, kenapa saya diperlakukan seperti ini oleh seorang Rahmat Hidayat dan Husni Jibril. Saya selalu loyal dan tidak pernah membangkang terhadap partai. Apa yang diperintahkan itu yang saya ikuti,” tukasnya.

Misalnya ketika dia hendak meniti karier politiknya di DPD, dilarang Rahmat Hidayat yang tetap memintanya memimpin PDIP di Sumbawa dan tetap menjadi ketua DPC. Sebab menilai kepemimpinannya berhasil dengan mengantar PDIP sebagai pemenang pemilu di Sumbawa.  Permintaan itu diikutinya karena ingin mempertahankan kebesaran PDIP terutama di Sumbawa sebagai cita-cita dan rasa cinta terhadap partai.

Untuk membangun kesolidan dan kegotong-royongan di dalam partai sangat sulit, membutuhkan waktu yang cukup lama. “Butuh 10 tahun keatas pemimpin partai baru bisa menemukan ini,” tandasnya.

Karenanya ia berharap kepada pengurus yang baru untuk lebih sering turun ke lapangan. Pasalnya Haji Tami mengetahui bahwa pengurus yang ada ini tidak mengenal Sumbawa secara keseluruhan. “Bagaimana dia melakukan aktivitas partai kalau dia tidak mengenal wilayah. Dan tidak mengenal wilayah berarti juga tidak mengenal orang,” katanya.

Terbukti ketika dia menjabat sebagai Ketua DPC PDIP, sempat mengajak kader yang menjabat sekarang untuk berkeliling ke bagian timur dan selatan. Ternyata mereka buta sama sekali. “Inilah kesulitan yang dihadapi kepengurusan baru PDIP. Pesan saya jangan pandang waktu harus sering terjun, kenal wilayah, kenal siapa orang-orang PDIP di kecamatan, desa bahkan dusun. Kalau ini tidak dilakukan, maka lambat laun PDIP Sumbawa di Tahun 2019 akan hancur,” demikian Haji Mustami. (*) Baca juga di Gaung NTB

pilkada mahkota mahkota rokok NU
Azzam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *